Bab 3.5: Proyek BersamaSetelah pameran seni di sekolah yang sangat berhasil, semangat Naya dan Rania semakin menggebu. Mereka memutuskan untuk menggelar proyek seni baru yang akan melibatkan teman-teman sekelas mereka, bertujuan untuk membantu mereka mengekspresikan diri dan memperkuat rasa persahabatan. Setiap sore setelah sekolah, mereka berkumpul di taman belakang sekolah untuk mendiskusikan rencana mereka.
"Gimana kalau kita buat mural besar di dinding sekolah?" usul Rania, menggenggam sketsa kasar di tangannya. "Kita bisa melibatkan semua orang untuk menggambar bagian mereka sendiri."
"Itu ide yang keren, Rania!" balas Naya dengan antusias. "Kita bisa memilih tema yang menggambarkan kebersamaan dan dukungan satu sama lain."
Rania mengangguk setuju. "Mungkin kita bisa menyisipkan kata-kata motivasi di sekitar mural, supaya semua orang merasa terinspirasi setiap kali mereka lewat."
"Setuju! Kita bisa minta izin dari guru seni untuk membantu kita," tambah Naya, sudah membayangkan betapa indahnya mural itu nantinya.
Mereka mulai menyusun rencana, membuat daftar bahan yang dibutuhkan, dan memikirkan cara untuk mengajak teman-teman sekelas mereka berpartisipasi. Mereka sepakat untuk mengadakan pertemuan di kelas keesokan harinya.
Di kelas, Rania dan Naya berdiri di depan teman-teman sekelas mereka, penuh semangat. "Hai, semuanya! Kami punya ide untuk proyek seni yang seru," Rania memulai, suaranya bergetar sedikit karena gugup.
Naya melanjutkan, "Kami ingin membuat mural di dinding sekolah, dan kami ingin kalian semua terlibat! Ini akan menjadi karya seni bersama yang menunjukkan kekuatan persahabatan kita."
Beberapa teman sekelas tampak tertarik, meskipun ada juga yang skeptis. "Tapi, siapa yang akan menggambar? Kita semua bukan seniman," tanya Dika, salah satu teman sekelas yang sering mengeluh.
Rania menjawab, "Justru itu yang kami inginkan! Ini bukan tentang menjadi seniman yang hebat, tapi tentang berbagi perasaan dan pengalaman kita. Setiap orang bisa berkontribusi dengan cara mereka sendiri."
"Dan kita bisa membantu satu sama lain! Kita bisa bagi-bagi tugas," Naya menambahkan. "Apa kalian mau ikut?"
Setelah beberapa menit berdiskusi, satu per satu teman-teman sekelas mulai menunjukkan antusiasme. "Oke, aku mau ikut!" teriak Lila, yang biasanya pendiam. "Aku suka menggambar!"
"Ya, ayo kita lakukan!" kata Joni, yang dikenal sebagai jokester di kelas. "Bisa jadi seru, apalagi kalau kita bisa menggambar sesuatu yang konyol!"
Melihat semua teman-teman mereka bersemangat, Naya dan Rania saling berpandangan dan tersenyum. "Baiklah! Kita akan mulai mengumpulkan ide-ide minggu ini dan merencanakan semuanya," Rania berkata.
Setelah sekolah, Naya dan Rania mengadakan pertemuan di rumah Naya. Mereka duduk di halaman belakang, dikelilingi kertas dan pensil warna. "Apa tema yang harus kita pilih?" tanya Naya.
"Aku berpikir, mungkin 'Satu Hati, Satu Keluarga,'" jawab Rania. "Kita bisa menggambarkan berbagai macam orang yang bersatu dan mendukung satu sama lain."
"Bagus sekali! Mari kita buat beberapa sketsa untuk membayangkan seperti apa mural itu," Naya berkata, bersemangat.
Mereka mulai menggambar dengan antusias. Rania menciptakan sketsa dua tangan yang saling menggenggam, simbol dukungan. Naya menggambar sekelompok karakter yang berbeda, mencerminkan keragaman teman-teman mereka di sekolah.
Setelah beberapa jam, mereka menyelesaikan beberapa sketsa. "Kita bisa menambahkan elemen-elemen lain yang merepresentasikan kepribadian teman-teman kita," kata Naya.
"Mungkin kita juga bisa mengadakan acara kecil saat kita melukis, seperti musik dan makanan!" Rania mengusulkan, matanya bersinar.
"Ya, ini akan jadi lebih seru!" balas Naya.
Hari yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba. Di akhir minggu, mereka mengundang semua teman sekelas untuk ikut serta dalam proyek mural. Dengan izin dari guru seni, mereka mengatur area di dinding sekolah yang luas untuk menggambar.
Saat mereka mulai menggambar, suasana di sekitar sangat meriah. Musik mengalun dari speaker kecil yang dibawa oleh Rania, dan teman-teman sekelas mereka tertawa sambil melukis. Naya dan Rania berkeliling, membantu teman-teman yang kesulitan.
"Dika, lukisanmu terlihat hebat! Tambahkan sedikit warna biru di bagian itu," Naya memberi saran sambil menunjuk pada bagian lukisan Dika.
Dika tersenyum lebar, "Terima kasih, Nay! Aku sebenarnya agak cemas, tapi sekarang jadi lebih percaya diri."
Di sisi lain, Rania melihat Lila tampak bingung. "Hey, Lila! Apa kamu butuh bantuan dengan sketsa itu?" tanya Rania.
"Ya, aku tidak yakin apa yang harus aku gambar," Lila menjawab, sedikit ragu.
Rania tersenyum, "Bagaimana kalau kita menggambar hal-hal yang membuat kita bahagia? Seperti hewan peliharaan atau tempat favorit kita."
Setelah berdiskusi, Lila pun mulai menggambar anjing kesayangannya. Melihat itu, Rania merasa senang bisa membantu teman-temannya untuk mengekspresikan diri.
Hari itu berjalan sangat sukses. Mural mereka mulai terlihat hidup dengan berbagai warna dan bentuk yang mencerminkan kepribadian masing-masing. Di akhir hari, mereka berkumpul di depan mural yang sudah hampir selesai.
"Lihat semua ini! Ini luar biasa!" seru Naya, menatap mural penuh warna yang kini menghiasi dinding sekolah mereka.
"Aku tidak percaya kita semua bisa melakukannya bersama," Rania berkata, bangga. "Ini adalah hasil kerja keras kita semua."
"Mari kita ambil foto!" seru Dika, berlari mengambil ponselnya.
Mereka semua berpose di depan mural, tersenyum lebar. Saat foto diambil, Naya merasa hangat di dalam hati. Semua perjuangan dan keraguan selama ini seolah terbayar lunas.
"Mural ini bukan hanya tentang seni, tapi juga tentang kita," ucap Naya, yang membuat semua orang mengangguk setuju.
Saat mereka pulang, Naya dan Rania berjalan berdampingan, berbagi cerita dan tertawa. Naya merasa semakin dekat dengan Rania dan teman-teman mereka. Dalam proses ini, mereka tidak hanya menciptakan karya seni, tetapi juga menguatkan ikatan persahabatan yang akan bertahan selamanya.
Ketika malam tiba dan Naya berbaring di tempat tidurnya, ia merenungkan hari itu. "Rania benar. Seni memang bisa menjadi cara kita untuk berbagi dan menyembuhkan," pikirnya sambil tersenyum. Ia merasa bersyukur bisa memiliki teman seperti Rania yang selalu mendukungnya.
Dengan harapan baru dan semangat yang menyala, Naya tahu bahwa mereka akan terus berkarya dan mendukung satu sama lain, tidak peduli apa pun yang akan datang. Proyek mural ini adalah awal dari banyak petualangan yang akan mereka lalui bersama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Langit Tak Lagi Sama
RandomNaya, gadis remaja berusia 17 tahun, merasa dunianya hancur ketika orang tuanya bercerai dan ayahnya, menikah lagi. Meskipun Fahri masih sering terlihat di kehidupan Naya secara fisik, namun kehadiran emosionalnya terasa semakin jauh. Naya tumbuh me...