Keesokan harinya di sekolah, Lana melangkah melewati gerbang selatan dengan senyuman yang tersirat jelas di wajahnya. Kalian pasti tahu alasannya. Senyuman Raka kemarin bahkan berhasil membuat Lana berimajinasi, membayangkan perkembangan apa lagi yang bisa terjadi hari ini. Pikiran Lana terlalu optimis tentang Raka, dan dia sendiri tak mengerti kenapa. Namun, dia hanya mengikuti naluri bahagianya saat itu.
Seolah takdir mendukungnya, tak lama setelah Lana masuk, dari gerbang utara muncul sosok yang menjadi alasan senyum itu — iya, Raka. Mata berbinar Lana bertemu dengan Raka. Dengan cepat, Lana mengatur langkahnya agar bisa berpapasan dengan Raka. Tak mau ketinggalan kesempatan, dia berusaha mendekat.
Benar saja, kecerdikan Lana berhasil. Ia tak menyangka bahwa Raka justru lebih dulu menyunggingkan senyum padanya. Senyuman itu membuat Lana sedikit oleng, menahan debar di hatinya sembari tersenyum malu. Raka berjalan satu langkah di depannya, dan Lana dengan halus menyesuaikan langkah agar bisa berjalan bersampingan. Tak lama, Raka pun membuka pembicaraan.
"Kamu anggota PIK kelas 7, kan?" tanya Raka dengan nada tenang.
"Iya, kak... ada apa ya?" jawab Lana dengan jantung yang berdebar.
"Nama kamu siapa kemarin?"
"Lana, kak."
"Oh iya, Lana. Nanti siang di jam istirahat, tolong sampaikan ke teman-teman kelas 7 untuk kumpul di ruang BK, ya? Kita mau rapat di sana dulu, soalnya belum ada tempat untuk PIK R."
"Oh, oke, kak. Nanti saya kasih tau ke mereka."
"Makasih, ya."
"Iya, kak, sama-sama."
Mereka terus berjalan bersama, meskipun Lana merasa seperti kelas Raka tidak kunjung sampai. Ia bahagia, tetapi debar di dadanya semakin membuatnya kewalahan. Raka tampak tenang-tenang saja, seolah tidak merasakan apa yang Lana rasakan.
"Oh iya, dek... boleh minta tolong lagi?"
"Tolong apa, kak?"
"Kamu temannya Naura, kan?"
"Iya, kak, kenapa?"
"Bilang ke Naura, ya. Tolong bilangin ke Kak Baim, dicariin sama kakak, kok udah jarang ke rumah."
Lana sedikit terkejut, "Oh, kakak kenal sama Kak Baim?"
"Iya, kita udah sahabat dari SD. Ya sudah, kalau gitu kakak masuk kelas dulu. Makasih ya, Lana."
"Iya, kak..."
Begitu Raka pergi, Lana hampir meledak dari dalam. "AAAAKKKHHH!!! Gue ngobrol sama Kak Raka!!! Oh my goddness gue mimpi apa semalam!!" Jerit Lana dalam hati, tubuhnya gemetar dengan rasa bahagia yang membuncah.
Saat memasuki kelas, wajah Lana terlihat lebih ceria dari biasanya.
"Hai gaiss!! Assalamualaikummm!" sapa Lana penuh semangat. Beberapa teman sekelasnya menoleh, menyadari kebahagiaan yang terpancar jelas dari wajahnya, termasuk sahabatnya, Shaka.
"Wihh, ada apa nih, bahagia banget muka lu, Lan!" goda Shaka.
"SHAKAAAAA!!!!!" teriak Lana dengan senyum gembira dan nafas yang membara menghampiri shaka di bangkunya, hingga menarik perhatian teman-teman di kelas.
"Apesi, Lan! Teriak-teriak gitu, kesurupan lu yak?!" balas Shaka dengan canda.
"Demi apa, Shaka!!! Gue ngobrol sama Kak Raka!!! Aaaakkkhh!! Gue seneng banget hihihihiyy!!" seru lana dengan senyum yang merekah hingga matanya pun ikut tersenyum dan nafas yang sedikit tersenggal.
KAMU SEDANG MEMBACA
My First Butterfly
No FicciónCinta pertama? entahlah... cinta mungkin terlalu berat untuk rasa yang begitu sederhana seperti kupu-kupu yang terbang dengan indah meskipun ia tidak tau akan kemana. Aku jatuh padamu dengan sederhana tanpa aku tau semua akan jadi serumit ini. meski...