BAB 03 : Tugas Seorang Kakak

23 2 0
                                    

Note :

Labestia, Kerajaan yang berada di ujung utara Kekaisaran utama, dikenal sebagai wilayah terdingin yang pernah ada. Dibalut oleh musim dingin abadi, Labestia berdiri megah, memancarkan kekuatan dan ketahanan dalam setiap sudutnya. Meskipun menjadi bagian dari lingkaran Kerajaan yang mengelilingi kekaisaran, Labestia memiliki keunikan tersendiri. Tidak seperti Kerajaan-kerajaan lain, Labestia bukan hanya sekadar bayang-bayang dari Kekaisaran. Ia memiliki wilayah dan rakyat yang independen, menjadikannya sebuah entitas mandiri yang kuat namun penuh misteri.

Yang lebih menarik, meski berdiri sebagai Kerajaan yang terpisah, pemimpin Labestia tidak menyandang gelar raja atau ratu. Sebaliknya, mereka diangkat sebagai Grand Duke dan Grand Duchess, gelar bangsawan yang tinggi namun tidak setara dengan monarki penuh.

Gelar itu mencerminkan peran mereka sebagai penjaga dan pengelola tanah es yang keras, dengan kekuasaan yang dalam namun juga batasan yang jelas di bawah Kekaisaran utama. Labestia, dengan segala keunikannya, menjadikannya simbol ketahanan, kekuatan, dan kebanggaan di antara Kerajaan-kerajaan yang melingkari pusat kekuasaan.

Jadi, Labestia ini hampir membentuk Kekaisaran, tetapi mengingat perjanjian yang sudah berabad-abad lamanya, Labestia dan yang lainnya hanya bisa membentuk Kerajaan yang mengelilingi Kekaisaran utama.

Dan, karena wilayahnya yang paling utara, musim dingin mereka itu abadi, tetapi masih akan ada matahari. Hanya saja, meskipun ada matahari, dinginnya wilayah itu tidak akan ada yang berbeda, akan tetap dingin namun tidak sedingin biasanya.

Pst. mereka bukan istana, melainkan Mansion. Istana itu biasanya buat Kekaisaran yang dipimpin Kaisar dan Permaisuri.

...

Pagi itu, suasana di Mansion terasa tenang. Sinar matahari menyinari kamar Lyivenna lewat celah gorden yang terbuka sedikit. Burung-burung berkicau di luar, menciptakan melodi yang indah. Lyivenna membuka matanya perlahan, membiarkan dirinya menikmati sejenak kedamaian itu sebelum hari kembali dihadapkan dengan tugas-tugas yang sudah menunggunya.

Suara langkah kaki terdengar dari luar pintu kamarnya. Para dayang mengetuk dan masuk dengan langkah teratur, membawa perlengkapan untuk membantu sang putri bersiap-siap. "Selamat pagi, Putri Lyivenna.." Salah satu dari mereka menyapa dengan senyum ramah.

Lyivenna duduk di tepi ranjangnya, membiarkan para dayang membantu dirinya. "Selamat pagi." Balasnya, suaranya pelan.

Dayang lainnya dengan lembut berkata, "Grand Duke dan Grand Duchess mengundang Anda untuk bertemu di kamar mereka, Putri."

Mendengar kabar itu, Lyivenna sejenak merasa ketegangan membelenggu dirinya. Ia jarang bertemu langsung dengan kedua orang tuanya kecuali pada acara-acara penting atau saat pelajaran formal. Namun, seperti biasa, ia tak menunjukkan rasa khawatirnya. Dengan anggukan kecil, ia membiarkan para dayang melanjutkan persiapan.

Surai perak Lyivenna disisir rapi dan dikepang ke samping dengan penuh keahlian oleh salah seorang dayang, menambah kesan anggun dan manis pada dirinya. Gaun biru muda seperti permukaan danau yang ia lihat kemarin, mengalir dengan indah di tubuh kecilnya. Usai memastikan semuanya sempurna, Lyivenna berdiri dan melangkah keluar dari kamarnya, diikuti oleh para dayang yang setia menemaninya.

Lorong Mansion terasa begitu panjang, tetapi Lyivenna sudah mulai terbiasa dengan perjalanan ini. Setiap langkah yang ia tempuh, begitu tenang, penuh tata krama, seperti yang selalu diajarkan Guru kepadanya. Meskipun ada sedikit rasa gugup, ia menjaga ekspresi wajahnya tetap terkendali. Mansion besar itu dipenuhi oleh keheningan pagi yang damai, hanya suara langkah kakinya yang terdengar bergema di lantai marmer.

Butterflies of Labestia: The Heir's Final LightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang