21

42 11 5
                                    

Tepukan di pundaknya membuat Rami menoleh. "Kakak?" Lantas Rami memeluk Pharita, ia sangat ingin belajar musik namun Ayah nya tidak mengizinkan.

Pharita mengelus lembut kepala adiknya. "Kakak akan meminta seseorang membeli alat itu." Rami menghapus jejak air matanya dan menggeleng keras.

"Tidak Kak, Rami ingin belajar langsung ditempatnya....sangat berbeda jika Rami belajar tanpa orang ahlinya." Pharita menghela nafas.

"Kakak coba akan membujuk ayah." Rami membulatkan matanya. "Benarkah? Kakak janji!" Pharita mengangguk membuat Rami bahagia dan memeluk serta mencium pipi kakak perempuannya itu.

Pharita sendiri merasa senang mendapat respon bahagia adiknya, ia pastikan ayah nya akan menyetujui usulan itu.

Pharita pun kini sudah berada di depan Vincent, ia berdiri dengan anggun seperti bagaimana layaknya seorang putri. "Saya akan pergi ke kerajaan Demeter." Vincent menghentikan pena nya, menatap tajam ke arah putri pertamanya.

"Mau mengikuti adik mu? Membangkang perintah raja dan seorang ayah?" Pharita tersenyum manis duduk di depan Vincent, menuangkan teh herbal dan menyodorkannya dengan anggun ke arah Vincent.

"Bukankah waktu itu Archduke datang tentang masalah kerjasama antara keamanan dan bantuan? Bukankah putrimu diberi kepercayaan untuk meneruskan perbincangan itu?" Vincent menaikkan sebelah Alis.

"Maksudnya?"

Pharita tersenyum. "Raja Demeter pasti senang aku mengunjunginya karena Ayah belum sempat, aku mewakilkan ayah tentu saja Rami menemaniku Ayah." Vincent memijat kepalanya yang hampir pecah.

"Baiklah, 1 minggu Ayah beri waktu untuk mudan Rami disana tapi kau akan membawa beberapa pengawal dan pelayan!" Pharita mengangguk anggun menunduk dan berterimakasih dengan tata Krama terbaiknya.

"Hormat pada yang mulia sinar matahari Golldy." Vincent mengangguk. Memberi surat pada putrinya.

"Berikan pada yang mulia Demeter untuk kesepakatan." Pharita mengangguk paham.

Tok

Tok

Cklek.

"Bagaimana kak?" Tanya Rami penasaran.

Lantas pharita mengangkat sebuah gulungan surat membuat Rami senang tak karuan, ia melompat-lompat dengan sorakan bahagia membuat Pharita ikut merasakannya.

"Kakak memang terbaik!" Pharita mengangguk sebagai jawaban. "Untuk adikku yang paling manis."

✒️✒️

"Apa!!"

Asa mengigit bibir bawahnya karena sudah pasti David tidak terima dengan hasilnya.

David menghela nafas mengusap kasar wajahnya dan mondar-mandir sambil mengigit ibu jarinya. "Kenapa kau begitu payah hanya untuk mendapatkan uang itu, kau kan kekasihku? Memang tidak ada hal lain yang kau punya, semisal perhiasan bisa kau jual!" Ucap David menggebu.

Plakk

Satu tamparan mendarat di pipi David.

"Aku baru sadar, Ayah memang benar kau pria paling brengsek, kau memaksaku dan sekarang tidak sesuai hasil kau marah padaku? Kau bilang anak Viscount tapi kau bahkan lebih rendah dari rakyat miskin!" David menatap tajam ke arah Asa.

"Apa!!" David menarik keras rambut Asa hingga gadis itu menengadah karena tarikannya cukup kuat.

"Beraninya kau menjelekkan ku sialan!" David menatap Asa dengan lekat. "Arghhh lepaskan, sakit Dav!!" Teriak Asa.

Syuttt

Satu anak panah berhasil menggores pipi David membuat David menjauh dan memegang pipinya yang mengeluarkan darah, menatap ke arah seseorang yang berani-beraninya melukai wajahnya.

Generation Of Prince And Princesses Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang