Bab 13 Kabar Baik tapi Buruk

5 3 0
                                    


Hari demi hari berlalu. Minggu demi minggu pun berlalu. Aktivitas kami semakin padat dalam mempersiapkan kegiatan festival seni yang semakin dekat. Sekarang sudah pertengahan Februari, artinya tinggal enam minggu lagi festival seni akan dilaksanakan. Enam minggu pula waktu yang tersisa untuk kami bersiap meninggalkan sekolah ini.

Hari ini seluruh dewan guru beserta staff mengadakan rapat festival seni. Kepala sekolah secara langsung menunjukku untuk menjadi ketua pelaksana kegiatan ini. Aku pun mulai menyusun konsep acara ini dengan epik. Ini adalah persembahan terakhirku untuk sekolah ini, untuk murid-murid, dan untuk para wali murid.

Kegiatan rapat sore ini berjalan lancar. Festival seni akan dilaksanakan dengan meriah. Akan ada pertunjukkan-pertunjukkan seru, pameran karya murid-murid, dan masih banyak lagi. Konsep ini sudah aku ajukan sebelumnya kepada Mr.Ridwan, dan beliau sangat mendukung.

"Baiklah kawan-kawan, rapat kita cukupkan sampai disini. Mohon kerjasama yang baik agar rencana kegiatan kita berjalan dengan lancar. Mari berikan yang terbaik untuk anak-anak kita. Semangat!" ucapku menutup rapat dengan memberi semangat.

"Semangat!" ucap peserta rapat serempak. Mereka pun satu persatu berdiri dari tempat duduk mereka. Namun, tiba-tiba pintu ruangan terbuka. Mr.Ridwan muncul dari balik pintu dan memasuki ruangan.

"Apakah saya ketinggalan rapat? Sepertinya kalian semua sudah mau bubar." sapa Mr.Ridwan membuat seluruh peserta rapat kembali duduk.

"Oh! Selamat sore Mr.Ridwan. Mohon maaf, rapat sudah ditutup. Saya tidak tau kalau Mr. Ridwan akan hadir dalam rapat." jawabku yang tidak menyangka bahwa Mr. Ridwan akan hadir juga.

"Tidak, Arina. Saya hanya bercanda. Saya kesini memang ingin membahas sesuatu, tapi hanya kepada beberapa orang saja. Kalian sudah bekerja keras hari ini. Kalian pasti lelah. Silahkan beristirahat di rumah dan tolong tetap dalam ruangan ini Mr.Joko, Miss Arina, dan anda berdua, Miss Salma dan Miss Ipeh." perintah Mr.Ridwan.

Kami pun mengikuti apa yang diucapkan Mr.Ridwan. Semua dewan guru dan staff meninggalkan ruangan rapat kecuali aku, Mr.Joko, Salma, dan Ipeh. Kami berempat bersama Mr.Ridwan duduk melingkar dibatasi oleh meja. Setelah memastikan ruangan sepi dari peserta rapat tadi, Mr.Ridwan pun memulai pembicaraan.

"Maaf jika saya mengganggu waktu istirahat kalian. Tapi, ada hal mendesak yang ingin saya sampaikan." kata Mr.Ridwan mengawali.

"Anda tidak perlu sungkan, sir. Saya pribadi sudah terbiasa pulang terlambat karena pekerjaan kepala sekolah yang selalu dikejar deadline. Sedangkan mereka bertiga, saya yakin jikalau sekarang sudah bisa pulang, mereka tidak akan langsung pulang ke asrama. Mereka masih punya tenaga untuk jalan-jalan. Benar, kan?" jawab Mr.Joko yang tersenyum menggoda kami bertiga.

"Seharusnya Mr.Joko cukup dengan curhat tentang pekerjaan kepala sekolah saja, jangan bongkar kartu kami juga, dong!" sahutku sembari tertawa diikuti yang lainnya.

Kami menghentikan tawa setelah melihat Mr.Ridwan memperbaiki posisi duduknya dan bersiap untuk melanjutkan kembali pembicaraan. Agaknya pembicaraan ini akan serius melihat ekspresi wajah yang ditunjukkan Mr.Ridwan.

"Baiklah, saya akan memulai rapat kecil kita ini. Saya tidak memastikan apakah yang akan saya sampaikan ini adalah kabar yang bahagia atau tidak. Tapi, saya merasa punya sedikit harapan, walaupun sangat sedikit." lanjut Mr.Ridwan. Kami terdiam menunggu kelanjutan dari ucapan Mr.Ridwan.

"Seperti yang kita sudah ketahui bahwa dalam 6 minggu lagi sekolah ini dan Yayasan Greener akan berhenti beroperasi. Kita pun sudah tau alasannya. Hampir semua media memberitakan tentang hancurnya Greener. Itu artinya, bukan hanya kita. Tapi, ada ribuan orang yang akan kehilangan pekerjaanya." kata Mr.Ridwan yang kami tanggapi dengan anggukan kepala.

Kisah ArinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang