Mencoba memahami

245 26 6
                                    

Malam itu, revandra habiskan di rumah sakit menemani kedua anaknya.

Selain Jerry yg memang masih butuh perawatan intensif, Bian juga masih belum sadar sejak pingsannya tadi siang.

Suhu tubuh Bian tinggi, bahkan sempat kejang saat dibawa ke rumah sakit.
Revandra tentu khawatir.
Berjam-jam revandra duduk di ruangan rawat Bian yg hening.

Tak lama revandra mulai menangkap pergerakan dari Bian.
Revandra segera beranjak mendekati ranjang Bian, melihat keadaannya.

Bian nampak mengerutkan keningnya, ia berusaha untuk berbicara dalam pejamnya dengan raut kesakitan.

"Gak,,,, gue gak mau...hiks,, jangan paksa gue!!..mama... Maaf! Hiks,,,, maafin Bian.." ucap Bian lirih.
Air matanya nampak mengalir dari matanya yg masih erat terpejam.

Revandra sigap menggenggam tangan Bian, bermaksud menenangkannya.

"Bian... Sadar... Buka mata kamu." Ucap revandra lembut.

Tak lama akhirnya Bian membuka matanya.
Ia tatap revandra yg tengah ada disampingnya.

"A-ayah.." ucap Bian nampak sedikit terkejut.
Bian berusaha untuk bangun.

Revandra segera mencegahnya.
"Tiduran aja." Ucap revandra.

"Ayah,, maaf,, aku gak ada niat buat lakuin itu, aku cuma takut." Ucap Bian mengingat hal terakhir yg ia lalui.

"Gak usah kamu inget lagi, lupain semuanya. Ayah maafin kamu." Ucap revandra lembut.
Bahkan mungkin ini pertama kalinya bagi Bian ia mendengar revandra berbicara lembut padanya.

"Ini beneran ayah?? Aku gak lagi mimpi kan?" Tanya bian yg tak percaya.

Revandra tersenyum mendengarnya.

"Kamu pikir siapa lagi?" Ucap revandra.

"Ayah beneran maafin aku?" Tanya bian lagi.

"Ayah maafin kamu, tapi kamu harus jujur sama ayah setelah ini, komplotan Jony bukan komplotan sembarangan Bian." Ucap revandra.

Senyum Bian mulai luntur mendengar nama Jony disebut.

"Maksud ayah apa?" Ucap Bian.

"Kasih tau semua yg kamu tau tentang Jony. Dari mulai kamu kenal dia sampai kejadian kemarin." Ucap revandra telak.

DEG

Bian merasa atmosfer di ruangannya menipis, nafasnya seakan sulit untuk bernafas normal.
Teringat masa kecilnya yg ia habiskan dulu bersama karyawan Jony untuk menghasilkan uang, sampai ia terjebak mengikuti pekerjaan kriminal yg diperintahkan Jony, dari mulai memukuli orang, bahkan sampai ikut meng',eksekusi orang.

Bian mulai berkeringat dingin. Nafasnya mulai tersengal-sengal saat itu.

Menyadari ada yg tak beres dengan Bian, revandra sedikit khawatir.

"Bian..kamu kenapa? Ada yg sakit?" Tanya revandra.

"Hhah,,,See...sak..yah..Hhah.." ucap Bian sambil meremas dadanya.

Revandra sigap menekan tombol darurat di samping Bian.

Tak lama beberapa suster juga dokter datang.

"Ada apa om? Kenapa Biannya?" Ucap Leon yg kebetulan dokter disana yg menangani Bian.

"Tiba-tiba sesak nafas." Ucap revandra.

Leon sigap memeriksa Bian. Ia mulai menaikan saturasi oksigen yg mengalir melalui selang nasal canull yg Bian pakai.

Setelah itu Leon duduk disamping ranjang Bian menggantikan revandra. Ia   usap perlahan punggung Bian menyalurkan ketenangan.

"Bian.. liat Kaka... Tenang ya,,, nafas pelan-pelan..gak ada yg mau sakitin kamu disini. Tenang..bisa kan?" Ucap Leon halus.

BIANANTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang