19. Bayar Utang

130 27 3
                                    

Di Karyakarsa sudah tamat di Bab 34 plus 6 Bonus Part.  Yang menunggu Ebook-nya, segera hadir di Google Play Book yak! Selamat membaca. 

=====

Ansel membimbing Jo keluar dari kantor menuju mobilnya. Mereka melaju dalam diam sementara ketegangan memenuhi udara di antara mereka. Jo mencoba menenangkan diri, tapi pikirannya terus berputar dengan berbagai sumpah serapah untuk Ansel.

Dasar Ansel sialan! Jo menggeram dalam hati. Andaikan saja Jo bisa menampar wajah tampan itu sampai meninggalkan jejak lima jari, Jo pasti akan melakukannya dengan senang hati. Ansel pikir dirinya itu siapa? Raja drama atau apa? Jo terus menghimpun kekesalannya di balik wajah cemberut. Jo kemudian melirik Ansel yang sedang fokus menyetir. Wajah pria itu tampak sangat serius seperti sedang memikirkan cara menyelamatkan dunia, padahal hanya untuk acara penyelamatan nama baik dan pembayaran utang. Saat itu Jo kepikiran pengen jadi superhero yang akan menerbangkan Ansel ke planet lain supaya tidak bisa mengganggu hidupnya lagi. Namun, sepertinya itu tidak mungkin karena utang pasti dibawa sampai mati. Jo tidak ingin dirinya selamanya akan dihantui hal tersebut.

Sampai tiba di lampu merah. Jo tidak berhenti menyumpahi Ansel. Pria yang dengan sengaja mengumbar aibnya itu sungguh keterlaluan. Dengan caranya menagih utang seperti tadi, Jo justru semakin merasa dihina dan direndahkan. Menarik mundur kejadian beberapa jam yang lalu saat Jo ditegur polisi, Jo percaya bahwa dugaan si polisi tadi akan menjadi nyata.

Sesampainya mereka di apartemen Ansel, hati Jo masih dipenuhi kekesalan. Belum sampai dua jam, ia sudah dua kali bertandang ke sana. Namun, Jo berusaha menenangkan diri dan tidak memperlihatkan kekakuannya. Jo menatap pintu apartemen Ansel dengan tatapan tegang. Walaupun ini bukan kali pertama ia datang ke sana, tapi kali ini suasananya terasa berbeda. Jo pun akhirnya memutuskan untuk masuk meskipun setiap langkahnya terasa berat.

Mereka duduk di ruang tamu yang tenang, tapi bagi Jo, udara terasa tegang dan penuh dengan kekesalan. Ansel duduk di depannya dengan tatapan serius, seolah-olah merasa apa yang dilakukannya adalah hal yang benar dan wajar. Namun, bagi Jo, situasi tersebut jauh dari wajar.

Jo menatap Ansel dengan mata yang memancarkan kekecewaan. "Ansel, kamu tidak perlu mempermalukan saya seperti tadi di depan semua orang. Apa yang kamu pikirkan? Bagaimana saya bisa nyaman bekerja lagi setelah ini?"

Ansel menatap Jo dengan penuh penyesalan, tapi tetap bertekad. "Jo, saya minta maaf kalau membuatmu merasa tidak nyaman. Tapi kamu harus mengerti, saya tidak punya pilihan lain."

Jo menggeleng frustasi. "Tidak punya pilihan lain? Kamu bisa bicara dengan saya secara pribadi, Ansel. Kamu tidak perlu menjadikan masalah utang saya sebagai tontonan para staf. Kamu keterlaluan."

Ansel mengangkat bahu, tetap bertahan dengan pendiriannya. "Saya hanya ingin masalah ini segera terselesaikan, Jo."

"Tapi tidak dengan cara seperti ini!" sergah Jo nyaris berteriak, "kamu bisa merusak reputasi saya di kantor. Bagaimana saya bisa menunjukkan muka saya lagi di depan mereka setelah ini?!"

"Then don't!" sambar Ansel dengan intonasi yang sama tinggi.

Jo memalingkan wajah dari Ansel, mencoba menahan tangisnya yang semakin sulit dikendalikan. "Saya tidak tahu lagi, Ansel. Saya merasa begitu rendah sekarang."

Ansel bangkit dari tempat duduknya dan menghampiri Jo dengan langkah hati-hati. Ia duduk di samping Jo. "Jo, maafkan saya. Saya ...."

Jo tidak tidak merespons dan justru menunduk sambil menangkup wajah dengan kedua tangan. Sesaat kemudian pundak wanita itu terlihat naik-turun dan suara isak tangisnya mulai menyambangi telinga Ansel.

EnmeshedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang