"Tidak ada tempat untukmu selain di sisiku."
~Leonard Colin
•~•~•~•~•~•~•
Namun, saat dia mencapai lift, tiba-tiba pintu lift terbuka di depannya. Di sanalah Leonard berdiri, dengan tangan dan baju yang berlumuran darah. Mata Camila melebar karena terkejut, tubuhnya kaku di tempat, tidak bisa bergerak atau berkata-kata.
Leonard menatapnya dengan tatapan yang begitu dingin, begitu tenang. Tangannya yang penuh darah masih menggenggam sesuatu, tetapi terlalu gelap untuk Camila melihatnya dengan jelas. "Camila," suaranya rendah dan pelan, tetapi penuh ancaman. "Mau ke mana kau?"
Di sebelah Leonard, Alex berdiri dengan ekspresi datar, tetapi di bajunya juga ada bercak darah. Alex, pelayan setia yang selalu berada di sisi Leonard, sekarang menatap Camila tanpa emosi, seolah-olah apa yang baru saja terjadi adalah hal biasa.
Camila merasa seluruh tubuhnya kaku. Suasana terasa seperti mimpi buruk yang tidak pernah ia bayangkan. Dia menatap Leonard dengan campuran rasa takut dan jijik, terutama karena darah yang berceceran di tubuhnya. "Apa yang terjadi, Leonard?" suaranya bergetar, matanya terus memandangi tangan Leonard yang berdarah.
Leonard berjalan mendekat dengan langkah pelan, tatapannya tidak pernah lepas dari Camila. "Aku baru saja menyelesaikan urusan yang harus diselesaikan," jawabnya tenang, seolah-olah percakapan ini adalah hal biasa. "Dan sekarang kau ingin kabur?"
Camila merasakan jantungnya semakin berdebar keras. Dia mundur, tubuhnya gemetar, tetapi dinding di belakangnya menghentikan langkahnya. "Leonard, aku... aku hanya..."
Leonard mengangkat tangannya yang berdarah, menghentikan kata-kata Camila. "Tidak ada alasan, Camila," ucapnya tajam. "Aku sudah bilang, kau tidak akan bisa pergi. Kau milikku."
Suara Leonard terdengar semakin tajam, dan Camila tahu bahwa dia tidak bisa melawan dalam situasi ini. Di depannya, Leonard bukan hanya pria yang berbahaya—dia adalah monster yang hidup dalam dunia kekerasan, darah, dan kekuasaan. Dan sekarang, monster itu berdiri di depannya, dengan tangan yang berlumuran darah, memaksanya untuk tunduk.
Air mata mulai menggenang di mata Camila, tetapi dia menahannya. Dia tidak bisa membiarkan Leonard melihat kelemahannya. "Aku tidak mencoba kabur," dusta Camila, suaranya terdengar lemah. "Aku hanya... merasa sesak di dalam penthouse. Aku hanya butuh udara segar."
Leonard tidak terlihat terkesan. Dia mendekat lagi, sampai jarak mereka begitu dekat sehingga Camila bisa mencium bau darah di tubuhnya. "Kau tidak bisa membohongiku, Camila," desisnya. "Aku tahu kau ingin kabur. Tapi aku sudah bilang, tidak ada yang bisa menyelamatkanmu dariku."
Camila gemetar, berusaha mencari jalan keluar dari situasi ini. Tapi Leonard terlalu dekat, dan Alex, meski tidak mengatakan apa pun, tetap berada di belakang Leonard, siap bertindak jika diperlukan.
Leonard menatap Camila tajam, lalu mengusap pipinya dengan tangan yang bersih. Sentuhannya lembut, tetapi Camila tahu bahwa di balik kelembutan itu, ada ancaman yang lebih besar. "Kau harus belajar menerima nasibmu, Camila. Semakin cepat kau menerimanya, semakin baik."
Camila merasa semakin tenggelam dalam rasa takut dan kebingungan. Apakah dia akan pernah bisa lepas dari cengkeraman Leonard? Apakah kebebasan yang dia dambakan hanya ilusi belaka?
Leonard mundur sedikit, masih menatap Camila dengan tatapan penuh kendali. "Sekarang, kembali ke dalam," perintahnya. "Dan jangan pernah berpikir untuk kabur lagi."
Camila tidak punya pilihan. Dengan hati yang hancur dan tekad yang semakin surut, dia berbalik dan berjalan kembali ke penthouse, sementara Leonard dan Alex mengikutinya dari belakang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Not Deliberate (+21)
RomanceMATURE!!! (+21) Dosa Tanggung sendiri ya Author udah ngasih tau di awal .... Pertemuan yang tidak sengaja di antara Leonard dan Camila benar benar menjadi mimpi buruk Camila. Pasalnya tembak menembak di dalam pesawat tengah terjadi belum lagi Leonar...