Malam itu, setelah pulang dari rumah sakit, Mark dan Haechan duduk di ruang tamu dengan suasana hati yang sangat bahagia. Haechan menyiapkan minuman hangat untuk Mark, dan mereka berbincang tentang bagaimana perasaan mereka setelah mendengar detak jantung bayi mereka yang sehat. Mark masih tenggelam dalam euforia, meski perasaan cemas sesekali muncul di pikirannya.
"Kak, rasanya Melk masih nggak percaya. Kita benar-benar akan punya bayi sebentar lagi," ucap Mark pelan, menggenggam tangan Haechan yang ada di atas meja.
Haechan tersenyum lembut. "Kaka juga, sayang. Rasanya seperti mimpi. Tapi ini nyata, dan kita akan jadi orang tua. Kaka janji, kita akan berusaha yang terbaik buat dede."
Mata Mark berbinar mendengar kata-kata suaminya. Ia merasa lebih tenang setiap kali Haechan berbicara. Rasa takut yang semula melingkupi hatinya perlahan-lahan menghilang, digantikan oleh rasa antusias dan cinta yang semakin kuat.
Waktu terus berjalan, dan hari kelahiran semakin dekat. Persiapan di rumah semakin matang—semua kebutuhan bayi sudah siap, dan keluarga serta sahabat mereka juga selalu mendukung. Setiap hari, Haechan memastikan Mark tidak merasa sendirian. Mereka menjalani waktu bersama, berbagi kegembiraan, dan merencanakan masa depan yang akan segera berubah dengan kehadiran si kecil.
Suatu sore, ketika usia kandungan Mark sudah semakin besar dan hanya tinggal hitungan hari menuju kelahiran, Haechan mengajak Mark keluar rumah untuk berjalan-jalan. Mereka menuju taman yang tidak jauh dari rumah, tempat biasa mereka bersantai dan menghabiskan waktu bersama. Udara sejuk sore itu, dipenuhi aroma bunga yang bermekaran, membuat suasana semakin tenang.
"Kak, Melk pikir hidup kita akan berubah drastis setelah dede lahir," kata Mark sambil merentangkan tangannya dan merasakan angin sejuk yang menerpa wajahnya.
Haechan tersenyum, tangannya melingkar di bahu Mark. "Iya, mungkin begitu, sayang. Tapi perubahan itu untuk yang lebih baik. Kaka malah nggak sabar untuk jadi papa dan lihat kamu jadi mama yang luar biasa."
Mark tertawa kecil, sedikit tersipu. "Melk masih deg-degan, tapi sekarang Melk lebih siap. Melk tahu, dengan kak di sini, Melk bisa melalui apa pun."
Mereka berdua duduk di bangku taman, menikmati pemandangan sekitar. Anak-anak kecil bermain dengan gembira, pasangan tua berjalan sambil bergandengan tangan, dan suasana damai mengelilingi mereka. Mark menatap ke arah perutnya yang besar, mengusap lembut dengan senyum di bibirnya. "Kak, kira-kira dede mirip siapa, ya?"
Haechan tertawa, merangkul Mark lebih erat. "Kalau mirip Melk, pasti cantik atau ganteng. Tapi kalau mirip kaka, ya pasti lebih keren lagi."
Mark tersenyum lebar. "Kak, Melk harap dede punya sifat sabar seperti kaka. Melk selalu kagum sama kesabaran kak menghadapi Melk, apalagi selama Melk hamil."
Haechan menatap Mark dengan penuh cinta. "Melk yang kuat, sayang. Kaka cuma membantu sedikit aja. Semua yang Melk alami selama hamil, itu luar biasa. Kaka bangga banget sama Melk."
Malam pun mulai tiba, dan mereka memutuskan untuk kembali ke rumah. Mark merasa sangat lelah setelah berjalan-jalan, dan Haechan membantunya berbaring di sofa, memastikan Mark merasa nyaman. Mereka memesan makanan favorit Mark untuk makan malam, dan sambil menunggu pesanan datang, mereka berbincang tentang apa yang akan mereka lakukan ketika dede lahir.
"Melk, kamu mau panggil siapa dulu nanti kalau dede lahir?" tanya Haechan sambil memijat lembut kaki Mark yang pegal.
Mark berpikir sejenak. "Bubu sama Daddy Jae dulu, kayaknya. Mereka pasti nggak sabar lihat dede. Terus mungkin baru kita kasih tahu yang lain."
Haechan mengangguk setuju. "Iya, mereka pasti bakal senang banget. Oh, kita juga harus siapin pakaian pertama buat dede. Melk mau dede pakai baju yang mana untuk pertama kali?"
Mark tertawa kecil. "Yang putih polos itu, kak. Lucu, sederhana, tapi elegan."
"Setuju," balas Haechan, tersenyum. "Dede kita bakal terlihat cantik atau ganteng dalam baju itu."
Malam itu, mereka berdua tertidur dengan senyuman di wajah mereka, membayangkan masa depan yang sebentar lagi akan mereka jalani sebagai orang tua.
---
Beberapa hari kemudian, tanda-tanda persalinan mulai muncul. Mark yang tadinya masih bisa berjalan dengan nyaman, kini merasa perutnya semakin berat dan kontraksi mulai datang secara teratur. Ia merasakan campuran antara kegembiraan dan ketakutan. Hari yang mereka tunggu-tunggu selama ini akhirnya tiba.
"Kak, sepertinya ini waktunya," bisik Mark saat kontraksi semakin kuat. Wajahnya menunjukkan kesakitan, tapi juga semangat untuk menghadapi momen besar ini.
Haechan, yang sudah menyiapkan segala sesuatunya, langsung mengambil tas persiapan melahirkan dan membantu Mark berdiri. "Tenang, sayang. Kita sudah siap. Kaka ada di sini. Ayo kita ke rumah sakit."
Perjalanan menuju rumah sakit terasa seperti mimpi bagi Mark. Semua kejadian selama sembilan bulan terakhir berlalu cepat di pikirannya—dari saat pertama ia mengetahui bahwa ia hamil, hingga semua persiapan yang mereka lakukan. Dan sekarang, waktu itu tiba.
Sesampainya di rumah sakit, mereka disambut oleh tim medis yang sudah siap. Haechan terus berada di samping Mark, memegang tangannya erat-erat dan memberikan dukungan penuh. Mark merasa lega karena Haechan tidak pernah lepas dari sisinya. Saat proses persalinan dimulai, rasa sakitnya sangat intens, tetapi Mark tetap kuat, dengan Haechan yang selalu berbisik di telinganya, mengingatkannya untuk bernapas dan tetap tenang.
"Melk, kamu luar biasa. Kaka bangga sama kamu. Dikit lagi, sayang. Kamu bisa," bisik Haechan, menatap Mark dengan penuh kasih.
Setelah beberapa jam yang penuh perjuangan, akhirnya tangisan bayi pertama mereka terdengar di ruangan itu. Tangisan yang begitu nyaring, begitu murni, dan begitu penuh kehidupan. Air mata kebahagiaan mengalir di pipi Mark saat ia melihat bayi kecil mereka untuk pertama kali.
"Selamat, bayi kalian sehat," kata dokter sambil menyerahkan bayi mungil itu ke pelukan Mark.
Mark menatap bayi itu dengan penuh cinta, tak bisa menahan air matanya. "Kak... dia sempurna," bisiknya.
Haechan berdiri di samping Mark, menatap bayi mereka dengan kagum. "Iya, sayang. Dia sempurna. Kamu luar biasa, Melk. Terima kasih sudah membawa dede ke dunia."
Mereka berdua memandang bayi itu dengan penuh cinta. Bayi mungil yang sekarang menjadi pusat dunia mereka, dan seketika itu juga, semua rasa lelah, semua ketakutan, dan semua kecemasan yang pernah ada selama sembilan bulan terakhir hilang, digantikan oleh rasa bahagia yang luar biasa.
Haechan mengecup kening Mark dan bayi mereka. "Ini awal dari petualangan baru kita, sayang. Kita akan melewati semuanya bersama, sebagai keluarga."
Mark tersenyum lemah namun bahagia. "Iya, kak. Sekarang kita keluarga yang lengkap. Melk nggak sabar untuk melihat apa yang akan kita lalui bersama ke depannya."
Dengan bayi mungil mereka di pelukan, Haechan dan Mark tahu bahwa ini hanyalah awal dari perjalanan panjang yang penuh cinta dan kebahagiaan. Mereka telah menjadi orang tua—dan dunia mereka berubah selamanya.
---
Tbc~~~
KAMU SEDANG MEMBACA
Baby Lion (HyuckMark)
FanfictionSeo Haechan anak dari Seo Johnny and Seo Ten, yang di jodohin sama anak dari Jung Jaehyun and Jung Taeyong. Awal nya sih Haechan nolak tapi, ini kemauan Ten yang udah janji sama bestie nya dulu a.k.a Jung Taeyong yang mau nge jodohin anak nya suatu...