Prolog - The Flare

83 36 27
                                    

    Kini, dunia yang ia pijak tak lagi sama. Odette terjebak dalam sebuah dunia penuh kekejian dan kerakusan akan setetes darah. Tak pernah terbayangkan sebelumnya bahwa ia akan berdiri di tanah monster bertaring, terbelenggu dalam ikatan sihir yang mengurungnya dalam sangkar emas.

    Ia hanyalah manusia di antara mata-mata predator yang menerkam setiap gerak-geriknya. Aromanya, bagaikan sebuah heroin yang memabukkan, menjadi picu kebuasan iblis yang terpendam di lubuk hati mereka, membangkitkan naluri primitif yang berbahaya.

    Dalam pandangan para vampir, manusia bukanlah sekadar makhluk hidup; mereka dianggap rendah, seperti hama yang menggerogoti akar kehidupan mereka. Kebencian yang mendalam ini muncul dari perasaan superioritas, di mana mereka merasa bahwa darah manusia adalah sumber kehidupan—bukan sesuatu yang harus di jaga dengan segala kehormatan.

    Jika saja sang putera mahkota, Lancelot, tidak memberikan cap kepemilikan atas hidupnya, mungkin ia kini hanya tinggal tengkorak di tengah kebiadaban ini.

    Namun, mengapa Lancelot harus susah payah memberikan kehendak kepadanya?

    Ancaman kematian terus mengikutinya, menginginkan hidupnya lenyap meski darahnya sangat menggoda, layaknya buah terlarang yang menggantung di cabang tertinggi.

    Kebencian vampir terhadap sosoknya—manusia membuat harga diri mereka terinjak, tergerus oleh kenyataan bahwa ia mampu berdiri tegak di sebuah kerajaan yang telah berkuasa hampir ratusan abad. Itu adalah sebuah penghinaan.

    Sosok manusia yang lemah, sepertinya tak akan pernah mampu menandingi kekuatan para vampir yang mengintimidasi. Dengan keyakinan penuh, mereka berani menantang keberadaan Odette, gadis manusia yang dianggap milik Pangeran Putera Mahkota.

    Kebencian dan amarah meledak di dalam diri mereka, menggantikan rasa takut akan hukuman dan kematian yang mungkin menanti. Sebuah badai emosional berkecamuk di dalam jiwa mereka, mendorong mereka untuk bertindak dalam gelap.

    Mereka bersatu dalam niat untuk menyingkirkan Odette yang muncul tak terduga saat ritual suci berlangsung. Dalam pandangan mereka, ia bukan sekedar manusia, melainkan debu yang harus dimusnahkan. Tanda kutip dari sejarah vampir yang kelam.

    Segalanya tidak lagi sekadar berakar pada kebencian, namun perlahan bertransformasi menjadi sebuah obsesi akan kekuasaan yang menggoda—sebuah kekuatan besar yang menjanjikan kemampuan untuk mengendalikan dunia dan mengukuhkan diri sebagai puncak rantai makanan yang tidak tergoyahkan.

    Dalam kerumitan intrik yang menyelimuti kerajaan, perlawanan terhadap pengkhianat pun tak bisa dihindari, bagaikan badai yang siap menerjang. Di balik senyum manis dan kata-kata manis, musuh menunggu dengan sabar, seperti ular yang siap melilit mangsanya.

    Kerajaan yang tampak megah ini, dengan segala kemewahan dan keangkuhannya, ternyata menyimpan rahasia gelap.

    Dalam bayang-bayang, setelah ia mengetahui bahwa Odette bukanlah manusia biasa—kelak mungkin akan menjatuhkan kekuatannya. Permaisuri dan sekutunya berusaha merancang skema jahat untuk menjatuhkan Odette, yang dianggap sebagai ancaman bagi status quo.

    Kekuasaan dari darah kuno yang mengalir di nadinya dan rasa superioritas, tidak bisa membiarkan Odette terus bernapas.

    “Harusnya kau tidak hadir di kerajaanku, manusia hina! Kehadiranmu di sini bagaikan hama penganggu yang merusak tatanan yang telah aku jaga selama berabad-abad!” bisik permaisuri, suaranya dingin dan tajam seperti belati.
“Aku akan memastikan kau tahu tempatmu.”

    Siapa sebenarnya yang menjadi musuh dan siapa yang menjadi kawan?

|
|
|

    Di tengah permainan ini, hubungan antara Odette dan Lancelot pun mulai mengungkap lapisan-lapisan yang lebih dalam. Di satu sisi, ada ketertarikan yang memabukkan, di sisi lain, terjalin benang ketegangan yang mengancam untuk putus di tengah angin badai.

    Ia bukan sekadar pelindung melainkan seorang kuasa yang mengikatnya dengan rantai darah. Dia memonopoli setiap ruang yang Odette miliki, tak membiarkan vampir lain mendekatinya.

    Dalam benaknya, Odette adalah miliknya seutuhnya. “Kau tahu, Odette,” katanya dengan nada sarkas.

    “Di dunia ini, kau tidak lagi bebas. Kau adalah milikku, dan aku tidak akan membiarkan siapa pun merampasmu dariku.”

    Lancelot tidak bisa melepaskan Odette dengan mudah. Ada sesuatu yang istimewa dalam darahnya, begitu kuat hingga membuatnya terikat secara emosional, meski hubungan mereka dipenuhi dengan ketegangan dan dominasi.

    Apakah semua ini hanyalah permainan kekuasaan, di mana keduanya terjebak dalam intrik dan ambisi masing-masing?

    Pertentangan batin itu menghantui pikiran, menimbulkan keraguan yang mungkin tak pernah ia sadari sebelumnya.

    Seiring waktu, batas antara keinginan dan kebutuhan semakin kabur, menciptakan ketegangan yang membuat segalanya semakin rumit.

|
|
|

    Sementara itu, rasa ingin tahu Odette akan kekuatan yang terpendam dalam dirinya menggelitik jiwanya, mendorongnya untuk mencari jawaban di mana pun ia bisa. Dalam keraguan dan ketidakpastian, ia merasakan dorongan untuk melawan, untuk membebaskan diri dari belenggu yang mengikatnya.

     Dalam pencariannya, Odette akhirnya menemukan sebuah fakta mengejutkan. Temuan ini bukan hanya akan mengubah hidupnya, tetapi juga berpotensi mengubah seluruh dunia vampir.

    Apa sebenarnya yang dia temukan, dan seberapa jauh dampaknya bagi dirinya dan bangsa vampir?

|
|
|

     Suatu malam, sebuah mimpi terlintas di benaknya. Seorang wanita bercahaya muncul, wajahnya berkilau dengan kekuatan yang belum sepenuhnya dipahami oleh Odette.

    “Kau memiliki cahaya yang bisa mengubah segalanya, Odette,” kata wanita itu, suaranya lembut namun penuh kekuatan.

    “Jangan biarkan kegelapan mengambilmu. Di dalam dirimu ada sesuatu yang lebih besar daripada yang kau sadari.”

    Sebuah bola sinar emas berkilau di dalam toples bening, seolah memandang dunia dari balik kaca. Kekuatan murni itu terkurung, menanti saat ketika dinding-dinding kaca itu akan pecah, meluncur keluar bagaikan kembang api.

    Di tangan seorang gadis bercahaya, toples itu bergetar lembut, dan senyumnya yang menawan memancarkan kehangatan.

    “Aku akan menunggumu di dunia cahaya yang tak akan membelenggumu,” katanya.

    “Di sana, kebebasan menanti, jauh dari kegelapan yang mengikatmu. Cahaya sejati akan membebaskan jiwa yang terkurung.”

    Kenapa visi itu terus muncul dalam pikirannya, seolah-olah memberikan kepingan puzzle yang sulit untuk dipecahkan?

    Setiap kali Odette terbangun dari mimpinya, gambaran-gambaran itu menggelayut di benaknya. Wajah gadis bercahaya itu, penuh harapan dan misteri yang terus menghantuinya.

    Ia merasakan keterikatan yang mendalam dengan kilasan mimpi itu, seperti ada benang tak terlihat yang menghubungkannya dengan kekuatan terpendam dalam dirinya, serta takdir yang belum sepenuhnya ia pahami

    Apakah gadis bercahaya itu hanya figuran dalam mimpinya, ataukah dia adalah cerminan dari potensi yang terpendam?

    Mengapa cahaya yang dijanjikannya terasa begitu dekat, namun tetap berada di ujung jari yang tak dapat dijangkau?

Pure Flower BloodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang