Bab 15 Pencarian di Mulai

8 3 0
                                    


"Halo, om! Tidak, aku masih di kantor papi. Benarkah? Baik, aku akan segera kesana." seru Aldrich lantas mematikan panggilan seluler yang baru saja Ia lakukan.

Dengan wajah bersinar, Aldrich segera mengemasi beberapa dokumen yang belum selesai Ia baca ke dalam tasnya. Aldrich lekas meninggalkan ruangannya. Memberikan kode kepada James untuk segera mengikutinya. James yang sudah hapal sekali dengan kode-kode dari Aldrich langsung bergegas mengikuti.

Mereka berdua berjalan mantap melewati setiap pegawai yang senantiasa membungkukkan badan ketika Aldrich lewat. James menekan tombol pada lift dan tak lama lift pun terbuka. James pun dengan lihai menekan tombol lobi dengan segera, seperti biasa tanpa banyak bertanya.

Tanpa menunggu waktu lama, sampailah mereka berdua di tempat parkir. James membukakan pintu mobil, kemudian Aldrich masuk ke dalamnya. James pun lantas masuk juga, menduduki kursi pengemudi.

Saat James memakai sabuk pengamannya, Aldrich berkata, "Kita ke rumah sakit, James."

"Baik, tuan." sahut James. Mobil pun melesat dengan cepat meninggalkan kantor utama PT. Surya Agung.

Baru saja Om Roy menghubungi Aldrich. Beliau mengatakan bahwa selama tiga hari terakhir ini kondisi Mami Rieta sudah stabil. Sudah saatnya Aldrich bertemu dengan ibunya. Hal ini pula yang membuat wajah Aldrich kini bersinar. Akhirnya setelah menunggu berminggu-minggu, Aldrich dapat bertemu dengan ibunya.

Dalam perjalanan selama 20 menit, akhirnya mereka sampai di Rumah Sakit Harapan Jiwa. Aldrich melangkah mantap menuju ruang dimana Mami Rieta di rawat. Seluruh perawat dan pegawai rumah sakit membungkukkan badan saat berpapasan dengan Aldrich. Begitu pula dengan tiga perawat yang sedang berdiri terpaku di dekat resepsionis. Antara takut dan takjub.

"Kak, kenapa tuan Aldrich datang lagi? Apa dia akan memecat kita sekarang?" siapa lagi kalau bukan perawat magang.

"Stt, diamlah! Tidak usah berbicara sekarang. Itu lebih aman." sahut perawat lainnya.

Aldrich melewati setiap pegawai yang ada dengan langkah yang mantap. Tidak ingin basa-basi, yang ada dalam pikiran Aldrich hanya segera bertemu ibunya.

Sementara di dalam ruangan pasien VVIV, Mami Rieta duduk dengan pakaian yang sangat rapi. Rambutnya tersisir rapi terurai sebahu. Kamarnya pun sangat bersih. Kalau di lihat-lihat, ruangan ini lebih mirip apartemen mewah daripada rumah sakit jiwa.

"Roy, aku tidak sedang bermimpi, kan? Kau tidak sedang bergurau kan, Roy?" tanya Mami Rieta antusias.

"Tentu aku tidak bergurau, Rieta. Bahkan Rega sudah menunggu cukup lama untuk bertemu kau." jawab Om Roy meyakinkan Mami Rieta.

"Oh, anakku! Apa aku sudah terlihat cantik, Roy?" tanya Mami Rieta lagi.

"Tentu saja. Perawat Nina memang pandai merias wajahmu." jawab Om Roy sambil tersenyum.

Tok..tok! Pintu suara diketuk. Perawat segera membukakan pintu. Aldrich pun masuk ke dalam ruangan. Sementara James memilih untuk menunggu di luar.

"Mami." ucap Aldrich lirih.

Mami Rieta menoleh dan berucap lirih, "Rega, anakku."

Om Roy segera memberikan isyarat kepada perawat untuk segera meninggalkan ruangan. Om Roy sendiri juga ikut meninggalkan ruangan, menepuk-nepuk bahu Aldrich yang masih berdiri di depan pintu, kemudian keluar. Om Roy berpapasan dengan James yang masih setia berdiri di dekat pintu bagian luar. Memandang sejenak ke arah James, dan menganggukkan kepala sambil berjalan ke ruangannya.

Perlahan Aldrich berjalan mendekat ke arah Mami Rieta duduk. Dengan pandangan yang terus melekat, Aldrich duduk bersimpuh di hadapan Mami Rieta. Diraihnya kedua tangan maminya itu, lantas dikecupnya lembut. Dipandanginya lagi wajah Maminya yang sekarang sudah memerah dan mata berkaca-kaca.

Kisah ArinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang