Hari itu, tanggal 24 september 2019, ada yang aneh dengan kamera Nesta. Di pagi hari, seekor kucing liar hitam dengan segaris bulu putih di sepanjang punggungnya seperti biasa menyapanya di depan pintu kos. Seperti biasa juga, dia memotret kucing itu sebelum memberinya makanan. Namun kali ini, kucing itu cepat berlari pergi ketika motor di rumah tetangga meraum kencang. Nesta cepat melupakan kucing itu dan memeriksa hasil potretnya.
Di foto itu, sebuah cahaya redup mengelilingi si kucing liar. Nesta memeriksa lensanya, namun tidak ada yang goresan atau noda apa-apa di sana. Dia juga memeriksa sistem kamera dan tetap tidak menemukan keanehan. Nesta memotret dirinya sendiri dan hasil foto di kamera terlihat normal tanpa ada cahaya terang mengelilinginya. Khawatir sesuatu terjadi pada kameranya, dia mengeluarkan microSD, kemudian mereset kamera itu ke settingan pabrik. Sambil menunggu kamera kembali reset, Nesta memakai sepatunya dan beranjak pergi. Tidak ke kampusnya, tapi ke titik kumpul yang telah ditentukan.
Sejujurnya, Nesta tidak terlalu peduli pada demo-demo seperti ini. Dia lebih memilih kuliah untuk terus menambah ilmunya dan cepat lulus tanpa terkena kasus atau skandal apa-apa. Namun karena seluruh kelasnya sepakat untuk hadir di demo ini, Nesta tidak ingin menjadi satu-satunya orang yang hadir di kelas ketika teman-temannya memperjuangkan demokrasi di bawah terik matahari.
Beberapa menit di perjalanannya, Nesta menemukan kerumunan sedang mengelilingi sesuatu tidak jauh di depannya. Ketika dia melihat ke tengah kerumunan, dia menemukan seekor kucing hitam tergeletak dengan perut terburai di pinggir jalan. Kucing itu terasa akrab bagi Nesta, karena punggungnya memiliki segaris bulu putih bersimbah darah di sepanjang punggungnya.
Nesta menatap mayat kucing itu, kemudian ke kameranya dan kembali ke mayat kucing. Dia menggeleng sambil berkata, "tidak. Tidak mungkin," dan tertawa kecil pada diri sendiri. Seakan pemikiran yang baru saja muncul di kepalanya terdengar sangat konyol dan mustahil.
Sepanjang perjalanannya, penasaran terus memakan diri Nesta. Ya, mungkin pemikiran itu terdengar konyol dan mustahil. Namun, apa lagi yang bisa menjelaskan keanehan pada kameranya?
Sebuah cahaya mengelilingi kucing itu di foto dari kameranya dan beberapa menit kemudian, kucing itu mati?
Iseng karena rasa penasaran, Nesta mengangkat kamera tinggi di atas kepalanya. Setelah yakin dengan kestabilan tangan, dia memotret kerumunan yang sedang berjalan ke titik kumpul di depannya.
Meskipun Nesta tahu pemikiran yang sedang menjangkitnya konyol dan mustahil, dadanya tetap deg-degan. "Paranoid aja," kata dia meyakinkan dirinya. Di bawah terik matahari, dia memeriksa hasil foto. Seketika, tubuhnya menggigil.
Di tengah foto itu, jauh di depan di tengah lautan mahasiswa berpakaian almameter berwarna berbeda dan dari berbagai latar belakang kehidupan, sebuah cahaya terang mengeliling satu di antara mereka.
Nesta baru tersadar bahwa dia telah berhenti ketika seorang mahasiswa menabraknya dari belakang. Meskipun mahasiswa itu minta maaf, dia tetap tidak melepas tatapannya pada foto di kamera. Dia keluar dari galeri kemudian kembali masuk dan tetap saja, foto itu sama. Nesta cepat-cepat mengangkat kamera dan memotret lagi. Tetap saja, sebuah cahaya terang mencuat di antara lautan mahasiswa di depannya.
Tanpa berpikir dua kali, Nesta membesarkan foto itu. Meskipun terbalut oleh cahaya terang, dia masih bisa melihat topi hitam yang dipakai mahasiswa itu. Tidak ada yang memakai topi hitam selain dia. Di genggaman tangannya yang naik lebih tinggi daripada lautan mahasiswa adalah sebuah megaphone. Jaket hitam yang dipakainya tidak memiliki lengan dan terlihat seperti dirobek.
"Hey, Nes! Kok lu berdiri aja di sini?" Sebuah tangan menepuk bahunya dari belakang sampai Nesta hampir menjatuhkan kameranya.
Tanpa berbalik ataupun menyapa, Nesta langsung memperlihatkan foto yang diperbesar di kamera pada yang baru saja menyapanya. "Ris, kamu tahu ini siapa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
SEPTEMBER HITAM
ActionDari pembantaian brutal hingga tindakan represif yang melanggar kemanusiaan, bulan september sering kali menjadi pengingat pahit akan rentetan peristiwa yang meninggalkan jejak duka dan trauma yang sulit terhapus dari ingatan kolektif masyarakat. Re...