10 >> ERROR <<

3.2K 336 12
                                    

Ehem, ehem...

> 3000 kata.

***

Tidak ada yang Resta lakukan selain berbaring di ranjang UKS. Di luar, ternyata masih ada Sagara dengan seragam basketnya berdiri kokoh di depan pintu, dengan posisi tangan istirahat di tempat. Resta bisa melihatnya dari dalam karena pintu UKS terbuat dari kaca.

Mungkin sudah lebih dari 4 jam pemuda itu berdiri, bahkan tidak bergerak dan menukar posisi sedikit pun. Resta jadi bertanya, apa yang dipikirkan Sagara berdiri diam selama 4 jam, ya?

"Sagara." Resta memanggil dengan suara pelan.

Namun, entah terbuat dari apa telinga Sagara hingga ia masuk ke dalam UKS— seakan tahu Resta memanggilnya.

"Ya? Apa kau butuh sesuatu, Resta?" Sagara berlari kecil mendekati ranjang Resta.

Resta memandang pemuda itu lamat. "Kenapa di sekolah kau memanggilku dengan nama, sedangkan di rumah dengan panggilan Tuan Muda?"

Sagara mengangkat bahu santai. "Tuan Gaviel berkata padaku kalau aku bisa bersikap biasa padamu di sekolah. Tetapi lain cerita jika aku sedang memakai seragam bodyguard keluarga Dewantara."

Resta diam, tak menjawab. Pemuda itu membiarkan ruangan hening beberapa saat.

"Kau sudah menjadi bodyguard di usia 17 tahun." Resta melirik lengan Sagara yang sedikit berotot, dada pemuda itu yang bidang, rahang tegas, serta sorot mata datar yang membuat semua orang enggan dengannya. "Kau pasti mendapatkan pelatihan khusus."

Meski begitu, sorot mata datar itu memandangnya sedikit... ramah, mungkin?

Sialan, aku iri dengan tubuhnya.

Resta berecih, memalingkan wajah. Ia mengumpat karena Resta jarang berolahraga— alasannya karena anak itu punya asma, tidak bisa olahraga terlalu serius, hanya olahraga ringan saja.

"Aku anak Abraham, kaki tangan Tuan Gaviel. Dari dulu Tuan Gaviel memberikan kesempatan untuk ayahku meneruskan anak-anaknya sebagai bodyguard Dewantara. Makanya aku juga lahir di mansion Dewantara, menghabiskan masa kecilku di sana dengan para paman bodyguard yang mengajariku menjadi petarung yang hebat."

Sagara mengambil kursi, lantas duduk di samping ranjang Resta. "Kau tahu, kata paman itu, aku adalah orang yang akan ditunjuk sebagai bodyguard Tuan Muda bungsu keluarga Dewantara."

Resta yang awalnya acuh, mulai tertarik. Ia menatap Sagara dengan satu alis terangkat. "Untukku?"

Sagara mengangguk, wajahnya tetap datar. "Tapi karena keterbatasan umur, Tuan Gaviel menyuruhku menyelesaikan sekolah. Tetapi aku tetap bisa menjadi bodyguard untukmu dalam keadaan tertentu. Itu berlaku sampai aku dan kau kuliah. Saat itulah Tuan Gaviel akan mengangkatku resmi sebagai bodyguard, dan memberikan tugas untuk melindungimu di mana pun kau berada."

"Kalau begitu, disaat penculikan waktu itu..." Resta memberi jeda. "Kenapa kau tidak ada di sekitarku?"

Sagara sedikit tertegun. Pemuda itu menunduk, menatap sepatunya. "Itu salah satu kesalahanku. Waktu itu aku masih mengawasimu sampai kau masuk ke markas Dandelion. Tapi... a-aku..."

Resta menaikkan satu alis. Ia jadi semakin penasaran. "Kau kenapa?"

Resta bisa melihat semburat merah yang menjalar di telinga hingga pipi Sagara. Kulit putih pemuda itu membuatnya terlihat kentara.

Sagara memalingkan wajah, tidak ingin bertatapan dengan Resta. "Aku... Aku kebelet berak."

Resta tersedak, ia hampir menyemburkan tawa saat wajah Sagara semakin memerah.

ERRORTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang