9-Keributan Kecil
Kirana
"Rame banget. Kupikir, hujan begini kafe ini bakal sepi." Dia mencoba berbasa-basi, tapi aku sudah merasa muak dengan kehadiran Aaron.
Bukan kenapa-kenapa. Tidak seharusnya dia di sini setelah apa yang kami perdebatkan dan lalui. Itu tidak pantas. Ini tempat kerja, sementara dia ke sini pasti ingin melakukan sesuatu dengan keingingannnya itu.
Aku nggak mau putus, Ki. Kamu saja yang ngotot. Aku ngerti kok, pasti kamu lagi nggak stabil sekarang. Santai saja, aku bisa nungguin kamu sampai tenang kok.
Kenapa sih dia ini?
Bukankah sudah biasa baginya untuk bergonta-ganti pacar? Apa pentingnya aku sih? Nggak ada yang bisa dibanggakan sama sekali sebenarnya.
Kamu cantik, Ki. Sayangnya, kamu belum sadar itu. Hal itu yang bikin aku makin penasaran.
Dasar!
Cantik seperti apa? Paling-paling dia pikir aku adalah cewek polos yang bisa dikibuli seenaknya. Setelah dia berhasil memanfaatkanku—maka dia akan menghilang. Lenyap seperti asap.
Dia pikir, aku ini produk reject?
"Mau aku bantuin, nggak? Sepertinya kamu capek banget."
"Nggak."
"Ayo, dong. Banyak pengunjung lho. Masa kamu segalak ini sih, sama aku?"
"Penting ya, ngomong begitu."
"Ki, please. Kasih aku kesempatan. Ini hujan-hujan, malam-malam aku ke sini lho. Aku bela-belain banget. Kamu ngerti kan, aku jarang ke kafe kayak gini."
Aku menoleh—menatapnya dengan pandangan murka. Lalu, segera berlalu sembari menenteng alat pel. Semua sudah bersih. Tidak ada lumpur atau pun genangan air di teras. Kanopi pun sudah tidak melendut keberatan air.
"Apa sih yang mau kamu lakukan di sini?" tanyaku dingin, mencoba sekuat tenaga untuk menyembunyikan kegelisahanku.
Aaron berjalan kembali berusaha mendekat, menyeringai dengan sikapnya yang selalu membuatku merasa tidak nyaman dan terkepung. "Lama nggak ketemu, Ki. Aku cuma pengen ngobrol."
"Lama? Kamu baru saja tadi pagi ke kelasku!" Aku berusaha menahan emosi.
"Eh, iya. Tapi, nggak ketemu kamu rasanya bisa seabad."
"Bisa nggak gombalannya disimpan? Aku sudah selesai mengepel lantai."
"Ups."
"Minggir."
"Ayo, dong. Malam ini rasanya hujannya indah banget Ki. Kita ngobrol sebentar yuk."
"Ngobrol?" Aku hampir tertawa mendengar kata itu keluar dari mulutnya. "Nggak ada yang perlu dibahas, Aaron. Kita sudah selesai." Aku memejamkan mata—lalu mendongak. Menoleh sebentar. Tanpa kusengaja—pandangan mataku dan Sam bertemu.
Sam menatapku dengan bingung, tapi tetap tenang. Dia jelas bisa merasakan perubahan energi dalam ruangan itu, meskipun mungkin belum tahu seberapa buruknya situasi ini.
Aaron mendekat lebih jauh, membuatku ingin mundur tapi aku menahan diri.
"Serius, Ki. Jangan begini. Aku cuma mau bicara," katanya dengan nada yang terdengar terlalu memaksa. Seperti saat dia mencoba meraihku dengan cara yang tidak kuinginkan waktu itu. Aku merinding, ingatan itu kembali terlalu jelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mencintaimu Sampai Mati
RomanceMenyaksikan orang yang dikasihinya berkhianat, setelah hubungan yang telah dijalani selama lebih dari 7 tahun, Kirana pun bertekad membalas dendam. Tentu saja dengan cara yang paling jahat dan fatal. Meskipun dia tahu, itu akan menghancurkan semuan...