16. Pulang

83 16 6
                                    


Netra biru itu memancarkan kemarahan. Dia masih diam menatapi semua orang mengangkut barang-barangnya menuju kereta. "Apa-apaan ini?!"

Raelynn menuntut kejelasan. Dia baru saja kembali dari belakang mansion untuk meletakkan kelincinya. Tetapi, begitu kembali semua barangnya sudah dikemasi dan diangkut.

"Ayah memintamu untuk pulang," jawab William.

"Apa? Ini bahkan belum mencapai waktu yang dijanjikan!" teriak Raelynn.

Gadis itu seketika menoleh ke gerombolan orang yang baru keluar dari mansion. Ada kakek nenek, paman dan bibi, bahkan si pria tua yang membuat Raelynn harus meninggalkan Grand Duchy.

"Saya baru bertemu Anda lima hari lalu. Saya tidak pernah menginginkan hal ini. Kenapa Anda melanggar janji Anda? Anda bilang saya bisa di sini selama tiga tahun."

Meski marah. Raelynn mencoba mengatur emosinya. Walau begitu, Raelynn yakin saat ini sorot matanya sangat menampakkan itu semua.

"Paman." Raelynn memanggil dengan suara gemetar.

"Count adalah ayahmu, jika dia memintamu untuk kembali. Maka kami tidak bisa mencegah. Kau masih bagian dari Waverly."

Gadis itu menghela napas panjang. Dia menyibak rambutnya dengan kasar. "Jika aku bukan bagian dari Waverly?"

"Raelynn," tegur Willhem.

Jika saja tidak memikirkan statusnya yang merupakan seorang antagonis yang selalu berada dalam bahaya. Saat ini dia pasti sudah melupakan segalanya.

Raelynn memilih meredam emosinya. Dia berlari memeluk sang nenek. Dia menangis. "Raelynn akan kembali nanti," bisik gadis itu.

"Kami akan menunggumu."

Setelah berpamitan dengan semua orang termasuk Calix, Lucas, dan Jessie. Raelynn langsung memasuki keretanya tanpa mau menatap ke arah Arnel sang ayah.

William dan Willhem juga berpamitan dengan keluarga mereka. Lalu mulai memasuki kereta kuda mereka. Briella hanya memberi salam singkat sebelum akhirnya memasuki keretanya juga. Sedangkan Kayden sudah kembali ke ibu kota sejak dua hari kemarin karena perintah ayahnya. Elion? Pemuda itu kembali sehari lebih awal dari Kayden.

Avyla dan Nathalia menunggangi kuda berjaga di sisi kanan dan kiri kereta kuda yang dinaiki Raelynn.

Raelynn menatap setiap kereta yang sudah berangkat melalui jendela kanan. Dia tidak ingin menatap ke arah orang-orang mansion Baratheon. Sebab hanya akan meninggalkan kesedihan. Sungguh Raelynn sama sekali belum siap untuk pergi dari tempat yang dingin tetapi 'hangat' itu.

Tiba-tiba pintu kereta terbuka. Seseorang memasuki kereta yang sama. Raelynn seketika menoleh untuk melihat siapa orang yang baru memasuki keretanya.

Seketika wajah Raelynn berubah masam saat tahu jika yang menaiki kereta adalah sang ayah.

"Kenapa Anda ke sini?!" tanya Raelynn sinis.

"Kenapa? Ini keretaku."

Raelynn mendengkus kesal. Dia mencoba keluar dari kereta kuda itu. Namun, dicegah oleh Ernel. "Tetap di sini!" ujarnya tegas.

Sambil menghela napas kasar Raelynn kembali duduk dengan kasar. Dia mencondongkan tubuhnya. Menatap tajam ke arah Count Waverly. "Kepada Count Waverly yang terhormat, kenapa Anda sangat ingin ada di kereta kuda yang sama? Bukankah Anda 'sangat' membenci saya? Anda membenci saya sampai tidak ingin bertemu dengan saya."

"Kapan aku berkata seperti itu?" tanya Ernel.

Raelynn seketika diam. Ya, memang tidak pernah Ernel mengatakan dia membenci Raelynn secara langsung. Namun, semuanya jelas jika Ernel begitu membenci Raelynn.

Tidak ada perhatian. Ah, tidak. Sebenarnya bukan hanya Raelynn. Tetapi, dia adalah ayah yang jauh dari kata penyayang terhadap anak. Dia hanya peduli pada keuntungan. Yang tidak menguntungkan hanya akan diabaikan. Dia yang terobsesi dengan anak berkekuatan suci juga hanya memperhatikan Briella.

"Tidak pernah secara langsung mengatakannya, tetapi apa yang terjadi selama ini sudah cukup untuk membuktikan jika saya tidak diinginkan."

Ernel hanya diam. Dia memilih tak menimpali apapun. Sebab, itu cukup membuatnya bungkam. Karena memang faktanya seperti itu.

***

Perjalanan ditempuh selama tiga hari dua malam. Mereka akhirnya tiba di mansion. Raelynn menghela kasar melihat bangunan mewah itu lagi.

"Kau sangat membenci tempat ini, hm?" tanya Ernel.

"Bukankah itu sudah jelas?" balas Raelynn tajam.

"Jika tempat ini bisa 'sehangat' tempat itu, apa kau akan bertahan?"

"Astaga, apakah dinginnya cuaca Utara membuat otak Anda rusak, Count?" cibir Raelynn yang kemudian berjalan masuk ke mansion.

Ernel mengikuti. "Aku hanya ingin mengatakan sesuatu yang mungkin terjadi ke depannya, Nak."

"Berhenti berbicara omong kosong, Count. Itu tidak mungkin."

Raelynn mesih berjalan dengan cepat. Dia buru-buru untuk memasuki mansion.

"Itu bukan omong kosong, itu sebuah cita-cita."

Raelynn seketika menghentikan langkahnya. "Cita-cita itu adalah harapan yang 'mungkin' bisa digapai meskipun agak sulit. Tetapi, ini bukan agak sulit tetapi sangat mustahil."

Gadis itu berbalik menatap sang ayah dengan tajam. "Anda membuang dua anak dari istri pertama. Menikahkan dan membunuh, lalu membuang tiga anak lainnya ke Utara. Lalu, Anda juga mengabaikan saya, memperalat dua saudara saya, Anda bahkan tidak segan mengasingkan dan menghukum penjara dua anak Anda."

"Bukankah melakukan semua itu ada alasannya? Kau tidak ingin bertanya?" balas Ernel.

"Baik, jika memang dua saudari Briella membuat kesalahan yang fatal, mempermalukan dan mencoba membunuh seseorang, kalau William dan Willhem? Kenapa Anda memperalat mereka? Kenapa Anda membuang tiga saudara dari istri pertama ke Utara? Mereka jelas tidak bersalah."

William dan Willhem yang baru saja mendekat dan mendengar perdebatan itu seketika tercengang dengan semua pertanyaan sang adik.

Ernel yang mendengar tanya itu hanya tersenyum. "Aku tidak pernah memanfaatkan dua saudaramu, Nak."

Pria tua itu menoleh ke arah dua putranya. "Apakah mereka terlihat seperti alat?"

Hela napas kasar pria tua itu terdengar. "Memang aku adalah ayah yang gagal. Tetapi, alasan melepaskan tiga anakku ke Utara itu ada suatu alasan. Tetapi, itu tidak seperti yang kau pikirkan, Nak."

Ernel menepuk bahu sang putri. Kemudian, dia berjalan mendahului Raelynn. Belum jauh, pria itu berhenti dan menoleh ke belakang. "Nanti makan malam bersamaku. Hanya kita."

Semua orang yang ada di pintu masuk seketika tertegun. Termasuk Briella. Dia tertegun sesaat kemudian menatap tajam ke arah Raelynn.

"Kau gila? Bertanya seperti itu kepada ayah?"

"Aku hanya ingin mendapatkan jawaban."

"Ayolah, Lynn. Ayah memang dingin, tetapi dia tidak sejahat itu. Kecuali padamu."

"Nah, 'kan! Bukankah wajar aku membenci si bajingan itu! umph!" William langsung membekap mulut Raelynn.

"Lynn, Ayah memang seorang pria yang terkenal tak memiliki hati dan air mata. Tetapi, dia tidak seburuk itu. Dia adil."

"Hilih, bacot." Raelynn seketika berjalan pergi saat bekapan William terlepas.

"Ha? A-apa katanya tadi?"

"Cot, cocot? Bocot? Maskot? Entahlah itu terdengar sangat asing, Kak," jawab Willhem.

"Apakah itu bahasa Utara?" tanya William lagi.

Keduanya masih diam. Menatapi kepergian Raelynn. "Mungkin," jawab Willhem.

TBC

Up dikit kali ini. Cuma 1006 whwhwhw.
Ryry udah enakan, Alhamdulillah.

Vote komennya jangan lupa. Yang baca doang tanpa vote komen nanti bisulan lohh.

Aamiin:)


HOW TO BE A PROTAGONIST [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang