(8) Es Taro

13 0 0
                                    

(2015)

Sean berjalan menuju kantin dengan kedua tangan dimasukkan ke saku celana. Dilihatnya kanan-kiri untuk memastikan tak ada cabe-cabean sekolah yang akan mendekat begitu melihat kehadirannya. Lalu setelah aman ia mempercepat langkahnya dan mengambil posisi antri di belakang seorang gadis mungil yang sejak dua minggu lalu tak henti-hentinya ia pikirkan.

Aroma manis strawberry yang berasal dari rambut gadis itu menyeruak hingga ke indera penciuman Sean. Ingin sekali rasanya ia memakan rambut yang hari ini dikepang dua oleh si pemilik tersebut. Kira-kira, jika itu Sean lakukan, apa yang akan terjadi ya? Mungkin dia akan dianggap gila.

Saat ini mereka sedang mengantri untuk membeli es cekek, minuman yang dimasukkan ke dalam kantong plastik dan diberi sedotan. Diperhatikannya rasa apa yang gadis itu pilih saat gilirannya untuk memesan telah tiba.

"Pak, rasa taro nya satu!"

"Ngga ada, Neng."

"Yah, Pak..." Nada bicaranya yang mendadak memelan itu membuat Sean gemas sendiri. Sesuka itu ya sama rasa taro?

"Maaf ya, besok Bapak beli rasa taro."

Telunjuk Sean mengetuk-ngetuk bahu orang yang hanya sebatas ketiaknya itu agar menoleh.

"Apa?" tanyanya. "Mau beli ya? Nih, maaf ngehalangin."

Belum ada kesempatan bagi Sean untuk menjawab, si gadis sudah melenggang pergi sambil menunduk sedih karena tak kesampaian untuk membeli es cekek rasa taro. Malangnya.

Sean segera berlari dan mengejarnya, "Hei, tunggu!"

Yang dikejar berhenti dan menatap dengan bingung, "Apa?"

"Aku tahu dimana bisa dapetin es cekek rasa taro," ujar Sean.

Mata yang sebelumnya terlihat penuh kesedihan itu tiba-tiba berbinar cerah. "Dimana? Dimana? Dimana?"

"Tapi ngga gratis. Kamu harus kasih imbalan buat aku, baru deh nanti aku beliin es cekek."

"Duit?"

Sean menggeleng, "Nomor WhatsApp kamu."

"Kok ngga mau duit?" tanyanya keheranan. Sean jadi tambah gemas, apa gadis ini tidak sadar kalau dirinya sangat cantik dan lucu? "Semua orang mau duit, kamu malah mau nomor WhatsApp. Emang bisa nomor dipake buat beli jajan?"

Sean menggaruk-garuk kepalanya. "Eh, aku minta nomornya biar kalo rasa taro di kantin habis, kamu bisa langsung minta tolong aku aja buat beli."

"Wah, gitu ya?" Mendengar alasan Sean yang jika didengar oleh orang normal ketara sekali mau modus, gadis tersebut langsung menyebutkan nomornya tanpa ragu. Dia benar-benar tidak sadar dengan maksud lain Sean. "Kosong delapan......"

"Ya, oke, thank you," Sean tersenyum senang karena berhasil mendapatkan apa yang ia mau. "Nama kamu siapa?"

"Lembayung Regina, panggil aja Gina."

"Oke, Gina," balas Sean. "Aku Pangestu Sean Jayadana. Panggilnya Sean. Salam kenal ya!"

Gina mengangguk, kemudian menatap Sean dengan penuh harap. "Es taro nya mana? Aku kan udah kasih kamu nomor WhatsApp."

"Kamu mau sekarang?"

"Iya, mau banget."

"Kamu tunggu aku di depan lab biologi ya, duduk disana. Sekitar sepuluh menit lagi aku balik dan bawa es taro."

"Siap!" Gina mengacungkan jempolnya sambil tersenyum lebar dan berlari menuju ke lab biologi lalu duduk di bangku panjang yang ada disana.

Sementara Sean, dia langsung dilanda panik karena dua hari yang lalu dia sudah kena peringatan Pak Minto setelah ketahuan melompati pagar bersama Gerald untuk jajan di warung yang ada di belakang sekolah. Mereka memang dilarang membeli makanan diluar sekolah karena warung-warung disana biasanya menjual rokok, dan untuk mencegah hal itu sekolah hanya memperbolehkan mereka jajan di kantin saja.

Forgive Me | Sehun X SeulgiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang