Bab 4: Malam Pertama?

5 5 0
                                    

Keheningan di antara mereka terasa berat, seolah udara di ruangan itu menebal oleh ketegangan yang menggantung. Althea menatap jendela besar di kamarnya, yang memperlihatkan hamparan bunga dan pepohonan di bawah cahaya bulan. Pikirannya penuh dengan keraguan dan kekhawatiran tentang malam yang akan datang.

Sementara itu, Kael berdiri tegak di sisi lain ruangan, jauh dari tempat Althea berdiri. Pikirannya tak kalah kusut. Ia telah berlatih untuk momen seperti ini, untuk menjadi penguasa Negeri Es, untuk menjaga keseimbangan perjanjian kuno yang telah berlangsung selama seribu tahun. Tapi malam ini, segala hal terasa lebih rumit dari yang ia bayangkan. Mereka telah resmi menjadi suami istri, namun keduanya tahu, ikatan ini tidak dilandasi cinta.

Suara Althea yang pelan, namun sarat dengan kebingungan, memecah keheningan.

"Kael..." Ia berhenti sejenak, menghela napas panjang sebelum melanjutkan, "Bagaimana kita akan melewati malam ini?"

Kael, yang sedang menatap lantai marmer di bawah kakinya, perlahan mengangkat kepalanya. Tatapannya dingin, namun tidak dingin karena ketidakpedulian, lebih karena sikapnya yang selalu tertutup. Ia mengalihkan pandangannya ke jendela, menatap pemandangan yang sama dengan yang dilihat Althea.

"Kita akan melewatinya seperti kita melewati hari ini," jawabnya datar. "Dengan tanggung jawab yang diemban di pundak kita."

Althea menelan ludah, merasa jantungnya berdetak lebih cepat. "Aku tahu kita memiliki tanggung jawab, tapi..." Ia menoleh menatap Kael, berharap ada sedikit kehangatan dalam jawabannya. "Ini berbeda, Kael. Kita... kita adalah suami istri sekarang. Bagaimana kita akan menjalani hubungan ini? Apa kita hanya akan terus berpura-pura seperti ini?"

Kael mendesah pelan, seolah menimbang setiap kata yang akan ia keluarkan. "Aku tidak meminta hubungan ini, Althea. Sama seperti kau. Tapi kita tahu, sejak awal, bahwa ini bukan tentang kita. Ini tentang kerajaan kita, tentang keseimbangan dunia. Pernikahan ini hanyalah bagian dari perjanjian."

Althea mengerutkan kening. "Kau benar, tapi... bukankah kita bisa mencoba? Setidaknya... mencoba untuk saling mengenal lebih baik?"

Kael terdiam, menatap Althea untuk pertama kalinya sejak percakapan ini dimulai. Mata birunya, sedingin es, mencari sesuatu di wajah Althea, mungkin mencari kejujuran, atau bahkan keputusasaan. Tapi Althea hanya menatapnya kembali dengan penuh harap.

"Kau ingin mencoba?" Kael bertanya pelan, hampir seperti bisikan. "Mencoba untuk menjadi suami istri... di luar sekadar perjanjian?"

Althea mengangguk perlahan. "Aku tahu ini sulit. Dan aku juga tidak berharap semuanya akan berubah begitu saja. Tapi aku pikir, kalau kita tidak pernah mencoba, kita tidak akan pernah tahu."

Kael berjalan pelan mendekati jendela, punggungnya menghadap Althea. "Aku dibesarkan di bawah didikan yang keras, Althea. Perasaan bukanlah sesuatu yang diajarkan kepadaku. Aku tahu apa artinya tanggung jawab, kewajiban, tapi cinta? Aku tidak tahu apa itu."

Althea bangkit dari kursinya dan mendekat perlahan. "Cinta tidak selalu datang begitu saja, Kael. Tapi kadang, itu bisa tumbuh dari tempat yang paling tidak terduga."

Kael tetap diam, tapi Althea bisa merasakan bahwa kata-katanya telah menyentuh sesuatu dalam diri pangeran Negeri Es itu. Dia mengambil langkah lebih dekat, menatap punggungnya yang tegap.

"Kau mungkin belum merasakannya sekarang, dan mungkin aku juga belum," lanjut Althea, suaranya lebih lembut. "Tapi kita bisa belajar untuk saling memahami, sedikit demi sedikit. Kita punya waktu."

Kael akhirnya menoleh, dan tatapannya kali ini lebih lembut, meski masih ada kebekuan yang tersisa. "Kau benar. Mungkin kita harus mencoba, setidaknya untuk kerajaan kita."

The Winterspell: Putri Kerajaan Sihir Agung dan Pangeran Negeri EsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang