kenyataan pahit

10 9 1
                                    

Sesampainya di rumah sakit, suasana sangat tegang. Keira, Bayu, dan Ibu Ratna langsung berlari menuju meja registrasi, di mana seorang perawat terlihat sibuk dengan catatan. Wajah mereka dipenuhi harapan, tetapi perasaan cemas menggerogoti hati mereka.

"Ada yang bisa saya bantu?" Tanya perawat dengan ramah

"Suami saya, Bima Leonna Pratama, terlibat kecelakaan. Gimana keadaannya? Kami mau tahu." Ucap Bu Ratna panik

Perawat itu melihat ke arah catatan dan mengangguk, tetapi wajahnya menunjukkan tanda tanda yang tidak baik

"Tunggu sebentar, saya akan panggil dokter."

Keira merasakan dadanya sesak. Dia menggenggam tangan Bayu erat erat, berharap yang terburuk tidak akan terjadi. Beberapa menit terasa seperti berjam jam saat mereka menunggu di ruang tunggu

Akhirnya, seorang dokter datang dengan ekspresi serius. Keira menatap dokter itu dengan harapan yang semakin pudar

"Keluarga Leonna Pratama?" Tanya sang dokter

"Iya, dok. Gimana dengan suami saya? Apa beliau baik baik aja?" Ucap Bu Ratna khawatir

"Saya mohon maaf, tetapi... kecelakaan yang dialami suami Anda sangat serius. Kami telah melakukan segala yang kami bisa, tetapi beliau telah meninggal dunia."

Keira merasa seolah seluruh dunia runtuh di hadapannya. Dia tidak bisa mempercayai apa yang baru saja dia dengar. Air mata mulai mengalir di pipinya

Keira: "Ngga! Ngga mungkin! Ayah ngga bisa pergi! Ayah baru aja janji sama kita!" Suaranya bergetar, penuh ketidakpercayaan

"Dok, tolong, ini ngga mungkin. Ayah ngga bisa ninggalin kita." Bayu berusaha menahan tangis, tetapi suaranya pecah

"Saya tahu ini sangat sulit, dan saya sangat menyesal. Kami telah berusaha sekuat mungkin."

Ibu Ratna, dengan wajah yang dipenuhi kesedihan, terjatuh ke lantai. Keira berlari dan memeluk ibunya, merasakan kesedihan yang dalam dan tak tertahankan.

"Bima... kenapa kamu pergi, sayang? Kami disini masih butuh kamu." Air mata Bu Ratna menetes, menutupi wajahnya dengan telapak tangan

"Ayah ngga seharusnya pergi. Ayah harus balik! Ayah belum beres ngajarin kita!" Keira menangis terisak, merasa kehilangan yang tak terlukiskan

Keira merasa hancur, dunia yang pernah cerah kini terasa kelabu. Kenangan indah bersama ayahnya membanjiri pikirannya, dan dia merindukan semua saat saat berharga itu.

Saat mereka keluar dari rumah sakit, langkah kaki terasa berat. Keira merasa seolah semua kebahagiaan dan keceriaan telah hilang. Dia tahu hidup mereka tidak akan pernah sama lagi tanpa sosok Bima Leonna Pratama.

*****

Sesampainya di rumah, suasana terasa hampa. Keira melangkah perlahan, seolah setiap langkahnya berat. Bayu dan Ibu Ratna di sisinya juga tampak terpukul. Mereka masuk ke dalam rumah yang seharusnya penuh dengan tawa dan kebahagiaan, tetapi kini terasa sunyi dan kelam.

"Kita... kita harus kuat, sayang." Suara Bu Ratna bergetar saat dia mencoba menenangkan diri, meski air matanya tidak bisa ditahan

"Tapi, Ibu... gimana kita bisa hidup tanpa Ayah? Ayah selalu ada buat kita." Keira merasa seolah dunia ini tidak adil. Dia tidak ingin kehilangan sosok yang selalu menjadi pelindung dan pendukungnya

Bayu menghela napas panjang, berusaha menahan kesedihannya. Dia tahu mereka harus saling mendukung, tetapi hatinya terasa hancur

"Kita harus ingat semua kenangan baik yang kita miliki bersama Ayah. Ayah pasti mau kita kuat."

Ibu Ratna mengangguk, berusaha menguatkan diri dan anak anaknya. Mereka masuk ke ruang tamu, yang sekarang terasa begitu sepi. Bayu berusaha mengalihkan perhatian adiknya dengan mengingatkan mereka tentang momen momen indah yang pernah mereka lalui bersama Bima

"Ingat ngga waktu Ayah ngajarin kita masak? Ayah pasti bakal senang kalau kita lanjutin hobi itu." Ucap Bayu

"Iya... dan waktu kita piknik bareng. Ayah selalu bikin kita ketawa." Kenangan itu membuat Keira merasa sedikit lebih baik, meski air matanya masih mengalir

Mereka duduk di sofa, merasakan kehadiran Bima yang masih membekas di sekitar mereka.

"Kita harus bisa berusaha buat lanjutin hidup. Ayah mau kita bahagia. Kita harus saling mendukung satu sama lain." Ucap sang ibu

Keira mengangguk, meski hatinya masih penuh rasa sakit. Dia merasa sangat kehilangan, tetapi dia tahu bahwa dia harus mencoba untuk kuat. Keluarga Leonna Pratama harus bersatu, tidak peduli seberapa sulitnya keadaan.

"Iya, Bu. Kita bakal terus ingat Ayah. Kita bakal bikin ayah bangga." Ucap Keira

Jangan lupa di vote ya senggg

Jejak derita, harapan KeiraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang