BAB 06 : Sempurna

26 3 0
                                    

Manik mata itu perlahan terbuka, beradaptasi dengan cahaya lembut yang mengisi kamar bercorak mewah di sekelilingnya. Hembusan nafas pelan terdengar, mencoba merasakan keberadaan tubuhnya setelah sekian lama tak bergerak. Dengan susah payah, ia berusaha bangkit dari ranjang besar yang mengelilinginya seperti perisai pelindung. Namun, saat kakinya yang mungil menyentuh lantai dingin, tubuhnya lemah, dan ia jatuh tersungkur. Kakinya seperti jelly, seolah-olah mereka menolak perintah setelah terlalu lama tak digunakan.

Suara jatuh yang ia buat menggema di ruangan itu, mengundang suara gaduh dari luar pintu. Pelayan dan dayang pribadinya bergegas masuk, wajah-wajah mereka berubah dari cemas menjadi haru saat melihat putri mereka yang akhirnya terjaga.

"Putri Lyivenna, akhirnya Anda bangun juga!" Seru salah seorang dayang, suaranya bergetar penuh emosi. Para pelayan yang lain tersenyum, beberapa di antara mereka bahkan meneteskan air mata kebahagiaan.
Lyivenna menatap mereka dengan pandangan bingung. "Apa yang terjadi padaku?" Gumamnya pelan, kesadarannya masih penuh tanya.

Salah satu pelayan dengan cepat memberi perintah, "Panggil Grand Duke dan Grand Duchess!" Mereka bergegas keluar untuk memberitahukan kabar gembira ini kepada orang tua Lyivenna, sementara beberapa yang lain membantu sang Putri sulung itu untuk duduk kembali di tepi ranjangnya.

Lyivenna menoleh ke arah dayang pribadinya, Emma, yang berdiri dengan wajah terharu. "Emma, sudah berapa lama aku tidak sadarkan diri?" Tanyanya, nada suaranya penuh kebingungan, disertai dengan sedikit kepanikan.

Emma tampak ragu sejenak sebelum menjawab, "Sudah dua bulan lamanya anda tidak sadarkan diri, Putri..." Ucapannya membuat Lyivenna terdiam, terkejut mendengar betapa lama ia tertidur, tak menyangka waktu telah berlalu begitu panjang tanpa ia sadari.

Kemudian, suara langkah kaki terburu-buru terdengar dari luar, disusul dengan suara pintu terbuka lebar. Di ambang pintu, berdiri kedua orang tuanya —Grand Duke Taecy dan Grand Duchess Lyssandra —dengan wajah dipenuhi kebahagiaan dan kelegaan. Di pelukan Ibundanya, adik kecil Lyivenna, Yevellyn, tampak tertidur pulas.
Melihat mereka, Lyivenna merasakan kehangatan menyelimuti hatinya. Senyum tipis terukir di bibirnya meskipun tubuhnya masih terasa lemah. Ini adalah momen yang menenangkan di tengah badai yang pernah ia lalui. Mereka terlihat begitu bahagia, dan dalam hatinya, Lyivenna merasakan kelegaan yang luar biasa.

Sang Ayah, Grand Duke Taecy, memeluk Lyivenna erat, seolah takut kehilangan dirinya. Pelukan itu terasa begitu asing bagi Lyivenna. Seingatnya, sang Ayah hanya pernah memeluknya seperti ini ketika ia masih balita. Kini, pelukan itu terasa berat, namun Lyivenna tidak membalasnya. Ia hanya berdiri kaku, tenggelam dalam pikirannya, mencoba memahami perasaan yang tiba-tiba menyeruak di antara mereka. Mungkin, di pikirannya, Ayahnya bersikap begini hanya karena takut kehilangan dirinya, bukan karena cinta atau kasih sayang yang tulus.

"Ayah," Bisiknya, suaranya terdengar lirih dan ragu, "Apakah kau bangga kepadaku?"

Taecy, dengan wajah tegas yang tak menunjukkan kehangatan, memandang putrinya. Ekspresinya tidak berubah, seperti biasa, penuh kendali dan dingin. "Aku bangga," Jawabnya datar, "Tetapi kau belum sempurna."

Mendengar jawaban itu, Lyivenna menghela nafas. Di balik tatapan matanya yang dingin, tersirat kekecewaan yang mendalam. Keinginan untuk mendapatkan pengakuan dari Ayahandanya selalu membayangi langkahnya, tetapi setiap kali ia berharap, jawabannya selalu sama: tidak cukup.

"Baik, terima kasih, Ayahanda," Ucap Lyivenna, nada suaranya mengeras sedikit, tetapi tetap sopan. Ia lalu menoleh ke Renna, salah satu dayangnya. "Renna, katakan pada Kepala Pelayan untuk menjadwalkan kelasku hari ini dan seterusnya. Aku harus mengejar keterlambatanku selama dua bulan."

Butterflies of Labestia: The Heir's Final LightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang