05. Berusaha Menolak Kenyataan

1.4K 134 13
                                    

Louis berdiri di dalam ruang galeri, matanya terpaku pada lukisan-lukisan keturunan yang menghiasi dinding. Setiap kanvas menampilkan wajah-wajah keluarga yang telah pergi, dan dengan setiap langkah yang diambil, beban di dadanya semakin berat.

Lukisan terakhir, menggambarkan Raja Luther, Ratu Lucinda, dan Pangeran Lucifer--kakek, nenek, dan ayahnya.

Ia tahu, lukisan itu diciptakan hanya sehari sebelum neneknya--Ratu Lucinda meninggal. Sebuah pengingat bahwa setiap karya ini merupakan bagian dari siklus tragis yang selalu berulang.

"Bunda berhasil melahirkanku, tapi kenapa..?" Louis benar-benar tidak bisa melanjutkan kata-katanya.

Dia menatap wajah-wajah yang terlukis, merasakan kesedihan menyelimuti hatinya. Rasa sesak semakin menguat ketika Louis membayangkan bagaimana ibunya, Charlotte, akan segera menghilang dari hidupnya.

Dua belas tahun lagi, dan dia akan menjadi bagian dari lukisan ini juga, terjebak dalam kenangan.

"Bunda ..., hanya dua belas tahun lagi. Bagaimana aku bisa bertahan tanpamu?"

Air mata menggenang di pelupuk matanya. Meskipun Louis berusaha menahan, dia tidak bisa menahan rasa kehilangan yang membayangi.

"Temukan cintamu, maka kau akan merasakan yang namanya hidup."

Louis menoleh ke samping, merasakan pundaknya disentuh oleh Charlotte yang baru saja datang. Seketika, tubuh Louis bergetar dan anak laki-laki itu menangis.

Berbalik badan, Louis langsung berhambur ke pelukan Charlotte dan menangis dengan kencang, menyembunyikan wajahnya di depan tubuh Charlotte.

"Bunda... tolong tetap di sini. Selamanya," pinta Louis dengan isak tangisnya.

Charlotte mendekap tubuh putranya dan ikut meneteskan air mata. Ia ingin lama bertahan dan berbahagia dengan Louis juga Lucifer, tapi kenyataannya yang berkata lain. Hidupnya memang sudah dihitung hari, bulan dan sampai ke tahun dua puluh.

"Apa kau sudah makan, Louis? Ayo kita makan. Bunda akan buatkan makanan kesukaanmu."

Louis menggeleng, ia benar-benar tidak bisa menahan tangisnya saat Charlotte mencoba mengalihkan pembicaraan.

"Bunda..."

"Ya, Louis?" jawab Charlotte lembut.

"Ayah akan ikut dengan Bunda jika Bunda pergi." Louis mengangkat wajahnya yang penuh air mata. "Dengan siapa lagi aku hidup jika tidak ada kalian?"

Charlotte tersenyum, ia mengusap air mata Louis. "Hiduplah dengan tanggung jawab. Sibukkan dirimu dengan dunia yang kau sukai, perlahan-lahan kau akan melup--"

"Aku suka hidup ketika aku, Ayah dan Bunda bersama," sela Louis.

Charlotte kembali tersenyum dan menggeleng. Air matanya tumpah saat melihat Louis menangis di hadapannya sembari menatapnya. Tangis wanita itu terdengar, bersahutan dengan tangis Louis.

"Suatu hari, kau akan menyukai hidup ketika bersama wanita pilihanmu." Charlotte membawa Louis yang semakin menangis histeris ke dalam pelukannya.

Suara tangis Charlotte dan Louis memenuhi lantai tiga, hingga membuat mereka tidak mendengar kalau Lucifer di bawah tangga berusaha menahan suara tangisnya agar tidak keluar.

Wajah Lucifer memerah karena menutup mulutnya rapat dengan air mata yang terus mengalir. Dadanya sesak ketika mendengar kenyataan yang tidak ingin ia dengar.

Lucifer melesat pergi ke luar istana dan pergi ke tempat sepi. Di sana, ia melepaskan semua suara tangisnya dan terduduk lemah di tanah dengan tubuh yang bergetar sembari terisak kuat.

THE PRINCE'S DECEPTIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang