4: Lana dan Rasa

37 7 2
                                    

.

.

Happy Reading gais 

Dont forget to 

Vote and comment! support aku yaa

.

.

Hari-hari berlalu, dan tanpa terasa sudah dua minggu sejak pembagian kelas dilakukan. Lana mulai semakin akrab dengan banyak teman, bahkan dari luar kelas.

Namun, ada satu orang yang lebih banyak menarik perhatiannya—Raka. Ya, Raka yang sangat menyebalkan itu.

Siapa sangka, Raka berhasil membuat Lana terjebak dalam pergulatan dengan perasaannya sendiri.

Lana, yang biasanya cewek blak-blakan, selalu langsung mengungkapkan apa yang dia rasakan, kali ini berbeda. Ada sesuatu yang aneh dalam dirinya. Rasanya seperti otak dan hatinya tidak sinkron. Sesuatu yang baru dan membingungkan.

Lana tak pernah menyangka bahwa dua minggu pertama di sekolah barunya, dia akan merasakan... apa ya,? Dia sendiri belum yakin. Tapi satu hal yang pasti, setiap kali berpapasan dengan Raka, semangatnya tiba-tiba meningkat berkali lipat.

Lana dengan kesadaran penuh berhenti berusaha mengabaikan perasaan itu. Pikirannya mungkin bisa berbohong, tapi hatinya tidak. Setiap kali dia melihat Raka, hatinya berdegup lebih kencang. Dia tahu betul, meskipun Raka pernah jadi yang paling menyebalkan, tapiiii... entah dari mana datangnya ada daya tarik kuat yang tak bisa dia tolak.

Segalanya bermula sehari setelah insiden aneh itu—saat Lana tertegun di depan Raka ketika hendak menuju kelas barunya. Sejak saat itu, dia tak henti-hentinya memperhatikan Raka di setiap kesempatan.

Misalnya, ketika Raka bermain sepak bola, entah itu adalah dukungan dari semesta raka tidak mengenakan pakaian olahraga dan hanya memakai kaos hitam polos. Itu saja sudah cukup membuat Raka terlihat lebih mencolok dibanding pemain lain.

Atau ketika Raka lewat di depan kelas Lana, hanya sekadar punggungnya saja sudah cukup untuk membuat Lana terpaku. Kadang, Lana sengaja berdiri didepan kelasnya yang tepat menyoroti jendela belakang kelas Raka yang langsung menjadi media lana untuk melihat raka menuliskan materi di papan tulis. Atau ketika mereka berpapasan di kantin, ruang guru, bahkan saat-saat tak terduga lainnya.

Sementara itu, Raka yang diperhatikannya hanya lewat dengan tatapan datar, sibuk berbincang dengan orang lain. Lalu apakah itu membuat seorang lana akan berhenti?

Seperti yang kalian kira... gak semudah itu hahahah.

RAKA SIDE

Ini perasaan gue atau anak itu merhatiin gue terus dengan tatapan aneh sih? batin Raka, merasa ada yang janggal. Tio, yang sudah mengenal Raka sejak lama, tak bisa menahan diri untuk mencoleknya.

"Rak... mikirin apaan, lu?" tanya Tio, penasaran.

"Gak ada," jawab Raka singkat.

Tio tertawa kecil, "Raka Adriansyah, kita udah temenan dari orok, bro. Nyoba bohong sama gue, yakali percaya. Kenapa lu? Ada masalah, kan?"

"Kaga, elah. Gak penting," jawab Raka, tetap berusaha menghindar.

"Yaelah, lu kaya cewek aje. Ditanya 'gapapa, gapapa'. Itu jidat udah berkerut gitu, anjir. Ngaku dah."

"Ck, ribet lu, Yo," Raka berusaha mengalihkan, tapi Tio terus mendesaknya.

"Elu yang ribet, tinggal cerita apa susahnya."

Raka menarik napas panjang, memberikan jeda sebelum akhirnya satu kalimat terlontar dari bibirnya. "Yo, itu anak merhatiin gue mulu gak sih?"

"Siapa?" Tio bingung.

My First ButterflyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang