kehidupan sekolah yang buruk

13 10 0
                                    

Kehidupan Keira di sekolah semakin sulit seiring dengan perkembangan trauma yang dialaminya. Meski dia berusaha untuk bersembunyi di balik dinding kesunyian, perhatian teman temannya, terutama para pembully, semakin menyoroti dirinya. Mereka tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi pada Keira, yang mereka tau hanyalah Keira tampak berbeda, dan itu alasan Keira jadi sasaran empuk bagi mereka.

Suatu siang di sekolah, Keira duduk sendirian di pojok kantin. Dia mengaduk makanan di piringnya dengan perasaan hampa, menatap sekeliling sambil berharap tidak ada yang memperhatikannya. Namun, tidak lama kemudian, sekelompok siswa datang dan duduk di meja dekatnya. Tawa mereka yang keras membuat Keira merasa cemas.

"Eh, lihat siapa nihh! Si kucing malu malu!" Ejek salah satu siswa, Rina, dengan suara nyaring, yang disambut tawa teman temannya.

Keira hanya bisa menunduk, berharap mereka akan pergi. Namun, rasa malunya semakin meningkat ketika mereka mulai berbicara lebih keras.

"Kei, kenapa sih kamu sendiri terus? Takut sama hantu ya?" Sambung Rina dengan sinis.

Teman teman Rina tertawa terbahak bahak, dan Keira merasa panas di pipinya. Dia ingin berlari dari situ, tetapi tubuhnya terasa kaku.

"Kenapa sih, Kei? Kamu pasti lagi mikirin sesuatu yang nyeremin, ya? Kan, wajah kamu kayak orang yang habis lihat hantu!" Lanjut Rina, menambah tekanan pada Keira.

Keira menggigit bibirnya, berusaha menahan air mata yang mulai menggenang. Dalam hati, dia berdoa agar situasi ini cepat berlalu. Namun, ketidakberdayaan yang dia rasakan hanya membuatnya semakin tertekan.

*****

Hari hari berlalu, dan situasi di sekolah semakin menjadi jadi. Bully yang dialami Keira semakin intensif. Rina dan teman temannya semakin sering mencari kesempatan untuk menjadikannya bahan tertawaan. Keira mencoba untuk tidak peduli, tetapi setiap ejekan seolah menggores luka baru di hatinya yang sudah penuh dengan kepedihan.

Suatu ketika, Keira pulang sekolah dengan langkah yang lemah. Dia merasa putus asa, ingin sekali berbagi cerita dengan seseorang, tetapi semua kata kata itu seolah terjebak di tenggorokannya. Saat dia memasuki rumah, dia menemukan ibunya sedang sibuk menyiapkan makan malam.

"Bu, aku pulang," Sapa Keira lemah.

Ibu hanya mengangguk tanpa menoleh. Keira merasa seperti hantu yang melintas tanpa diperhatikan. Dia duduk di meja makan dengan pikiran yang melayang jauh.

*****

Keesokan harinya, Keira bertemu Cindy di sekolah. Mereka berada di koridor sebelum jam pelajaran dimulai.

"Kei, kayanya kita harus bicara," Kata Cindy sambil menghampiri Keira yang tampak cemas.

"Ngga, Cin. Aku baik baik aja," Jawabnya dengan suara pelan.

"Kamu ngga baik baik aja, dan kamu tahu itu. Aku khawatir, Kei. Kamu makin jauh dari aku."

"Aku... aku cuma butuh waktu. Aku lagi banyak pikiran."

"Tapi kamu harus tahu, aku ada buat kamu. Jangan biarin orang lain nyakitin kamu," Ucap Cindy dengan nada khawatir.

Keira menatap Cindy dengan tatapan penuh harap dan sekaligus ketakutan. Dia ingin sekali bercerita, tetapi bayangan pembullyan dan ketakutannya akan penolakan terus menghantui pikirannya.

*****

Di kelas, pembullyan terus berlanjut. Rina dan teman temannya tidak berhenti mengejek Keira, bahkan saat guru tidak ada. Mereka memanggilnya dengan sebutan sebutan menjijikkan yang membuatnya merasa semakin terpuruk.

"Hei, hantu! Kenapa sih kamu ngga berani jawab? Takut suara kamu bikin kita pingsan?" Rina mengejek sambil tertawa.

Keira menahan napas, mencoba untuk tidak memberi reaksi. Namun, semua rasa sakit itu semakin menumpuk di dalam hati. Suatu hari, saat Rina kembali mengejeknya, Keira merasa emosinya meledak.

"Cukup! Cukup! Aku ngga mau lagi dengar kalian semua!" Serunya, suaranya bergetar penuh emosi.

Semua teman teman di kelas terkejut. Mereka tidak pernah melihat Keira berbicara dengan keras seperti itu. Rina hanya terdiam, tidak tahu harus bereaksi bagaimana.

Setelah kejadian itu, Keira merasa sedikit lega, tetapi juga ketakutan. Dia khawatir akan balasan dari Rina dan teman temannya. Namun, dia merasa harus berani. Dia mulai membuka diri kepada Cindy, menceritakan semua yang dia alami di sekolah.

Saat mereka duduk di taman sekolah, Keira mulai bercerita.

"Cin, aku benci ini semua. Setiap hari aku rasa mereka makin nyiksa aku. Mereka selalu mencari cara biar aku merasa lebih buruk."

"Kamu harus lawan, Kei. Jangan biarin mereka terus nyakitin kamu. Kamu ngga sendiri. Aku di sini, kita bisa hadapi ini bersama."

Keira mengangguk, merasakan harapan kecil mulai tumbuh di dalam dirinya.

"Tapi aku takut, Cin. Mereka lebih kuat."

"Kamu lebih kuat dari yang kamu kira. Jangan biarin mereka ngerusak kamu." Ucap Cindy yang menggenggam tangan Keira, memberikan dorongan

Dengan dukungan Cindy, Keira mulai mencoba untuk berdiri di atas kakinya sendiri. Dia menyadari bahwa dia tidak harus menghadapi semua ini sendirian. Meskipun perjalanan masih panjang, dan rasa trauma masih ada, dia mulai berusaha untuk mengubah cara pandangnya.

Namun, kebahagiaan itu tidak berlangsung lama. Beberapa hari kemudian, Cindy menghampiri Keira dengan ekspresi serius.

"Kei, aku perlu bicara lagi. Ada yang penting."

"Kenapa, Cin?" Tanya Keira, cemas

"Ayahku dapat kerjaan baru di luar kota. Kami sekeluarga harus pindah. Aku... aku akan pergi."

"Ngga! Kamu ngga bakal pergi! Kita baru aja mulai perbaiki semuanya, Cin!"

"Aku tahu, Kei. Tapi ini keputusan yang harus diambil. Aku ngga bisa berbuat apa apa."

"Tapi siapa yang bakal ada di sisi aku? Siapa yang bakal bantu aku ngadepin semua ini?"

"Kamu bisa melakukannya, Kei. Kamu kuat. Ingat, aku bakal selalu ada di sini di hatimu. Jangan lupa siapa dirimu."

*****

Keesokan harinya, saat Cindy bersiap siap untuk pergi, Keira merasa hancur. Dia ingin berlari dan menghentikan Cindy, tetapi dia tahu itu tidak akan mengubah kenyataan. Dalam hatinya, dia berjanji untuk tidak membiarkan semua ini menghentikannya.

*****

Hari hari berlalu, dan Keira harus menghadapi kenyataan baru tanpa Cindy. Rina dan teman temannya kembali melakukan pembullyan, tetapi kali ini, Keira mencoba untuk lebih tegar. Dia berusaha mengingat semua kata kata Cindy, bahwa dia kuat dan bisa menghadapi ini.

"Hei, si kucing yang ditinggal sahabatnya! Apa kamu bakal nangis lagi?" Ejek Rina

"Aku ngga peduli apa yang kamu bilang, Rina. Aku bakal terus maju."

"Oh, lihat guys! Si hantu udah berani bicara. Tapi tetap aja, kamu ngga bakal pernah lebih dari sekadar bahan tertawaan."

"Mungkin kamu bisa ketawa sekarang, tapi aku bakal buktiin ke kamu kalau aku bisa lebih baik dari semua ini."

*****

Saat pulang sekolah, meski lelah, Keira merasa sedikit lebih kuat. Dia tahu bahwa perjalanan ini masih panjang, dan rasa sakitnya belum sepenuhnya hilang. Namun, dengan dukungan kenangan tentang Cindy, dia bertekad untuk tidak menyerah. Dia belajar untuk mencintai dirinya sendiri, meski dalam cermin kegelapan yang masih ada.

Kehidupan di sekolah memang penuh tantangan, tetapi Keira bertekad untuk tidak menyerah. Dia tahu, di balik setiap kegelapan, selalu ada cahaya yang menunggu untuk ditemukan. Dan dengan setiap langkah yang dia ambil, Keira belajar bahwa kekuatan sejatinya berasal dari dalam dirinya sendiri.

TBC!!

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 01 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Jejak derita, harapan KeiraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang