07. Menentang

1.4K 191 27
                                    

Sembilan tahun berlalu, kini Louis sudah menjadi seorang pemuda berusia enam belas tahun. Remaja bermata merah itu tampak mengamati halaman istana dari atas. Dengan mata tajamnya, Louis tidak melewatkan satu titik pun dari pandangannya.

Setelah banyaknya waktu, tenaga dan juga pikiran yang ia kerahkan selama bertahun-tahun, Louis kini menjadi pemuda yang sangat tegas dan disiplin dalam menjalankan apa yang seharusnya di lakukan.

Mungkin yang dipikirkan Louis sekarang hanya satu; terbukanya pintu gerbang istana untuknya, agar ia bisa menemui orang yang sejak lama ia rindukan.

"Aku tidak bisa menunggu satu tahun lagi. Aku sudah layak!" desis Louis. Ia membalikkan tubuhnya dan kembali mematung saat Lucifer ada di dekat pintu.

Tatapan datar Lucifer mampu membuat Louis terdiam dan menatap mata merah yang serupa dengannya itu. Tubuh Louis yang setara dengan dagu Lucifer tidak membuatnya bersusah payah untuk mendongak.

"Sudah layak?" tanya Lucifer dingin.

"Ya, aku sudah layak, Ayah. Selama sembilan tahun ini aku sudah berusaha dan berhasil menjadi apa yang Ayah inginkan. Aku berhasil, dan aku layak," tegas Louis.

Lucifer menggeleng mendengarnya. "Layakmu belum sempurna."

Louis menukik alisnya, menatap Lucifer dengan tatapan heran sekaligus tidak suka. Jika Louis kecil akan terlihat menggemaskan saat memasang ekspresi seperti itu, maka Louis sekarang terlihat seperti sedang menentang Lucifer.

"Kau memang sudah bisa menjadi apa yang aku inginkan, tapi kau belum bisa memenuhi apa yang aku inginkan," ujar Lucifer.

Saat Louis bingung, Lucifer kembali berkata. "Aku tidak mengizinkanmu keluar dari istana jika umurmu belum tujuh belas tahun. Jika kau bisa menahan diri untuk satu tahun lagi, maka kau bisa disebut layak."

Louis terdiam, matanya menatap dingin Lucifer di hadapannya seakan-akan Lucifer adalah lawan yang akan ia hancurkan sekarang juga.

"Aku sudah mendekam di istana ini selama beberapa tahun--"

"Istana ini tempat tinggalmu," sela Lucifer saat Louis akan melanjutkan ucapannya.

"Aku tidak dibiarkan bebas sepertimu dulu, Ayah. Kenapa aku yang sudah lama belajar dan berlatih tidak bisa keluar sekarang?"

Lucifer menghela napas dan menepuk-nepuk pundak Louis. "Kau masih belum bisa mengendalikan perasaanmu. Jika kau terus berkata tidak tahan lagi untuk bertemu dengannya, aku bisa menjamin kalau kau akan gila jika melihatnya bersama orang lain," ujar Lucifer.

"Maksud Ayah?" tanya Louis tidak mengerti.

"Kau harus tetap tenang dan kendalikan emosimu. Pendam saja jika kau marah atau kau terluka. Jangan menjadi sepertiku dulu untuk mendapatkan bundamu."

***

Terlihat seorang gadis muda kini mengelus seekor kucing putih. Tangan lembutnya dengan perlahan berada di antara bulu-bulu indah dan bersih milik kucing itu.

Rambut hitam panjangnya tergerai indah dengan hiasan bandu bunga yang telah dibuatnya tadi. Mata hitam bulat itu tampak bersinar di kala cuaca sedang mendung siang ini.

"Shofia, kenapa kau masih di sini?"

Pemuda bersurai coklat terang terlihat menghampiri Shofia yang masih saja berjongkok membelakanginya sembari mengelus kucing putih yang tampak manja itu.

"Shofia, kau tidak mendengarku?" tanya pemuda itu dengan nada sedikit kesal.

Shofia mendongak dan tersenyum menunjukkan gigi rapinya. "Kucing ini tidak ingin aku tinggalkan," ujarnya.

THE PRINCE'S DECEPTIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang