Bab 7: Bisikan Bayangan

3 5 0
                                    

Hari-hari berlalu sejak Althea tiba di Kerajaan Es, dan meski dinginnya semakin menyesakkan, hatinya mulai terbiasa dengan suasana baru. Namun, bukan berarti kehidupannya menjadi lebih mudah. Di istana yang megah dan penuh kemegahan ini, bisikan-bisikan rahasia terus bergema, terutama di kalangan bangsawan. Ada sesuatu yang ganjil, sesuatu yang terasa salah, seolah kekuatan gelap tengah bergerak di balik bayangan.

Malam itu, Althea sedang duduk di kamarnya, menatap perapian yang redup. Pikiran-pikiran tentang masa lalu, tentang perang besar, terus menghantuinya. Namun, kini ada hal lain yang mengusik ketenangannya, sebuah kekhawatiran yang samar tapi nyata. Dia merasa seolah diawasi, seolah ada sesuatu yang tak kasatmata mengintai dari kegelapan. Meski ia tak bisa menjelaskannya, ada firasat buruk yang tumbuh di dalam dirinya.

Pintu kamarnya terbuka perlahan, dan Calian, adik iparnya, melangkah masuk dengan langkah hati-hati. "Putri Althea?" panggilnya lembut. "Boleh aku bicara denganmu?"

Althea menoleh dan tersenyum, mencoba mengabaikan kegelisahannya. "Tentu saja, Calian. Ada apa?"

Calian menutup pintu di belakangnya dan berjalan mendekat, duduk di sebelah Althea. Matanya yang biasanya ceria tampak suram, dan ada ketegangan di wajahnya yang tak biasa.

"Aku mendengar sesuatu," bisiknya, suaranya rendah dan terjaga. "Tentang bangsawan-bangsawan di istana ini."

Althea mengerutkan kening. "Mendengar apa?"

Calian menarik napas dalam, seolah ragu untuk mengungkapkan kebenaran. "Mereka... tidak semua setuju dengan perjanjian ini, dengan persatuan antara Kerajaan Sihir dan Negeri Es. Ada yang percaya bahwa perjanjian ini akan membawa kehancuran bagi kita."

"Apa maksudmu?" tanya Althea dengan cemas, tubuhnya mulai tegang. "Perjanjian ini sudah ada sejak lama. Itu untuk menjaga kedamaian."

"Benar," jawab Calian, "tapi ada yang merasa bahwa kedamaian ini rapuh. Dan mereka lebih memilih untuk melihat kedua kerajaan tetap terpisah. Mereka percaya bahwa dengan mengakhiri perjanjian, mereka bisa mendapatkan lebih banyak kekuasaan."

Althea menatap Calian dengan mata melebar. "Siapa yang kau maksud? Siapa yang berani berpikir seperti itu?"

Calian menunduk, tampak ragu. "Aku tidak bisa mengatakan siapa dengan pasti. Tapi aku tahu mereka ada di sekitar kita. Mereka bersembunyi di balik topeng kesetiaan, tapi di dalam hati mereka, mereka merencanakan sesuatu."

Hati Althea berdebar kencang. Dia merasakan bahaya yang nyata. "Apa yang harus kita lakukan? Jika mereka benar-benar berencana melawan perjanjian, itu bisa memicu perang lagi."

"Kita harus waspada," jawab Calian. "Aku akan mencari tahu lebih banyak, tapi kau juga harus berhati-hati. Mereka mungkin menargetkanmu, karena kau adalah simbol persatuan ini."

Althea terdiam sejenak, merenungkan kata-kata Calian. Ancaman ini jauh lebih besar dari yang dia bayangkan. "Kael tahu tentang ini?" tanyanya.

Calian menggeleng. "Aku belum memberitahunya. Aku ingin lebih yakin sebelum mengungkapkan semuanya."

Althea menggigit bibirnya, pikirannya berpacu. "Kita harus memberi tahu Kael. Dia adalah putra mahkota Negeri Es, dan dia harus tahu apa yang sedang terjadi."

"Baiklah," kata Calian dengan nada khawatir. "Tapi kita harus berhati-hati. Kita tidak tahu siapa yang bisa kita percaya di istana ini."

Pagi berikutnya, Althea dan Calian menemui Kael di ruang pribadi. Pangeran itu sedang berdiri di dekat jendela, melihat keluar ke arah bentangan salju yang luas. Saat mendengar pintu terbuka, dia menoleh dan menatap keduanya dengan tatapan datar.

"Ada apa?" tanyanya dingin, seperti biasa.

Calian melangkah maju dengan hati-hati. "Kakak, ada sesuatu yang perlu kau ketahui."

The Winterspell: Putri Kerajaan Sihir Agung dan Pangeran Negeri EsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang