Selesai nya malam yang panjang dan penuh emosi, Mark tertidur dengan nyenyak dalam pelukan Haechan. Keheningan menyelimuti kamar mereka yang nyaman, hanya terdengar suara napas tenang dari keduanya. Namun, di luar, cuaca mulai berubah. Rintik hujan perlahan turun, membasahi jendela kamar mereka, menciptakan irama lembut yang menambah suasana damai di rumah kecil mereka.
Beberapa jam kemudian, Mark terbangun, masih merasa sedikit lelah tapi jauh lebih tenang dari sebelumnya. Ia menggerakkan tubuhnya pelan, merasa nyaman dalam dekapan Haechan yang masih terlelap di sebelahnya. Mark tersenyum kecil, merasa hangat oleh kehadiran suaminya yang selalu ada untuknya.
Mark menatap perutnya yang semakin membesar, mengusapnya dengan lembut. "Dede, kamu sehat, ya? Mommy janji akan jaga kamu sebaik mungkin," bisik Mark, seolah berbicara langsung dengan bayi yang tumbuh di dalamnya.
Tiba-tiba, Haechan menggeliat pelan, membuka matanya dengan malas. Ia melihat Mark yang sudah terbangun dan tersenyum mengantuk. "Melk udah bangun? Kaka nggak sadar ketiduran," gumamnya dengan suara serak.
Mark mengangguk pelan sambil tersenyum lembut. "Iya, kak... Melk udah bangun dari tadi. Tapi nggak mau bangunin kaka. Kaka kelihatan capek banget."
Haechan menghela napas panjang dan meregangkan tubuhnya. "Iya, hari ini cukup melelahkan. Tapi yang penting, Melk dan dede baik-baik aja."
Mark tersenyum dan menggenggam tangan Haechan yang masih melingkari pinggangnya. "Melk baik-baik aja kok, kak... Terima kasih ya, kak, sudah selalu ada buat Melk."
Haechan mengecup pelan kening Mark, lalu menatapnya dengan penuh kasih sayang. "Kaka akan selalu ada buat Melk. Apa pun yang terjadi."
Mereka berdua diam sejenak, menikmati momen damai di antara mereka. Hujan di luar semakin deras, tapi di dalam rumah itu, kehangatan cinta mereka menepis semua rasa dingin. Setelah beberapa saat, Mark menghela napas pelan dan mengangkat kepalanya, menatap Haechan dengan mata yang berkilauan.
“Kak, gimana kalau kita mulai belanja perlengkapan buat dede besok?” Mark bertanya, suaranya terdengar penuh harapan. “Melk pengen pilih sendiri bajunya, tempat tidur, dan semua yang dede butuh nanti.”
Haechan tertawa kecil, senang melihat semangat Mark. “Boleh, sayang. Kita bisa pergi ke toko bayi yang kamu suka. Kaka akan temani Melk pilih semua yang terbaik buat dede.”
Mark mengangguk penuh antusias. “Iya, kak. Melk pengen banget semuanya siap sebelum dede lahir. Hikss, melk takut nanti kalau dede lahir tiba-tiba, kita belum siap apa-apa.”
Haechan tersenyum dan merangkul Mark lebih erat. “Tenang aja, sayang. Semua akan baik-baik aja. Kaka sudah siapin semua yang Melk mau, dan besok kita selesaikan yang lainnya.”
Keesokan paginya, mereka bersiap untuk keluar rumah. Mark tampak lebih segar dan ceria setelah istirahat semalam. Dengan bantuan Haechan, ia berpakaian rapi dan siap untuk pergi berbelanja. Sementara Haechan memilih jaket tebal untuk melindungi Mark dari cuaca dingin, Mark memilih gaun longgar yang nyaman namun tetap terlihat cantik.
“Kaka, Melk udah siap!” teriak Mark dari ruang tamu.
Haechan datang menghampiri, membawa kunci mobil. “Cantik banget, Melk. Siap buat shopping?” candanya sambil tersenyum.
Mark tersipu dan mengangguk, lalu mereka pun berangkat menuju toko perlengkapan bayi favorit Mark. Di dalam mobil, suasana terasa ringan. Mereka berdua tak henti-hentinya membicarakan nama untuk bayi mereka, meskipun jenis kelaminnya belum diketahui.
“Kalau dede cowok, namanya siapa ya?” tanya Mark sambil melirik Haechan yang fokus menyetir.
“Hmm… bagaimana kalau Lee Hyun? Kaka suka nama itu, simpel tapi kuat,” jawab Haechan sambil tersenyum.
Mark mengerutkan dahinya, berpikir. “Lee Hyun… bagus sih. Tapi Melk pengen ada nama yang lebih spesial, yang punya arti mendalam.”
Haechan tertawa kecil, “Oke, kalau gitu kita cari nama lain nanti. Kalau dede cewek gimana?”
Mark tersenyum lembut. “Kalau cewek… gimana kalau Lee Haerin? Melk suka nama itu, artinya ‘angin musim semi.’ Kayaknya indah banget.”
Haechan mengangguk setuju. “Bagus juga. Haerin… indah dan lembut, cocok kalau dede cewek nanti.”
Percakapan mereka terus berlanjut hingga tiba di toko perlengkapan bayi. Toko itu penuh dengan barang-barang lucu dan menggemaskan—baju bayi kecil, mainan berwarna-warni, tempat tidur bayi yang empuk, dan perlengkapan lain yang membuat Mark semakin antusias.
Mereka berjalan-jalan di antara rak-rak, memilih dengan teliti setiap barang. Mark tampak sangat bahagia, senyum tak pernah lepas dari wajahnya. Haechan membantu dengan sabar, mendorong kereta belanja yang mulai penuh dengan pilihan Mark.
“Lihat kak, ini baju bayi lucu banget! Dede pasti kelihatan imut pakai ini,” seru Mark, mengangkat sebuah jumpsuit bayi berwarna pastel dengan gambar binatang kecil.
Haechan tersenyum melihat antusiasme Mark. “Lucu banget, sayang. Kaka setuju, dede pasti terlihat imut pakai itu.”
Mark tertawa kecil, lalu meletakkan jumpsuit itu di keranjang. “Kaka, kita juga butuh bantal bayi yang empuk. Yang ini kayaknya bagus deh,” ucapnya sambil menunjuk bantal bayi berbentuk bulat dengan corak bintang-bintang.
Haechan mengangguk dan menaruh bantal itu di keranjang. Mereka melanjutkan berbelanja hingga beberapa jam kemudian, memastikan semua kebutuhan dede terpenuhi. Setelah selesai, mereka membayar di kasir, dan keluar dari toko dengan penuh kepuasan.
Di perjalanan pulang, Mark tak berhenti tersenyum. “Kaka, Melk senang banget. Akhirnya kita udah hampir siap semuanya buat dede,” katanya dengan nada gembira.
Haechan melirik Mark dan tersenyum penuh kasih. “Iya, sayang. Kaka juga senang. Lihat Melk bahagia, itu yang paling penting buat kaka.”
Sesampainya di rumah, mereka langsung menata barang-barang belanjaan di kamar bayi yang sudah mulai siap. Mark dengan teliti menyusun baju-baju bayi di dalam lemari kecil, sementara Haechan membantu merakit tempat tidur bayi yang baru saja mereka beli.
“Kaka, lihat deh! Ini baju pertama dede, lucu banget kan?” Mark memegang sebuah baju kecil berwarna putih dengan hiasan pita di bagian kerahnya.
Haechan tersenyum lembut, menatap baju itu dengan perasaan haru. “Iya, lucu banget. Nggak sabar lihat dede pakai itu nanti.”
Setelah semuanya beres, mereka duduk bersama di kursi goyang di kamar bayi. Mark bersandar di dada Haechan, merasa tenang dan puas setelah hari yang panjang tapi membahagiakan. Ia memandang kamar yang kini sudah lengkap dengan perlengkapan bayi, merasa lega bahwa mereka semakin siap menyambut kehadiran dede.
“Kaka,” bisik Mark pelan, “Melk nggak percaya, sebentar lagi kita akan jadi orang tua…”
Haechan mengusap lembut punggung Mark dan mengecup keningnya. “Iya, sayang. Sebentar lagi kita akan jadi keluarga yang lengkap. Kaka janji, kita akan selalu bahagia dan dede akan tumbuh di tengah-tengah cinta kita.”
Mark mengangguk pelan, air matanya berlinang, tapi kali ini bukan air mata ketakutan atau kecemasan, melainkan air mata kebahagiaan. Haechan memeluknya erat, memberikan kehangatan dan rasa aman yang selalu ia butuhkan.
Di luar, hujan sudah mulai reda, menyisakan aroma segar di udara. Malam itu, mereka berdua tertidur di kursi goyang, dalam dekapan cinta yang semakin erat, menantikan hari-hari indah yang akan datang bersama bayi kecil mereka yang sudah hampir lahir.
----
Tbc~~~
KAMU SEDANG MEMBACA
Baby Lion (HyuckMark)
FanfictionSeo Haechan anak dari Seo Johnny and Seo Ten, yang di jodohin sama anak dari Jung Jaehyun and Jung Taeyong. Awal nya sih Haechan nolak tapi, ini kemauan Ten yang udah janji sama bestie nya dulu a.k.a Jung Taeyong yang mau nge jodohin anak nya suatu...