24 >> ERROR <<

1K 163 7
                                    

Sebenarnya hal yang paling menyenangkan adalah melihat bagaimana kelakuan manja Resta saat demam. Tetapi tiga Dewantara bersaudara harus merasakan perasaan kecewa saat Resta sudah sembuh dari sakitnya.

"Ayo, Resta, makan dan buka mulutmu. Aaaa!"

Resta mendelik. Dia mendorong pelan sendok yang dilayangkan ke arahnya. "Aku bisa makan sendiri, kak Sean."

Sean mengerucutkan bibirnya. "Tapi selama tiga hari ini aku yang menyuapimu makan."

"Itu karena aku demam."

"Makanya, demam lagi sana!"

Resta melotot tak terima. Dia hanya memberikan acungan jari tengahnya, membuat gelak tawa Gabriel dan Xavier terdengar.

"Sudah, sudah. Resta, makan makananmu. Makan yang banyak biar makin sehat," ujar Gabriel menengahi.

Resta mengangguk. Tapi apa yang dia lakukan selanjutnya membuat Sean makin pundung. Resta mengangkat piringnya dan berpindah tempat ke samping Gabriel, memberikan tatapan kesal ke arah Sean.

Namun naasnya, dia malah mendapat cubitan di kedua pipinya. Astaga, bisakah orang-orang ini berhenti mengganggunya?!

Gaviel diam menyaksikan. Meski tatapannya fokus pada Resta, kepalanya sangat berisik dengan banyak pertanyaan. Apa aku tanya pada Resta saja, ya?

"Resta."

Resta mendongak ke arah Gaviel dengan mulut yang mengunyah nasi. "Hm?"

"Aku mendengar kau mengigau memanggil nama Genta Adelardo."

Deg.

Perkataan itu membuat pergerakan Resta terhenti. Pemuda itu membiarkan tangannya berhenti di udara, mencerna ucapan Gaviel.

"Gen...ta?" Resta meringis pelan. Aku tidak sadar mengigau nama itu.

"Iya."

"Bukan apa-apa, mungkin itu nama orang yang muncul di mimpiku. Bisa jadi itu setan," kata Resta beralibi. Lantas dengan santainya kembali memakan makanannya.

Gaviel menatap Resta. Jawaban itu cukup mencurigakan, tetapi Gaviel hanya mengangkat bahu. Dia akan percaya apa saja yang dikatakan Resta.

"Sekolah hari ini?" tanya Sean, memecah keheningan di meja makan itu. Pertanyaan itu tentu saja ditujukan untuk Resta.

Resta mengangguk sebagai balasan. Mulutnya penuh diisi nasi, membuatnya tak bisa bersuara. "Aku yang antar?" lanjut Sean.

Resta menggeleng. Makanannya habis, menenggak air minum, dan kemudian menjawab, "Aku pergi bersama Sagara."

Xavier langsung julid. "Apa-apa Sagara, ke mana-mana harus Sagara. Dikhianati sama dia, mampus kau."

Resta tertawa renyah. Dia menyambar tas di kursi sampingnya yang kosong, melambaikan tangan pada Xavier. "Dia tidak akan mengkhianatiku, kak. Mustahil malahan."

Resta langsung berlari tanpa mendengar celetukan Xavier lebih lanjut. Meski di tempatnya, Xavier membenarkan ucapan Resta. Tidak mungkin Sagara yang sangat setia itu berkhianat.

***

Ingin mendengar masa lalu Sagara? Maka akan Sagara ceritakan hari ini. Meski sekarang dia menjalani hari-harinya seperti biasa, ke sekolah bersama Resta, pergi nongkrong bersama yang lainnya— mari kita skip bagian itu. Karena untuk beberapa minggu ke depan, dia hanya menjalani hari-hari seperti biasa— sampai badai besar yang akan mengubah hidupnya.

ERRORTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang