15)🌷So Do I

607 91 11
                                    

Terlalu banyak kenangan yang Shuhua tinggalkan. Hampir di seluruh sudut rumah terdapat jejak kenangan wanita itu.

Kepergiannya terlalu mendadak, dan luka yang ditinggalkan begitu dalam bagi mereka yang kehilangan. Tak terkecuali pada Sunghoon, sang suami. Seolah-olah Shuhua merampas sebagian jiwanya dengan kepergian yang terlalu dini.

Meski Sunghoon bukan satu-satunya orang terpukul atas kepergian Shuhua, tapi duka yang dirasakannya melebihi siapa pun.

Kesedihan Sunghoon memang wajar karena pria itu sudah kehilangan istri yang sangat dicintainya, tetapi karena kesedihan itu, dia sampai mengabaikan tanggung jawab yang tersisa.

Hingga membuat sang paman yang melihat sikap Sunghoon tidak tahan untuk mengeluarkan kalimat agar keponakannya sadar jika yang sudah tiada harus direlakan.

Sedih boleh saja, tetapi tidak seharusnya terpuruk terlalu lama. Bola dunia terus berputar dan waktu terus berjalan. Sunghoon harus bangkit demi orang-orang yang menunggunya.

Kini sudah terlewat empat minggu sang istri meninggal. Tiga minggu sejak dia ditampar kata-kata sang paman. Namun, Sunghoon masih mengurung diri di kamar.

Tiffany bahkan sudah lelah mengajaknya keluar, tetapi tak pernah digubris. Makanan yang dibawa Bibi Lee tidak pernah Sunghoon sentuh.

Terlalu lama Sunghoon menekuri ucapan sang paman, akhirnya Sunghoon memaksa diri keluar dari kamar.

Terasa sepi di rumah itu, padahal biasanya Sunghoon akan mendengar suara ramai yang dibuat oleh suara saudara-saudara ibunya, apalagi ini baru pukul delapan malam.

Dia hanya tidak tahu jika mereka sudah pulang dan kembali ke rumah masing-masing. Di rumahnya hanya tinggal sang ibu yang saat itu sudah berada di dalam kamar, sementara Jay dan Chloe juga tak terlihat.

Sunghoon tampak menghela napas lega begitu melihat Bibi Lee di dapur. Terlalu lama mengurung diri membuatnya tak tahu bagaimana kabar orang rumah.

Sunghoon hampir tidak bertemu siapa pun tiga minggu belakangan ini. Bahkan pria itu tampaknya mengabaikan perusahaannya juga, syukurlah orang yang dipercaya Sunghoon adalah orang yang jujur dan selalu melapor kondisi perusahaannya dengan mengirim email padanya.

Sementara itu Bibi Lee tampak mengembuskan napas lega karena melihat sang tuan rumah mau keluar dari kamar.

"Akhirnya, Tuan Sunghoon keluar juga," ujar Bibi Lee sangat pelan hingga tak terdengar oleh Sunghoon. "Mau makan, Tuan?" Kemudian bertanya dengan suara lebih keras.

"Minum saja, Bibi." Bibir Bibi Lee yang tadinya melengkung ke atas, berubah menjadi melengkung ke bawah.

Sunghoon meninggalkan dapur setelah mengambil segelas air dan membawanya ke ruang makan.

Di sana, dia menarik kursi lalu duduk. Sunghoon membuka tempat roti tawar lalu mengembilnya sehelai dan memakannya tanpa selai.

Sehelai roti adalah amunisinya selama ini selagi semua orang hanya tahu Sunghoon tidak memakan apa-apa karena Sunghoon hanya memakannya di tengah malam. Setelah menghabiskan roti tanpa selai, ia minum air yang dibawanya dari dapur, lalu berdiri.

Relung hati sangat merindu sang anak yang sudah dia abaikan selama beberapa waktu terakhir. Terlalu memikirkan diri sendiri, Sunghoon sampai tidak mengingat Chloe lagi, maka dia melangkah menuju kamar sang putri untuk menengoknya.

Sayangnya, dia tidak menemukan Chloe sesampainya di kamar itu. Kamarnya bersih rapi.

Di mana Chloe tidur? batinnya.

Sunghoon berbalik. Dia menatap pintu kamar Jay, lalu kakinya begitu saja membawa langkah pria itu menuju kamar Jay, membuka kamarnya. Benar saja, dia mendapati Chloe tidur di atas ranjang Jay.

Second Wife (Sungjay/Hoonjay)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang