Bab 9 Semangat Menggebu-gebu

7 3 0
                                    


Selamat pagi Senin!

Pagi ini cuaca begitu cerah. Aku sedang bersiap-siap untuk memulai kembali rutinitas mengajarku setelah hampir tiga minggu libur. Kali ini aku bangun lebih awal. Lebih awal dibandingkan kedua temanku. Aku pun sudah mandi dan memakai baju seragam kebanggaan.

Jika kalian bertanya tentang kabar si anak yang beberapa hari lalu menabrak guci di Mall, tenang. Anak itu sudah aman bersama orang tuanya. Tidak lama setelah aku dan Yudha mengantarnya ke klinik, orang tua si anak datang. Mereka berterima kasih dan meminta maaf atas kejadian ini. Ternyata, si anak itu pergi ke Mall bersama babysitter-nya. Dan karena kelalaian si babysitter-lah yang menyebabkan si anak menghilang dan terjadi peristiwa pecah guci.

Sekarang saatnya touch up! Aku duduk di depan meja hias yang juga bergabung dengan meja kerjaku. Aku sudah mengenakan kemeja putih dengan jasnya dan juga rok panjang sampai di atas mata kaki. Aku mulai merias wajahku tipis saja, karena aku tidak terlalu suka dandan yang menor-menor. Setelah aku merasa cukup dengan urusan wajahku, aku lalu mengenakan jilbabku dengan rapi. Hmm, aku sudah siap.

Aku juga melihat Salma sudah siap. Seragam yang Ia kenakan sangat rapi. Setelan jas warna abu-abu dengan rok sebawah lutut, dan rambut sebahu yang dibiarkan terurai. Salma selalu cantik.

Sedangkan, di ujung sana aku melihat Ipeh masih dengan kemejanya berwarna putih dan celana dasarnya belum dilengkapi dengan jasnya (jangan harap Ipeh memakai rok saat mengajar, dia masih setia dengan celananya). Ipeh terlihat sibuk mencari-cari sesuatu. Banyak sekali barang bawaan Ipeh hari ini.

"Guys, lu pada liat baterai kecil kagak? Warna item. Gua perasaan taro di meja sini, kok kagak ada yak?" tanya Ipeh setelah beberapa menit mencari.

"Baterai jam maksud lo, itu ada di lemari pojok." jawabku.

"Bukan. Ini baterai ukurannya lebih kecil. Yang biasanya ada di mainan senter kecil anak-anak. Bentuknya bulet-bulet kecil. Bantuin dong, gua nggak bisa berangkat ini kalo kagak ada itu." pinta Ipeh.

Kami berdua pun langsung bergegas mencari barang yang dicari Ipeh. Barang kecil mungil begitu pastilah susah dicari. Lagi pula ada-ada saja si Ipeh, mau mengajar bukannya menyiapkan buku-buku atau alat tulis, malah bawa-bawa baterai. Ketika aku fokus mencari, tiba-tiba kakiku menyampar sesuatu. Benda kotak warna hitam.

Aku pun mengambilnya dan berkata, "Ini bukan, Peh?"

"Oh, thanks God! Gua pikir ilang lu, baterai. Ahh! Bikin repot lu!" seru Ipeh senang.

"Lo ngapain si mau ngajar bawa-bawa baterai? Udah kayak tukang jam." tanyaku heran.

"Gua mau buat proyek robot sama anak-anak kelas enam. Ini tu proyek yang tertunda waktu di semester satu. Nah, gua udah janji sama anak-anak bakal lanjutin di awal semester ini. Mereka udah semangat banget. Gitu dah! Kalo gua kagak bawa ni baterai, bisa batal lagi tu proyek." jawab Ipeh menjelaskan.

"Mantappp ibu guru kita!" seru Salma sambil mengacungkan jempol di depan muka Ipeh.

Aku pun tersenyum bangga kepada Ipeh. Setelah Ia memakai jasnya, kami pun bersiap meninggalkan kamar kami dan membawa semua perlengkapan mengajar kami. Aku dan salma membantu Ipeh membawa barang-barangnya karena Ia terlihat kerepotan. Setelah kami pastikan pintu kamar terkunci, kami pun bergegas menuju ruang makan untuk sarapan pagi.

Sekarang sudah jam 06.10 WIB. Artinya, kami masih punya waktu 20 menit lagi sebelum berangkat ke sekolah. Di ruang makan asrama, sudah banyak pegawai lain yang berkumpul untuk sarapan. Sepertinya, kami bertiga yang datang paling siang. Gara-gara baterai mungil tadi.

Kisah ArinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang