12 >> ERROR <<

2.8K 316 7
                                    

Matahari pagi menyelinap malu-malu di celah jendela kamar Resta. Hujan tadi malam sudah reda, menyisakan genangan air di jalanan.

Resta terbangun. Ia menatap buku di tangannya. Buku itu belum selesai ia baca karena terlanjur tertidur. Resta segera bangkit, menyembunyikan buku itu kembali.

Resta bergerak ke kamar mandi. Sekarang adalah hari libur— tanggal merah, jadi ia tidak pergi ke sekolah.

Setelah selesai membersihkan diri, Resta keluar dari kamar untuk pergi sarapan. Di tubuhnya melekat baju kaos hitam santai. Malangnya baju itu terlihat kebesaran, menutupi celana pendek abu-abu yang ia kenakan.

"Pagi, Resta." Sean menyapa dengan lembut.

Di meja makan sudah ada anggota keluarga Dewantara yang berkumpul. Mereka mengenakan pakaian santai— yang artinya tanggal merah menjadi hari merdeka mereka dari pekerjaan yang menggunung.

Resta tak menjawab ucapan selamat pagi itu. Ia segera duduk di salah satu kursi yang kosong di samping Xavier. Pemuda itu mulai menyendokkan nasi ke piringnya.

"Bagaimana tidurmu?" Gaviel bertanya dengan kaku. "Nyenyak?"

Resta melirik Gaviel lewat ujung mata, menanggapinya dengan sebuah anggukan pelan. Pemuda itu mulai memakan tanpa menunggu yang lain.

"Ini hari libur yang menyenangkan." Sean berusaha mencari topik di meja makan itu. Selain suara Sean, hanya terdengar dentingan sendok dan piring yang saling beradu. "Kita bisa beristirahat sejenak dari tugas kuliah dan tumpukan dokumen pekerjaan. Bukankah begitu?"

Gabriel mengangguk mantap. Xavier mengiakan— setelah belajar mati-matian demi UN yang hanpir mendatang.

Resta hanya diam. Melihat itu, Sean menyengir canggung. "Hei, Resta, apa agendamu hari ini?"

Resta sedikit mendongak. Ia terlihat berpikir. "Tidak tahu."

"Jadi kau tidak punya rencana pergi ke luar, kan?" tanya Sean antusias.

Resta mengangguk. Pipinya menggembung saat mengunyah nasi. Melihat itu, Gabriel tanpa sadar mencubit pipi Resta pelan.

Resta tentu kaget. Ia menghentikan aktivitas makannya. Menatap Gabriel tajam. "Apha yhang kau lwakukwan?"

Xavier tertawa mendengar perkataan Resta yang kurang jelas. "Habiskan dulu makanan di mulutmu, baru berbicara."

Resta merengut kesal. Ia mengangkat piringnya, menatap Gabriel penuh permushuhan lalu pergi dari meja makan menuju ruang tengah. Ia duduk bersila di sana, menghidupkan televisi dan kembali memakan makanannya.

Semua orang di meja makan hanya mengamati dalam diam.

Karena keasyikan makan sambil menonton, Resta tidak tahu bahwa anggota keluarga Dewantara selesai menyantap sarapan mereka.

"Atau, ada tempat yang ingin kau kunjungi, Resta?" tanya Gabriel. "Kita bisa pergi ke sana."

Lagi-lagi Resta menggeleng. Nasi di piringnya sudah habis. Ia kembali berdiri, tapi langsung ditahan Gabriel— menarik anak itu kembali untuk duduk di pangkuannya.

"Biarkan Xavier yang meletakkan piringmu," ujar Gabriel.

Xavier dengan senang hati mengambil piring Resta dan meletakkannya di tumpukan piring kotor. Resta hanya diam memandangi tangannya yang sudah kosong.

"Tapi aku haus," ucap Resta.

Xavier yang hendak kembali ke ruang tengah, berbalik arah. Mengambil air dan membawakannya ke hadapan Resta. Resta tertegun— hampir tidak percaya. Namun, ia tak banyak kata, langsung menenggak minuman itu hingga sisa setengah.

ERRORTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang