Bab 2 Bertemu Kawan Lama

9 5 1
                                    


Suara mesin kereta api menderu. Aku memandangi pemandangan kota kelahiranku. Tempat paling nyaman menurut sepanjang perjalanan hidupku. Kini, kembali aku harus meninggalkannya. Bapak yang sedari tadi menatap jalannya kereta pun sudah tidak kelihatan lagi.

Selamat tinggal Jogja, sampai bertemu 6 bulan lagi. Semoga ada sosok lelaki seperti bapak yang bisa kubawa untuk menginjakkan kaki di tanahmu. Kemudian, akan aku kenalkan kepada bapak dan ibu sebagai calon menantu mereka.

Yakk! Lamunan macam apa ini? Aku yang tersadar langsung menggeleng-gelengkan kepala dengan cepat. Ahh, sepertinya pembicaraan dengan bapak dan ibu gara-gara ulah Adinda begitu merasuk ke dalam otakku. Bingung.

Masalahnya bagaimana caranya mendapat calon suami? Pacaran saja aku tidak pernah. Dekat dengan lelaki pun tidak pernah berlangsung lama. Mungkin aku nya yang tidak peka.

Aku menghela napas. Menyandarkan kepalaku di kursi kereta sembari memejamkan mata. Tuhan, tenyata masalah ini lebih rumit dibandingkan dengan mengajar pelajaran matematika di sekolah.

"Arina, kan?" sapa seorang lelaki yang berdiri di sebelah kursi tempatku duduk. Seketika aku membuka mata.

Aku mengernyitkan dahi, tanda sedang berusaha mengingat orang yang menyapaku itu.

"Iya, betul. Emm..siapa ya?" tanyaku sembari masih berusaha mengingat.

"Wah, elo ya. Mentang-mentang udah sukses ya sekarang, lupa sama kawan lama." sahutnya.

"Sebentar-sebentar. Oooh, elo, lo Yudha ya? Yudha Adiwangsa? Dulu ketua OSIS kan?" sapaku bersemangat. Akhirnya aku ingat, setidaknya aku tidak dianggap sombong kan.

"Sekali nya inget, inget banget lo. Gue boleh gak si duduk di sini, soalnya tempat yang lain sudah penuh, tadi gue hampir ketinggalan kereta." pintanya.

"Boleh boleh, duduk aja. Lagian kan ini tempat umum, yang penting lo udah beli tiket kan? Jangan bilang lo nyelundup!" candaku.

"Pejabat koruptor kali ah nyelundup-nyelundup. Nyelundupin uang rakyat masuk kantong pribadi." jawabnya.

"Widih berat emang kalo ngomong sama mantan pejabat, pejabat OSIS SMA Wiratama. Hahaha.." sambungku. Yudha ikut tertawa.

Yudha Adiwangsa adalah teman SMA ku. Dia adalah murid berprestasi pada saat itu. Orangnya baik, tidak pernah neko-neko dan lumayan tampan. Banyak murid-murid perempuan yang berusaha mencuri perhatiannya, tapi tentu aku tidak ya.

Entah mengapa sulit rasanya tertarik pada laki-laki. Ya Tuhan, semoga aku normal. Apa-apaan? Jelas aku normal, nyatanya aku sering mesam mesem saat melihat pemeran laki-laki di drama Korea, bukan mesam mesem sama pemeran wanitanya. Normal kan?

"Eh, ngomong-ngomong lo mau ke Jakarta juga ya?" tanyaku memecah kesunyian. Entah mengapa rasanya canggung. Mungkin karena kami sudah lama sekali tidak bertemu.

"Iya, beberapa hari lalu gue ambil cuti. Gue putusin untuk pulang ke Jogja, udah lama banget gue gak nengokin Ayah sama Ibu." Jawabnya.

"Jadi lo kerja di Jakarta juga? Wah, ternyata kita sama. Tapi kenapa kita gak pernah ketemu ya? Ngomong-ngomong kerja dimana?" tanyaku lagi.

"Ada, aku buka usaha kecil-kecilan. Nanti kalo lo lagi ada waktu luang, boleh deh main-main ke tempat gue kerja. Eh, tapi guru Greenwood pasti full banget ya jadwalnya, secara sekolah kelas elit gitu." jawab Yudha.

"Woww, hebat lo udah punya usaha sendiri. Banyak duit lo. Hehehe. Eh, kok lo tau sih kalo gue ngajar di Greenwood?" Tanyaku penasaran.

"Eh, itu. Itu gue liat tas yang lo bawa ada pin lambang Greenwood kan itu? Gue si nebak aja, soalnya yang gue tau kan lo dulu kuliah jurusan pendidikan kan, lo dapet beasiswa di Universitas Greenwood." jawab Yudha agak gugup kelihatannya.

Kisah ArinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang