Dengan langkah besar dan tegas, Taecy menggendong tubuh mungil Lyivenna yang tak sadarkan diri. Wajahnya penuh ketegangan, namun sorot matanya tetap memancarkan kebanggaan yang diam-diam. Ia memasuki mansion dengan kewibawaan seorang Grand Duke, meskipun di dalam hatinya ada kekhawatiran yang menyesak. Setiap pelayan dan penjaga yang melihatnya segera mundur, memberikan ruang, mengetahui bahwa situasi ini sangat serius.
"Kepala Pelayan!" Suaranya menggema di lorong-lorong Mansion. "Panggil dokter sekarang! Dan bereskan kekacauan ini! Pastikan tidak ada satu pun sudut yang luput dari pengawasan!"
Perintah itu segera diikuti tanpa banyak tanya. Para pelayan dan penjaga bergegas, mengatur kembali keamanan Mansion, sementara dokter segera dipanggil untuk memeriksa Putri sulung Grand Duke. Taecy terus membawa Lyivenna ke dalam kamar, langkahnya tetap kokoh, meskipun beban emosional semakin menekan dirinya.
Tak lama kemudian, dokter tiba dengan cepat, wajahnya tegang melihat kondisi Lyivenna. Lyssandra sudah ada di ruangan, dengan Yevellyn dalam pelukannya, matanya penuh dengan rasa cemas. Taecy mengintimidasi sang dokter dengan tatapannya yang dingin, memastikan pria itu tidak menyembunyikan apa pun tentang kondisi Putrinya.
Dokter memeriksa Lyivenna dengan hati-hati, tetapi ketika ia berbicara, kata-katanya membuat darah Taecy mendidih. "Luka ini diakibatkan oleh panah beracun," Begitu kata dokter. "Racunnya sudah menyebar cukup cepat. Jika tidak segera diberikan penawar, kita mungkin akan-"
"Penawar?" Potong Taecy dengan suara menggelegar, matanya menatap tajam dokter yang tampak gemetar.
"Apa maksudmu tidak ada penawar? Cari penawar sekarang juga!"
Dokter menggeleng dengan cemas, "Para medis di sini tidak memiliki penawarnya, Yang Mulia. Racun ini sangat langka, mungkin berasal dari wilayah lain, dan tanpa penawar, saya... khawatir Putri Lyivenna tidak akan bertahan."
Mendengar kata-kata itu, Taecy merasa dunianya runtuh. Wajah Lyivenna yang pucat, dengan peluh keringat membasahi dahinya, seakan menjerit dalam kesakitan. Gadis kecil itu, yang baru saja memamerkan kekuatannya, kini terlihat begitu lemah, seperti pejuang yang kalah dalam pertempuran. Ia berjuang dalam diam, melawan racun yang menggerogoti tubuhnya.
Di sisi lain, Lyssandra tampak kebingungan, berusaha menenangkan Yevellyn yang menangis keras. Suara tangisan sang bayi memenuhi ruangan, seakan turut merasakan penderitaan kakaknya. Lyssandra mencoba membaringkan Yevellyn di samping Lyivenna, berharap bayi itu tenang. Dan ajaibnya, perlahan tangisan itu mereda. Yevellyn menatap kakaknya dengan mata emeraldnya, seperti tahu bahwa kakaknya itu sedang kesakitan.
Ikatan batin di antara kedua saudari itu begitu jelas terlihat. Yevellyn yang baru saja terdiam, seakan ingin memberikan ketenangan bagi kakaknya. Namun, hati Lyssandra semakin teriris melihat Lyivenna yang begitu lemah, wajahnya semakin pucat, dan setiap tarikan nafasnya terdengar berat.
Taecy, yang biasanya tangguh dan tak tergoyahkan, kini berada di ambang kehancuran. Frustrasi menguasainya, dan untuk pertama kalinya, ia merasa tak berdaya. Lyssandra meraih tangannya, mencoba menenangkannya, "Taecy, kita harus tetap tenang. Kita tidak bisa kehilangan Lyivenna... dia kuat, dia pasti bisa bertahan."
Namun, di dalam hatinya, Lyssandra juga tahu waktu sedang berpacu melawan mereka. Racun itu terus menyebar, dan mereka harus segera menemukan cara untuk menyelamatkan putri sulung mereka. Sementara itu, Yevellyn, meskipun masih bayi, tampak seolah-olah memberikan kekuatan kecilnya kepada kakaknya, menenangkannya dengan caranya sendiri.
Pemandangan di ruangan itu penuh ketegangan, harapan, dan ikatan yang tak terucapkan antara keluarga ini. Mereka semua tahu bahwa Lyivenna sedang berjuang -bukan hanya melawan racun yang merenggut nyawanya, tetapi juga demi cinta dan tanggung jawab yang ia emban sebagai seorang kakak dan pewaris takhta Labestia.
...
Waktu terus berlalu tanpa bisa dihentikan, namun keadaan semakin memburuk bagi Lyivenna. Setiap harinya, garis-garis keunguan semakin jelas terlihat di kulitnya, tanda bahwa racun telah merambat ke seluruh tubuhnya. Meskipun Taecy dan Lyssandra telah mengerahkan segala daya dan upaya untuk menemukan penawar, hasilnya nihil. Kegelisahan dan keputusasaan merayap di seluruh Labestia, rasa frustasi menghantam seisi Kerajaan yang menyaksikan pewaris masa depan mereka terbaring lemah, di ambang kematian.
Sudah seminggu berlalu, tetapi tak ada satu pun penawar yang berhasil ditemukan. Lyivenna semakin tampak seperti bayangan dirinya yang dulu. Tubuh kecilnya lemah, nafasnya pendek, dan wajahnya semakin pucat. Kegundahan terus menyelimuti hati Taecy dan Lyssandra. Mereka tidak hanya berjuang melawan waktu, tetapi juga melawan perasaan tak berdaya yang menggerogoti mereka dari dalam.
Suatu hari, Haxlegard, sahabat kecil Lyivenna, datang menjenguk ke Mansion. Ia membawa ketulusan dalam kedatangannya, meskipun suasana sangat suram. Dalam hatinya, Haxlegard merindukan sosok Lyivenna, sahabatnya yang tangguh dan selalu menantangnya dengan ekspresi datar namun penuh determinasi.
Saat ia menatap tubuh Lyivenna yang terbaring lemah, Haxlegard merasa tercekik oleh kenyataan ini. Sahabatnya, pewaris Labestia yang kuat, kini terlihat begitu rapuh. Pikiran-pikiran muram menguasainya hingga tiba-tiba sesuatu terlintas di benaknya -sebuah ide yang mungkin saja bisa menyelamatkan Lyivenna.
Tanpa menunggu lama, ia bergegas menemui Ayahnya, Marquess Vertnalta. "Ayah!" Serunya, suaranya penuh kegelisahan namun juga harapan.
"Mungkin... mungkin racun ini bisa disembuhkan dengan kekuatan suci milik Kerajaan Lucarn!"
Marquess Vertnalta terdiam sejenak, merenungkan kata-kata Putranya. Mata tuanya menyipit, namun dalam benaknya, ia tahu Haxlegard mungkin benar. Kerajaan Lucarn, yang terkenal dengan kekuatan suci mereka, mungkin memiliki jawaban untuk racun yang tak bisa disembuhkan dengan cara biasa.
Tanpa membuang waktu, Marquess menyampaikan ide tersebut kepada Taecy, yang mendengarnya dengan penuh harap. "Kerajaan Lucarn memiliki kekuatan suci yang besar, Taecy. Ini mungkin satu-satunya kesempatan kita."
Mata Taecy yang semula dipenuhi kekhawatiran mulai memancarkan cahaya baru. Ia segera memutuskan untuk pergi bersama dengan Lyssandra juga, bahwa mereka harus bergegas menuju Lucarn. Tidak ada pilihan lain. Harapan terakhir untuk menyelamatkan Putri mereka terletak pada kekuatan penyembuh dari Kerajaan tersebut.
Taecy mempersiapkan perjalanan dengan cepat, sementara Lyssandra tak henti-hentinya memandangi Putri sulungnya dengan air mata yang tertahan. Haxlegard, dengan setia, berjanji untuk tetap berada di mansion dan menjaga Lyivenna selama mereka pergi. "Saya akan tetap di sini, Grand Duke. Percayakan Putri Lyivenna pada saya. Saya akan memastikan tidak ada yang terjadi."
Taecy menepuk pundak Haxlegard dengan rasa terima kasih yang mendalam, sebelum ia, Lyssandra, dan Marquess bergegas meninggalkan Mansion. Mereka naik ke dalam kereta dengan kusir yang sudah siap, dan dengan sihir teleportasi, mereka bergerak cepat menuju Lucarn, tempat di mana harapan untuk keselamatan Lyivenna mungkin bisa ditemukan.
Di Mansion, Haxlegard duduk di samping tempat tidur Lyivenna, memandangi sahabat kecilnya yang terbaring lemah. Dalam hati, ia berdoa agar Grand Duke, Grand Duchess dan Ayahnya berhasil membawa penawar itu kembali. Tidak ada yang lebih ia inginkan saat ini selain melihat senyum datar sahabatnya kembali, meskipun penuh dengan tatapan dingin khas Lyivenna.
To be continued.
kamis-jumat ga sempet update karena ada tugas lainnya, jadi bertabrakan, jadinya hari ini baru bisa ke update
KAMU SEDANG MEMBACA
Butterflies of Labestia: The Heir's Final Light
FantasyLyivenna Veronica de Labestia, dikenal sebagai 'Kupu-kupu terakhir' Kerajaan Labestia, menjadi simbol harapan dan cahaya bagi masa depan Kerajaan. Sejak kecil, ia menanggung beban tanggung jawab dan ekspektasi besar, terpaksa tumbuh dewasa lebih cep...