🌷Epilog🌷

730 80 14
                                    

Jay menutup pintu kamar Chloe dari luar setelah menidurkan anaknya beberapa menit lalu. Kemudian dia berjalan ke kamarnya sendiri. Seketika ruangan itu dia dapati tanpa cahaya terang dari lampu utama.

Jay memasuki ruangan remang-remang yang berasal dari lilin-lilin yang dibakar oleh api. Lampu di luar yang menyorot di balik jendela tanpa tirai pun ikut membantu menerangi kamarnya.

Harum langsung memanjakan hidungnya karena lilin aromaterapi yang ditaruh di atas meja mengepul wangi. Jay tersenyum. Dia masuk dan menutup pintu, tetapi tidak menguncinya.

Ada sosok pria yang duduk di atas sofa panjang, sofa yang seminggu lalu dibelinya. Kepala pria itu menoleh kebelakang. Senyumnya tampak, tetapi tak jelas. Dengan suara pelan meminta Jay duduk bergabung dengannya. Jay pun berjalan dan menghempaskan bokong tepat di sisi pria itu.

Kursi yang mereka duduki menghadap pintu kaca sliding yang tertutup, mengarah pada kolam kecil penampung air yang keluar dari tembok batu, dihiasi lampu yang menyala dari bawah kolam air itu hingga membuatnya menjadi pemandangan indah terutama jika dilihatnya di malam hari.

Terlebih kolam itu tepat berada di depan kamar. Satu hal yang sangat Jay kagumi ketika dia pertama kali menempati kamarnya.

Akan tetapi, rutintas menatap pemandangan itu sudah terlupakan seiring dia sibuk dengan segala kehidupan dan pikirannya sebagai istri kedua.

"Lebih dekat, Jay-ah. Aku ingin memelukmu." Suara itu memerintah yang segera dituruti Jay.

"Bagaimana tadi? Capek?"

"Lumayan, Hyung. Chloe malah tidak mau pulang."

Sunghoon tertawa. Jay mendongak dan menatap wajah tampan di bawah sinar yang temaram.

Jay sedikit mengingat beberapa kata-kata yang pernah diucapkan neneknya dulu, salah satunya tentang jodoh. Katanya, bahwa jodoh itu tidak ada yang tahu dan tidak bisa diprediksi.

Jay sama sekali tak memikirkan jodoh ataupun pernikahan pada saat itu. Baginya hal itu masih sangat jauh, akan tetapi jodohnya datang begitu saja dan tanpa disangka.

Yang tidak diprediksi adalah menikah dengan suami orang, menjadi istri kedua yang mana harus berbagi.

Banyak sekali yang Jay pelajari dari pengalaman rumah tangganya, termasuk ketidakterbukaan diri mereka masing-masing yang menghasilkan percikan-percikan rasa sakit sebab kesalahpahaman.

Karena rasa takut yang Jay rasakan dan keseganan Sunghoon memberi jarak pada hubungan mereka sendiri.

Maka kini mereka mulai menata masa depan dengan kenangan yang mereka ciptakan sebaik mungkin bersama anak mereka yang sekarang sudah satu tahun lagi melewati usia. Seminggu yang lalu Chloe sudah mulai dimasukan ke play group.

"Maaf ya, aku tidak bisa membantumu," ujar Sunghoon di atas kepala Jay yang menyender di dadanya.

Sunghoon juga tidak bisa mengantar anaknya di hari pertama. Karena dia tengah di luar kota saat itu dan baru pulang tadi sore setelah seminggu pergi.

Kini keduanya tengah menikmati waktu luang mereka. Jay mengambil handphone dan menyalakan musik. Tidak ada lagi yang membuka suara setelahnya.

Ditemani suara musik instrument yang mendayu lambat dan harum aroma lavender dari lilin yang masih terbakar, memberi rasa tenang dan membuai bagi pasangan yang saling melekat di sofa baru itu.

Sunghoon maupun Jay memejamkan mata menikmati. Tiba-tiba saja ada bayangan Shuhua dalam kepala Jay, spontan pemuda itu pun membuka mata.

"Hyung," panggil Jay.

Second Wife (Sungjay/Hoonjay)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang