.
.
.
Sudah tiga hari berlalu sejak Lana mulai mengabaikan Raka. Wajar saja kalau Raka merasa lega—hal yang mengganggunya selama tiga bulan terakhir kini sudah tak lagi mengusiknya. Begitulah seharusnya. Namun, perasaan yang tidak wajar tiba-tiba menghampiri Raka.
Perilakunya seolah menghianati keluhannya selama ini. Selama berbulan-bulan, Raka merasa terganggu oleh tatapan, senyuman, dan tingkah laku aneh Lana yang selalu berusaha mencuri perhatiannya. Kini, segalanya berubah.
RAKA SIDE
Sudah tiga hari berlalu, dan keadaan antara Raka dan Lana terasa berbeda. Ya... sedikit berbeda. Lana memang tidak berhenti memperhatikan Raka, tetapi ada sesuatu yang hilang. Tatapan Lana masih ada, namun tidak lagi secerah dulu. Energinya memudar, dan sering kali Raka melihat Lana hanya menatap kosong. Keriuhan Lana yang biasanya terdengar dari nyanyiannya yang menggelegar di koridor juga sudah jarang terdengar dalam beberapa hari ini.
Siang itu di kantin sekolah, suasana cukup tenang. Hanya beberapa siswa yang makan, termasuk Raka dan Lana, bersama sahabat mereka masing-masing. Dari tempat duduknya, Raka samar-samar mendengar percakapan Lana dengan kedua sahabatnya.
"Lanaaa, belum mau cerita?" tanya Naura, salah satu sahabat Lana.
Lana hanya membalasnya dengan senyum tipis.
"Ah, senyum lagi. Udah deh Lana, gue tau banget. Lu selalu ketawa, senyum tiap hari buat nutupin semua masalah di rumah, kan? Gapapa kalo belum mau cerita. Nanti kalau udah siap, kita ada buat lu, oke?" kata Shaka, sahabat lelaki Lana yang duduk di sebelahnya.
"Iya, Lana... kita kangen Lana yang ceria setiap hari," Naura menambahkan, tatapannya penuh harap.
Lana tersenyum hangat, menenangkan kedua sahabatnya. "Iyaa, Naura sayang. Nih, senyum kan Lana?" ucapnya sambil menyunggingkan senyum ceria.
"Huhh...," keluh Shaka sambil menoel kepala Lana hingga sedikit terdorong ke samping, mengundang pukulan kecil di pundaknya dari Lana.
"Ahak! Sakit, Lan!"
"Ih, siapa suruh noel kepala gue?" jawab Lana dengan muka acuh.
Naura hanya tertawa melihat tingkah kedua sahabatnya itu. "Hahaha, dasar kalian. Udah ah, cepet makannya, udah mau masuk kelas," kata Naura.
Raka mendengarkan percakapan mereka sambil tetap terlihat santai, menyantap makanannya. Hmmm... beneran ada masalah nih anak, pikir Raka. Lah, urusannya sama gue apa? Ck... Raka berusaha mengelak pikirannya sendiri, mempercepat makannya, dan segera meninggalkan kantin.
Di Kelas Lana
Siang itu, saat pelajaran seni budaya sedang berlangsung, beberapa siswa OSIS datang masuk ke kelas Lana untuk menyampaikan pengumuman. Ketua OSIS, Kak Hendra, berdiri di depan kelas dengan beberapa anggota lain di belakangnya, termasuk Raka.
Hati Lana bergetar saat melihat Raka yang berdiri di antara para anggota OSIS. Senyuman tipis menghiasi bibirnya, berusaha menyembunyikan kebahagiaannya.
"Assalamualaikum, adik-adik," sapa Kak Hendra.
"Waalaikumsalam, Kak..." sahut seluruh kelas.
"Jadi, singkat saja. Kami di sini ingin memperkenalkan salah satu organisasi di sekolah kita, yaitu PIK Remaja. Untuk lebih lanjut, akan dijelaskan oleh Raka. Silakan, Raka."
Lana semakin antusias. Pandangannya terpaku pada Raka yang mulai berbicara.
"Hmmm... Jadi, teman-teman, saya di sini sebagai ketua PIK Remaja. Organisasi ini adalah wadah bagi kita para remaja untuk saling bersosialisasi dan menjauhi hal-hal berbahaya seperti narkoba, seks bebas, dan sebagainya. Di sini kita juga akan melakukan banyak kegiatan edukatif..." jelas Raka dengan suaranya yang terasa begitu menyenangkan di telinga Lana.
Penjelasan Raka selesai, dan ia melanjutkan, "Bagi yang ingin bergabung, silakan angkat tangan dan tuliskan nama di buku yang sudah Kak Hendra siapkan."
Tanpa ragu, Lana langsung mengangkat tangan. Kak Hendra tersenyum, "Semangat sekali ya, Lana! Bagus!"
"Hehe, iya dong, Kak. Kan bagus untuk edukasi remaja," jawab Lana sambil tersenyum malu, disambut senyum dari para senior lainnya.
Author: Halah Lana, edukasi remaja apa...edukasi buat hatimu nih, hahah.
"Sepulang sekolah nanti, untuk calon anggota PIK Remaja, kita kumpul di aula rapat, ya?" lanjut Kak Hendra.
"Baik, Kak," jawab seluruh kelas.
Sepulang Sekolah
Sepulang sekolah, Lana menuju ruang rapat. "Naura, pulang duluan aja, ya. Gue rapat dulu," ucap Lana.
"Iyaaa... selamat meluangkan rindu sama Raka ya, hahaha," goda Naura.
"Hihihi... iya dong. Bye, Nau."
Lana pun berpisah dengan Naura dan segera menuju aula rapat. Di sana, rapat berjalan lancar, tapi perhatian Lana terus tertuju pada sosok favoritnya—Raka. Dalam hatinya, ia tertawa sendiri, senang dengan kesempatan untuk lebih dekat dengannya.
Raka pun memperhatikan, Udah balik lagi mood anak ini, batinnya. Baru juga tadi pagi kehabisan baterai, sekarang sudah ceria lagi.
Saat sesi perkenalan tiba, Lana berdiri untuk memperkenalkan diri. Namun, baru saja melangkah, dia hampir menginjak kabel speaker yang tergeletak di lantai. Untungnya, seseorang dengan cepat menarik tangannya mundur.
"Hey! Hati-hati!" seru suara itu. Lana menoleh dan mendapati Raka yang menyelamatkannya dari tersandung.
Beberapa detik, Lana terpaku dan tersipu. "M-maaf, Kak. Terima kasih," ucapnya panik.
"Iya, nggak apa-apa. Hati-hati aja, jangan sampai kesandung," jawab Raka sambil merapikan kabel speaker di depannya.
Lana hanya tersenyum kikuk. "Lana, nggak apa-apa?" tanya Kak Hendra dan beberapa senior lainnya.
"Hehe, iya, aman, Kak. Maaf ya," jawab Lana malu.
Rapat pun berlanjut, dan Lana memperkenalkan dirinya dengan lancar.
Rapat Berakhir
Seluruh siswa mulai meninggalkan ruang rapat. Lana sengaja berjalan seirama dengan langkah Raka, yang langsung menyadarinya. Mata mereka saling bertemu, dan Lana tersenyum tipis untuk menyapanya. Raka membalas senyuman itu dengan singkat, sebelum mempercepat langkahnya.
Lana? Jangan ditanya. Hatinya sekarang sudah melompat-lompat bahagia. Hanya dengan senyum singkat Raka, Lana sudah sebahagia itu. Sambil menutup mulutnya, Lana berusaha menahan keinginannya untuk berteriak senang.
Momen kecil dan sederhana itu terasa begitu berharga bagi Lana. Itu adalah langkah pertama dari semua usahanya mendekati Raka. Dalam hati, Lana mencatatnya dalam memori.
Hihihi, step one! Assahh!! pikir Lana dengan perasaan berbunga-bunga.
Malam itu, Lana berencana mengunjungi rumah Naura untuk mengerjakan PR... dan tentu saja, untuk bercerita tentang Raka.
.
.
next moment kecil apa lagi yaa antara raka dan lana? hihingg
KAMU SEDANG MEMBACA
My First Butterfly
Non-FictionCinta pertama? entahlah... cinta mungkin terlalu berat untuk rasa yang begitu sederhana seperti kupu-kupu yang terbang dengan indah meskipun ia tidak tau akan kemana. Aku jatuh padamu dengan sederhana tanpa aku tau semua akan jadi serumit ini. meski...