BAB 11 : Sudut Pandang Haxlegard

7 1 0
                                    

Namaku Haxlegard Hersy Vertnalta, Putra tunggal Marquess Ji dari Vertnalta. Orang-orang biasa memanggilku Haxlegard. Di usiaku yang baru genap sepuluh tahun, aku sudah sering mendengar orang dewasa membicarakan masa depan —tugas, tanggung jawab, dan kewajiban yang harus kuterima kelak sebagai penerus garis keturunan Vertnalta. Meski begitu, beban itu tidak pernah terasa terlalu berat. Aku selalu berpikir, selama aku memiliki orang-orang yang ku sayangi, beban apapun bisa kuatasi. Salah satu orang yang paling berarti bagiku adalah Lyivenna Veronica de Labestia.

Dia tiga tahun lebih muda dariku, tapi dia sangat dewasa untuk usianya. Lyivenna bukan gadis biasa. Sejak pertama kali bertemu dengannya, aku tahu dia istimewa. Meski sering tampak dingin dan jauh, ada sesuatu dalam tatapannya yang membuatku ingin selalu berada di sampingnya, melindunginya, dan melihat senyumnya. Di balik sikap tenangnya, aku tahu ada beban besar yang dipikulnya, jauh lebih besar dari apapun yang pernah kurasakan.

Lyivenna... Putri penerus Labestia, Kerajaan yang dikenal dengan musim dingin abadinya. Kami bertemu saat perjamuan Kerajaan, di mana Ayahku, Marquess Ji, sering mengajak kami ke Labestia untuk mempererat hubungan antar Kerajaan. Sejak itu, kami berteman baik. Meski dia tampak kaku pada awalnya, perlahan dia mulai membuka diri kepadaku, sedikit demi sedikit, seperti salju yang perlahan mencair di musim semi.
Hari ini, aku melihatnya berbeda. Matanya penuh dengan beban, dan meski aku tidak mengerti seluruhnya, aku bisa merasakannya.

Ada sesuatu yang selalu ia sembunyikan, seolah setiap langkah yang ia ambil ditentukan oleh sebuah takdir yang tak bisa diubah. Di umurnya yang baru tujuh tahun, Lyivenna sudah belajar begitu banyak hal, jauh lebih banyak daripada anak-anak seusianya. Tapi, aku tahu dia tidak bahagia. Di balik segala kemampuannya, senyumnya jarang terlihat. Dan aku, sebagai sahabatnya, ingin sekali melihat senyum itu kembali terukir di wajahnya.

Aku sering mendengar cerita tentang bagaimana dia harus melindungi adiknya, bagaimana tanggung jawab sebagai penerus Labestia telah membentuknya menjadi sosok yang tangguh, namun kesepian. Ada banyak momen di mana aku merasa sedih untuknya, terutama saat dia menceritakan hari-hari di mana orang tuanya lebih fokus pada adiknya, sementara Lyivenna hanya ingin sedikit perhatian —sedikit kehangatan di tengah musim dingin yang abadi.

Ketika Lyivenna datang ke Vertnalta hari ini, aku melihatnya sebagai kesempatan untuk membawanya keluar dari beban itu. Aku ingin memberinya kebahagiaan, meski hanya untuk sementara. Kami menghabiskan waktu bersama, berlatih menggunakan aura, dan berkeliling mansion. Aku memperlihatkan tempat-tempat yang sering menjadi pelarian bagiku dari dunia orang dewasa. Salah satunya adalah ruang lukisan, di mana potret keluargaku tergantung di dinding.

Di ruangan itu, dia melihat lukisan ibuku —wanita berambut pirang dengan mata hazelnut yang pernah menjadi bagian dari hidupku. Saat dia bertanya siapa wanita itu, seolah waktu berhenti sejenak. Aku menatap lukisan itu dengan perasaan yang sulit digambarkan. Ibuku meninggalkan kami bertahun-tahun lalu, pergi ke negara lain yang lebih damai, tanpa pernah kembali. Dia memilih kehidupan tanpa kami, merasa bahwa membawa seorang anak sepertiku hanya akan merepotkan. Dan setiap kali aku melihat lukisan itu, aku teringat betapa kosongnya hidup kami tanpa kehadirannya.

Tapi aku tidak ingin Lyivenna melihat kesedihan itu. Aku tahu, dia punya beban yang jauh lebih besar dari apapun yang kurasakan tentang ibuku. Jadi, kuajak dia kembali berlatih, mencoba mengalihkan perhatiannya, dan juga diriku. Kami berlatih menggunakan aura, aku mengajarinya lebih banyak, meski dalam hati, aku tahu dia tak membutuhkan bimbingan sepertiku. Dia lebih kuat dari yang dia sadari.

Di malam harinya, saat dia hendak pulang, aku merasakan kekhawatiran mengalir di hatiku. Musim dingin di Labestia tak bisa disamakan dengan musim dingin di tempat lain. Di sini, di Vertnalta, meski masih dingin, ada kehangatan yang bisa ditemukan. Tapi Labestia... Labestia adalah Kerajaan yang dinginnya abadi, dan malam hari adalah saat di mana rasa dingin itu menjadi lebih kejam. Untungnya, ayahku, Marquess Ji, berhasil meyakinkan Lyivenna untuk tetap menginap di sini. Aku ikut merasa lega, mengetahui bahwa sahabatku setidaknya aman dari dinginnya malam Labestia.

Butterflies of Labestia: The Heir's Final LightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang