⿻⃕⸵Chapter XXXI៚݈݇

30 7 5
                                    

Babak kedua akan dilanjutkan setelah istirahat makan siang. Sementara Zen dan yang lain menyantap hidangan, Ilo justru menerima tamparan dari ibunya karena tidak bisa menjaga Ila.

Ila diam-diam mengintip, ia merasa tidak tega melihat kakaknya selalu disalahkan karena dirinya. Hatinya sakit. Ia tidak mau melihat kakaknya terus diperlakukan tidak adil. Sebenarnya ibu mereka hanya tidak ingin kehilangan anak perempuannya, tetapi rasa takut yang berlebihan itu membuatnya menjadi ibu yang overprotective terhadap Ila dan menjadi tidak adil, bagi Ilo.

Semua itu karena kejadian 6 tahun yang lalu, ketika Ila hampir mati. Sejak saat itu, ibunya tidak mengizinkan Ila keluar dari desa, bahkan 5 bulan penuh Ila dikurung dalam rumah. Butuh sekitar 3 tahun hingga Ila kembali mendapat kebebasannya. Namun, sejak kedatangan Zen, ibunya kembali merebut kebebasan Ila.

Ila mengusap air matanya, kemudian pergi. Tidak lagi melihat hukuman apa yang ibunya berikan pada Ilo. Ila hendak menemui Zen. Hendak memenuhi janji 6 tahun lalu dan menyudahi pertandingan.

Ketika Ila mau mengetuk pintu, Zen sudah lebih dulu membuka pintu, niatnya ia mau mencari udara segar sebelum babak berikutnya dimulai.

"Ila? Kenapa kamu kemari?" tanya Zen seraya menutup pintu.

"Aku ...." Ila menjeda sejenak, sekali lagi memastikan keyakinannya sebelum melakukan apa yang akan ia lakukan. "Ada yang ingin kubicarakan dengan Pangeran. Hanya kita berdua, boleh?"

"Tentu." Zen menganggukkan kepala.

Ila mengajak Zen ke hutan belakang desa, jalannya tinggi membukit. Mereka sambal di bukti tertinggi, di antara pepohonan itu terlihat genteng-genteng pemukiman di Kerajaan Luminosa. Mereka hanya perlu turun bukit untuk sampai ke Kerajaan sebelah.

"Ini tempat rahasiaku dan kakakku. Matahari terbenam di sini sangat indah. Kakak juga suka lihat matahari terbit di sini, kalau aku masih tidur." Ila terkekeh bercerita tentangnya dan Ilo seraya duduk di rerumputan. Zen ikut duduk di sebelahnya.

Pandangan Ila lurus ke depan, melihat asap yang keluar dari cerobong asap salah satu rumah warga. "Aku terlahir dengan tubuh yang lemah dan sering sakit-sakitan. Saat usiaku 4 tahun, aku hampir mati, atau seharusnya ... aku sudah mati saat itu ...."

⿻⃕⸙͎

Enam tahun yang lalu, beberapa minggu sebelum peperangan.

Desa Hulu Mediterranea sangat hening kala itu. Istri Kepala Desa tak henti-henti menangis sejak kemarin lusa. Putri kecilnya-Ila-terbaring lemah sejak seminggu yang lalu. Penyakit yang tidak diketahui itu kian memburuk.

Suku Hulu tidak biasanya menerima tamu, tetapi hari itu datang dua orang asing, bocah sepuluh tahun dengan ajudannya.

"Siapa kalian?! Mau apa kalian kemari?!" Tombak-tombak bambu itu dihunuskan ke kedua orang tersebut.

"Namaku Zen Kuroxwar, putra Raja Alverd, atau begitulah orang-orang mengenalku," sahut si bocah. Zen berjalan melewati penjaga gerbang, disusul Alwen yang mengikuti di belakang tanpa sepatah kata pun.

Orang-orang Suku Hulu itu bergeming membiarkan dua orang asing itu memasuki desa mereka. Bocah sepuluh tahun itu seolah memancarkan aura yang kuat. Mereka yang hidup di alam liar langsung mengerti bahwa anak kecil di depan mereka bukan orang sembarangan.

Zen kecil menelaah sejenak, mencari rumah Kepala Desa. Ia langsung menemukannya, rumah dengan hawa kematian.

Tok! Tok!

Zen kecil mengetuk pintu, lalu membukanya dan masuk sebelum ada sahutan dari pemilik rumah.

"Siapa kalian?!" ujar Kepala Desa dengan lantang.

NEROLUCETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang