WBI_04: Si gus Al darussalam

49 7 0
                                    

Sugawara menahan air matanya, malam itu dia tidak kembali ke kamar asrama. Masa bodo mau dihukum sama ustadzah, mau di ta'zir sama keamanan dia kagak perduli.

Potek bener hatinya mengetahui fakta bahwa orang yang dia suka, dia bela mati matian didepan kokohnya ternyata mau kawin sama cewek laen.

Sugawara mengangkat handpone nya lalu mencari salah satu nomor disana. Nomor itu terhubung, tak lama suara pemuda lain masuk kedalam pendengaran nya.

"Hallo, dengan siapa ini?" Suga menghela napas kasar, bahkan dia lupa jika ini nomor barunya.

"Koh, ini Koushi."

"Astaga Koushi, kenapa nomor mu?"

"Kokoh kapan pulang?"

"Nunggu Rin sama Mei dulu, kenapa? Udah ketemu kan sama Wakatoshi. Gimana kalian mau rancang baju di butik mana?"

"Koushi sayang Kokoh." ucap Sugawara membuat Daisho disebrang sana terdiam. Tak lama suara adek laki lakinya nongol.

"Ciahhh elahh si Cici. Kami juga tau Ci kalau Cici sayang Kokoh." tawa Rin. "Rin juga sayang cici, ini cici gak ada mau bilang sayang Rin? Ehh Keiji sini lu cici mau bilang sayang nieh!" teriak Suna mangil adek bungsunya.

"Cici sayang Rin, cici sayang Meimei. Buruan libur geh kalian, kangen tau!" setidaknya ngobrol sama dua adeknya gak buat Sugawara stres.

"Udah ya Koushi, kokoh tutup ada tamu penting Ama."

Nenek dari ayahnya ini emang selalu membangga banggakan cucu cucunya, ya tentu kecuali Sugawara. Padahal otak Sugawara tak kalah cerdas dari Daisho, Rin ataupun Akaashi.

"Iya koh, baik baik ya koh." Suga ngusap kasar air mata yang dengan lancang nya mengalir.

"Jangan nangis cantik, kenapa kamu sama Waka? Ntar kokoh telpon Wakatoshi kalau gak mau ngaku!"

"Koushi cuma mau bilang, sayang kokoh." walaupun Daisho gak ada di sampingnya Koushi terkadang heran bagaimana bisa Daisho tau apa yang tengah dia lakukan.

"Kokoh juga sayang Koushi."

Telpon terputus setelahnya.

"Membawa barang elektronik tanpa sepengetahuan adalah pelanggaran. Bahkan bagi mahasiswa sekalipun kecuali mereka memiliki kepentingan dengan barang elektronik itu.
Dengan antisipasi handpone, leptop dan sejenisnya harus ada di tangan keamanan jika tidak lagi memiliki kepentingan."

Koushi menoleh saat mendapati suara pemuda yang masuk dalam pendengarannya.

Hanya ada Daichi disana, tidak menatap dirinya. Gus dari pesantren itu lebih menatap ke arah masjid dimana bangku yang Suga duduki ini mengarah langsung ke masjid.

"Saya hanya menelpon kakak saya." jujur Sugawara.

"Semi Eita, 19 tahun mahasiswi ilmu hadist dan bahasa arab tahun kedua. Anak tunggal, jadi kakak mana yang kamu sebutkan?" Suga memejamkan matanya lelah. "Handpone mu."

Dengan terpaksa Suga memberikan handpone miliknya pada Daichi tanpa menoleh ataupun membuka matanya.

"Besok pagi, handpone ini bakalan dihancurkan didepan seluruh santri." pasrah ajalah si Suga. Gak apa, dia bisa kabur terus beli handpone baru.
Usai mengambil handpone milik Sugawara, Daichi pergi begitu saja kembali meningalkan Suga sendirian.

"Mas gak ada nyuruh Semi masuk?" tanya Kitta saat dia papasan dengan Daichi yang hendak kembali ke ndalem.

"Dia bukan Semi." balas Daichi.

Wana Bein Ideik (HQ Religi) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang