(14) Dialog Lama

10 0 0
                                    

(2015)

Sean berjalan menghampiri Gina yang sudah lebih dulu tiba di belakang sekolah. Senyum gadis itu merekah melihat kehadiran Sean yang sejak tadi ia tunggu.

"Kok kamu duluan sih?" Sean berpura-pura memasang wajah merajuk. "Seharusnya aku yang disini duluan."

Gina dengan polosnya menyatukan kedua telapak tangannya, "Aku minta maaf. Habisnya aku ngga sabar mau ditembak sama kamu."

Sean memalingkan wajahnya karena malu. Bisa-bisanya Gina dengan gamblang mengutarakan ketidaksabarannya itu. Sedangkan Sean sejak tadi malam hingga detik ini dilanda cemas tiada akhir karena takut menggagalkan momen ini karena terlampau gugup.

"Kenapa?" Gina bertanya. "Kan emang bener, kamu tadi malem habis Isya nge-chat kalau hari ini kamu mau nembak aku di belakang sekolah di jam istirahat kedua."

"Buset, Na, detail banget."

"Iya dong, harus, malahan chat kamu aku bintangin biar bisa diliat terus nih," Gina bahkan tanpa segan menunjukkan layar ponselnya yang menampilkan pesan Sean yang betulan dia bintangi.

"Stop, Gina, jangan bersuara lagi," Sean mengangkat telapak tangannya bermaksud menyuruh Gina diam. "Sekarang giliran aku yang mau ngomong."

"Oke."

Sean menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya, dia sudah berlatih keras bersama Gerald tadi malam sampai mereka berakhir mual sendiri. Usahanya tidak boleh gagal. Rangkaian kata-katanya harus berhasil membuat Gina terpana.

"Gina, sejak pertama kali aku denger kamu nyanyi, aku udah tertarik sama kamu. Aku selalu berusaha cari kamu di keramaian sekolah. Sehari ngga liat kamu, rasanya kangen setengah mampus. Aku ngga pernah sesuka ini sama orang, kamu adalah yang pertama, Na. Cuma sama kamu aku bisa bebas bicara banyak hal, cuma sama kamu aku rasanya ngga bisa berhenti senyum dan tertawa lepas. Sama seperti judul lagunya Sheila on 7, bisa ketemu sama kamu adalah anugerah terindah yang pernah kumiliki di sepanjang hidup."

"Aku tahu kok, ini kedengeran alay banget. Gerald aja sampe muntah karena geli denger aku latihan nembak kamu di depan kaca. Tapi, Na, inilah perasaanku yang sebenarnya. Aku mau kamu memandang aku sebagai Sean yang begini, bukan Sean yang dikenal cuek kayak yang sering dibilang orang-orang. Aku mau jadiin kamu satu-satunya cewek yang bisa melihat aku dalam versi ini, hanya kamu. Jadi tolong terima cintaku ya?"

Gina mematung di tempatnya. Ini juga merupakan kali pertamanya menyukai seseorang. Ternyata, jatuh cinta rasanya semenyenangkan ini ya?

Sean tersenyum bangga melihat respon Gina yang tersihir dengan kalimat panjangnya yang berhasil membuat Gerald muntah. Dia bahkan masih ingat betul, apa komentar Gerald tadi malam, begini katanya; "Gue tahu lo sesuka itu sama SO7, tapi ngga usah pake di mention segala lah anjir. Anugerah terindah yang pernah kumiliki, huwek, menggelikan banget Sean sumpah!"

Sekarang Sean tidak peduli, dengan tingkat kepercayaan diri yang mencuat di atas rata-rata, Sean berjalan mendekat sambil menyodorkan permen stroberi yang sejak tadi dia sembunyikan dibalik punggungnya. Biar apa? Biar kece aja kayak di film-film.

"Kalo permen nya diambil, berarti kamu mau jadi pacar aku."

Dengan senyum malu-malu, Gina meraih permen itu. "Terima kasih, Sean!"

"Sama-sama, pacarku."

"Ih, apaan sih?!" Adegan alay khas anak muda mewarnai suasana siang hari itu. Masa-masa ini tidak akan pernah keduanya lupakan sampai kapanpun.

"Sekarang, kalo ada orang yang berani gangguin kamu, langsung kasih tahu aku ya? Gina udah jadi pacar aku, jadi harus aku lindungin sampe kapanpun!"

Di mata Gina, Sean hari ini kelihatan keren banget persis kayak cowok-cowok yang ada di film favoritnya. "Sampe kapanpun?"

Sean mengangguk, "Aku janji ngga akan ninggalin kamu, aku bakal sama Gina terus untuk waktu yang lama."

"Aku juga ngga akan ninggalin Sean."

"Janji ya, Na?" Sean mengacungkan jari kelingkingnya.

Gina menautkan jari kelingkingnya ke jari kelingking cowok yang sudah menjadi pacarnya tersebut. "Janji!"

"Kau tahu betapa aku, lemah di hadapannya,
Kau tahu berapa lama aku mendambanya.
Mohon Tuhan, untuk kali ini saja,
Beri aku kekuatan, tuk menatap matanya."

Dari balik dinding, muncul Gerald diikuti oleh Seno yang memainkan gitar dengan serius. Adegan ini tidak ada dalam rencana Sean, jadi cowok itu sempat melotot sewaktu mendengar suara fals Gerald.

"Yok semuanya," Gerald berkata seperti itu seolah dia adalah seorang penyanyi terkenal yang tengah berinteraksi dengan seluruh penontonnya. "Angkat tangannya di atas kita nyanyi bareng-bareng!"

Sean tadinya ingin marah karena merasa dua temannya ini merusak suasana. Tapi, saat mendengar Gina ikut bernyanyi dengan ceria, dia memilih diam dan mengamati tingkah lucu gadis yang baru sepuluh menit dipacarinya itu.

"Mohon Tuhan, untuk kali ini saja,
Lancarkanlah hariku, hariku bersamanya.
Hariku bersamanya!"

"Yeay, selamat ya buat Tuan Sean dan Nyonya Gina!" Gerald bertepuk tangan heboh bersama Seno di sebelahnya.

"Yang langgeng bro."

Sean tersenyum angkuh, "Pasti!"

"Rencana mau resepsi dimana, Na? Terus, bajunya nanti pake adat apa? Mau gue rekomendasiin katering yang enak ngga?" Gerald bertanya asal.

"Heh, orang-orangan sawah!" Seno melayangkan tamparannya di belakang kepala Gerald. Mungkin saja setelah ini otak temannya bisa bergeser ke tempat semula. "Kita masih SMA, yakali Sean sama Gina bakal langsung nikah?"

"Yeeeu, kenapa engga?"

"Mau dikasih makan ape anak gadis orang? Dedak?"

"Kalo laper mah balik ke rumah masing-masing, ya ngga, Na?" Gerald bertanya kepada Gina, yang langsung dijawab dengan tawa geli gadis itu. Teman-teman Sean memang kocak semua.

"Ngomong sembarangan lagi gue puter pala lo!" ancam Sean.

"Dih, kasar," Gerald membalas. "Lihat deh, Na, masa lo mau pacaran sama orang kasar kayak gini?"

"Oi, lu bener-bener ye!"

"Udah, udah," lerai Seno. Dia tiba-tiba saja teringat pada sepupu Sean yang akhir-akhir ini akrab dengan Chandra. "Geisha mana? Tumben ngga bareng lo?"

Dengan santai Sean membalas, "Biasa, sama Chandra."

"Chandra badung gitu anaknya, apa lo kaga takut?" tanya Gerald. Mau bagaimanapun juga, Chandra tetaplah anak nakal yang patut diwaspadai meski mereka sudah bersahabat sejak lama. "Main percaya aja lo ama dia."

"Ya emang Chandra mau ngapain?"

"Ngapain aja, kita ngga tahu apa yang bisa terjadi kan?"

Sean mengibas-ngibaskan tangannya, menyuruh kedua temannya ini untuk bersikap santai karena tidak mungkin Chandra berani macam-macam pada Geisha. "Udahlah, kalem."

"Kalo lo kena omel Umma kita ngga ikut-ikutan ya?"

"Iya ah cerewet!"

Sean di hari itu terlalu santai dan menganggap enteng kondisi mental Geisha yang lemah sejak perceraian kedua orangtuanya. Dia tidak tahu, bahwa di hari-hari selanjutnya, terjadi hal yang tidak diinginkan pada Geisha yang diakibatkan oleh kelalaiannya.

***

Forgive Me | Sehun X SeulgiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang