12

106 18 0
                                    

________________
_______________
______________
_____________
____________
___________
__________
_________
________
_______
______
_____
____
___
_

Panjang amat, aowkw.


"Kamu udah mendingan, The?"

"Udah, aku udah mendingan kok, Sha."

Sore mulai beranjak menuju malam, dan suasana di ruang keluarga Muthe telah berubah drastis dari beberapa jam yang lalu. Kesedihan yang tadinya menyelimuti kini perlahan tergantikan oleh kehangatan dan kebersamaan. Delapan remaja itu duduk berserakan di berbagai sudut ruangan, namun suasana sudah terasa lebih normal dan damai.

Di satu sudut, Marsha duduk dengan Muthe yang bersandar di bahunya. Dengan lembut, Marsha menepuk-nepuk kepala Muthe, memberi rasa tenang yang sangat dibutuhkan sahabatnya itu. Perlahan-lahan, Muthe mulai tampak lebih rileks, meski masih ada sisa-sisa kelelahan dari hari yang penuh emosi. Tapi kini, dengan kehangatan yang diberikan Marsha, Muthe mulai merasa sedikit lebih damai.

Di sofa lain, Ashel duduk bersama Adel, keduanya terlibat percakapan ringan. Namun, mata Ashel terus saja melirik ke arah Marsha dan Muthe. Ada perasaan cemburu kecil yang mulai tumbuh di hatinya, melihat Muthe yang bersandar dengan nyaman di bahu Marsha. Meski ia tahu betapa sulitnya situasi ini bagi Muthe, rasa cemburu itu tetap hadir, namun Ashel memilih menahannya. Ia mengalah demi sahabatnya yang sedang membutuhkan dukungan lebih.

Adel, yang duduk di sebelah Ashel, menyadari kegelisahan temannya. Ia menatap Ashel sekilas, lalu dengan sengaja mengalihkan perhatian gadis itu. "Kamu pernah lihat meme yang ini, Shel?" tanya Adel dengan senyum tipis, mencoba mengajak Ashel bicara tentang hal-hal ringan dan konyol. Usaha Adel tampak berhasil, karena Ashel mulai tertawa kecil, dan sedikit demi sedikit melupakan pemandangan yang membuat hatinya terasa berat.

Di sudut lain, Freya rupanya sudah tertidur, bersandar dengan nyaman pada bahu Jessi. Wajahnya terlihat begitu damai, dan Jessi, yang merasa nyaman dengan posisi itu, membiarkan Freya beristirahat dengan tenang. Lengan Jessi melingkar pada pinggang Freya, memberikan kehangatan dan perlindungan tanpa banyak kata. Keduanya terlihat begitu nyaman, meski suasana di sekitar mereka tetap penuh dengan obrolan.

Sementara itu, di sisi lain ruangan, Christy dan Azizi tampaknya sedang asyik terlibat dalam obrolan yang jauh dari kesedihan. Mereka saling melempar pertanyaan aneh—seperti, "Menurutmu, kalau manusia bisa terbang, apa yang akan terjadi dengan lalu lintas?"—dan jawaban-jawaban yang tidak kalah konyol. Obrolan mereka berbalut filosofi yang tidak masuk akal, tapi justru itu yang membuat suasana semakin ringan dan penuh tawa.

Suasana siang yang tadinya dipenuhi dengan duka kini berubah menjadi sore yang penuh dengan kehangatan, meski bayang-bayang kesedihan masih ada, kebersamaan mereka memberikan kekuatan untuk saling menenangkan. Bagi Gita yang memperhatikan dari jauh, pemandangan ini seperti sinar harapan kecil yang muncul di tengah kesuraman.

Gita memperhatikan kedelapan gadis di ruang keluarga dari atas tangga, wajahnya tenang. Mereka semua tampak mulai kembali ke suasana yang lebih normal setelah beberapa jam yang berat. Ia merasa sedikit lega melihat Muthe dan yang lainnya tampak lebih santai.

Tiba-tiba, sebuah tangan melingkar di pinggangnya, dan bibir yang terasa basah menyentuh lehernya dengan lembut. Namun, Gita tidak terkejut. Ia tahu siapa yang melakukan itu. Dengan tenang, ia menoleh ke belakang dan mendapati Kathrina yang tersenyum kepadanya.

Gita membalas dengan senyuman kecil, membiarkan Kathrina terus melingkari pinggangnya. Ia menggerakkan tangannya, mengusap lengan Kathrina yang memeluknya erat, memberi isyarat bahwa ia nyaman dengan kedekatan itu.

Kesayangan Jessica ( Revisi + Hiatus )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang