Bab 15: Pembelajaran di Balik Es

6 0 0
                                    

Udara dingin menyapu lembut wajah Althea ketika dia melangkah keluar dari istana, menyusuri hamparan salju yang luas di depan gerbang Kerajaan Es. Sekilas, dunia ini tampak begitu keras dan tak kenal ampun. Tetapi sekarang, setelah berminggu-minggu hidup di sini, Althea mulai melihat pesona di balik segala kedinginan itu. Keindahan yang tersembunyi di dalam es, keheningan yang penuh makna di setiap hembusan angin.

Di hadapannya, Kael berdiri dengan tegak, menunggu. Ia sudah siap untuk mengajarinya sesuatu yang baru hari ini, sesuatu yang selama ini tampak mustahil bagi Althea, mengendalikan es.

"Kau siap?" Kael bertanya dengan nada tenang, tetapi matanya memancarkan rasa percaya diri yang kuat.

Althea mengangguk, menarik napas panjang. "Aku sudah siap. Ajari aku."

Kael mengangkat tangannya, dan dengan gerakan sederhana, butiran salju di sekitarnya mulai membentuk pusaran kecil yang berputar dengan anggun di udara. Di bawah cahaya matahari yang redup, butiran salju itu berkilauan seperti berlian. Althea menyaksikan dengan kagum, menyadari betapa halusnya Kael mengendalikan elemen ini.

"Es bukan hanya tentang kekuatan," Kael memulai, suaranya rendah dan serius. "Ini tentang keseimbangan. Kita tidak memaksa es untuk tunduk pada kehendak kita, melainkan kita bekerja dengannya. Seperti menari bersama angin."

Althea mengerutkan kening, mencoba memahami konsep itu. "Tapi bagaimana mungkin kita bisa bekerja dengan sesuatu yang sedingin es? Bukankah es selalu keras dan tak terpecahkan?"

Kael tersenyum kecil, seolah-olah sudah mengantisipasi pertanyaan itu. "Itu karena kau belum benar-benar memahami sifat es. Sama seperti sihirmu yang berasal dari kekuatan alam, es juga merupakan bagian dari alam, bagian dari siklus. Saat kau memahami es bukan sebagai musuh, tetapi sebagai sekutu, maka kekuatannya akan menjadi milikmu."

Althea mencoba untuk merasakannya. Dia mengangkat tangannya, meniru gerakan Kael, tetapi yang terjadi hanyalah sedikit embun beku yang muncul di telapak tangannya. Dia mendesah frustrasi.

"Aku tidak bisa melakukannya," ujarnya, menggelengkan kepala.

Kael melangkah lebih dekat, memandangi Althea dengan penuh perhatian. "Jangan terburu-buru. Ini bukan tentang seberapa kuat sihirmu, melainkan seberapa tenang pikiranmu. Kau harus merasa terhubung dengan es di sekitarmu, bukan mencoba mengendalikannya."

Althea menutup matanya, berusaha fokus pada sensasi dingin di sekitarnya. Salju yang lembut di bawah kakinya, angin yang menusuk kulitnya, dan es yang seolah-olah berbisik padanya. Ia merasakan setiap elemen itu, mencoba mengharmoniskan dirinya dengan dunia yang berbeda ini.

Setelah beberapa saat, ia membuka mata lagi, memandang Kael. "Baiklah, aku akan mencoba lagi."

Kael mengangguk, memberikan isyarat agar dia melanjutkan.

Althea mengangkat tangannya sekali lagi, kali ini dengan lebih tenang. Ia mencoba mendengarkan irama halus dari dunia es, bukannya memaksa kehendaknya. Pelan-pelan, dia bisa merasakan perubahan. Butiran salju mulai berputar di sekelilingnya, membentuk lingkaran yang lembut dan harmonis. Itu bukan pusaran besar seperti yang Kael buat, tapi cukup untuk menunjukkan bahwa dia mulai memahami.

"Lihat?" Kael berkata lembut. "Kau bisa melakukannya."

Althea tersenyum kecil, merasa sedikit bangga pada dirinya sendiri. "Aku masih jauh dari bisa menguasainya, tapi setidaknya aku tahu bahwa itu mungkin."

Kael mengangguk, lalu duduk di atas salju, menatap langit yang kelabu. "Kerajaan Es selalu dipandang sebagai tempat yang keras dan dingin, tapi sebenarnya ada banyak keindahan di dalamnya. Kekuatan es bukan hanya tentang kekuatan fisik. Ada kelembutan dalam kekerasannya, harmoni dalam kedinginannya."

The Winterspell: Putri Kerajaan Sihir Agung dan Pangeran Negeri EsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang