Bab 37: Merelakan Masa LaluMatahari bersinar cerah di atas langit biru, menghangatkan suasana di taman di mana Naya dan sahabat-sahabatnya, Rania dan Dika, duduk di bawah pohon rindang. Suara kicauan burung dan tawa anak-anak yang bermain di sekitar menambah suasana ceria. Setelah beberapa minggu berlalu sejak pesta seni, Naya merasa lebih kuat dan siap untuk melanjutkan hidup.
"Bagaimana kalau kita membuat daftar hal-hal yang ingin kita lakukan sebelum tahun ini berakhir?" usul Rania sambil menuliskan sesuatu di atas kertas. "Aku ingin tahu apa yang ada di pikiran kalian!"
"Hmm, itu ide yang bagus!" Naya setuju, merasa semangat. "Aku ingin menjelajahi lebih banyak tempat dan mungkin ikut workshop seni."
Dika mengangguk, "Aku ingin belajar bermain gitar. Sudah lama aku bermimpi untuk bisa bermain lagu-lagu favoritku."
"Bagaimana dengan kamu, Rania?" tanya Naya.
"Aku ingin mencoba hal-hal baru, mungkin kelas tari atau yoga," Rania menjawab dengan semangat. "Setelah semua yang kita lalui, kita pantas merayakan hidup ini!"
"Setuju!" Naya berkata, merasakan perasaan baru yang penuh harapan. Dia tahu saatnya telah tiba untuk merelakan semua rasa sakit yang menyertainya. "Aku juga ingin merelakan masa lalu, terutama tentang Aldo."
Rania dan Dika saling bertukar pandang, lalu Rania berkata, "Itu langkah yang sangat baik, Nay. Mengingat semua yang telah terjadi, kita harus memberi diri kita izin untuk bergerak maju."
"Aku tahu bahwa melepaskan Aldo dan semua kenangan menyakitkan bukan hal yang mudah, tapi aku ingin berusaha," Naya menjelaskan dengan tegas. "Aku ingin memfokuskan diri pada masa depan dan menciptakan kenangan baru."
"Kalau begitu, mari kita mulai dari sini!" Dika berkata sambil tersenyum. "Kita bisa merencanakan beberapa petualangan. Aku tahu satu tempat yang indah untuk dikunjungi."
"Mau ke mana?" tanya Naya, penasaran.
"Ada pantai yang cantik di dekat sini, dan kita bisa piknik di sana!" Dika menjelaskan. "Aku sudah menyiapkan makanan dan permainan."
Rania tampak bersemangat. "Itu ide yang sempurna! Kita bisa membawa cat dan kanvas untuk menggambar di pantai!"
Naya merasakan semangat baru mengalir dalam dirinya. "Oke, mari kita lakukan itu! Hari ini kita akan bersenang-senang!"
Setelah beberapa jam berkendara, mereka akhirnya tiba di pantai. Suara deburan ombak dan angin sepoi-sepoi menyambut mereka. Naya merasakan kedamaian yang luar biasa, sesuatu yang telah lama ia cari.
"Wow, tempat ini luar biasa!" Rania berseru sambil menatap luasnya laut.
Dika mengeluarkan tikar piknik dan makanan yang telah disiapkannya. "Ayo, kita mulai dengan makan siang!"
Mereka duduk melingkar di atas tikar, menikmati makanan sambil berbincang. Naya merasa senang bisa berbagi momen ini bersama mereka.
"Setelah ini, kita bisa mulai menggambar," Naya mengusulkan. "Aku ingin menangkap keindahan tempat ini."
"Dan aku ingin menggambar kamu yang sedang menggambar!" Dika menambahkan sambil tersenyum.
Setelah makan, mereka mengambil cat dan kanvas masing-masing. Naya mulai merasakan kembali keasyikan menciptakan karya seni. Dia terinspirasi oleh pemandangan laut yang berkilau dan langit cerah.
"Lihat! Aku menggambar pelangi di langit," Rania menunjukkan lukisannya yang berwarna-warni.
"Bagus sekali, Rania! Itu mencerminkan semangatmu yang ceria," puji Naya.
Dika melukis pemandangan laut dengan gelombang yang berombak. "Kalian tahu, saat aku melukis, aku merasa bisa melepaskan semua stres dan tekanan."
Naya mengangguk, "Seni memang cara yang bagus untuk mengekspresikan diri. Aku merasa lebih bebas saat menggambar."
Setelah beberapa waktu, Naya menoleh ke Rania dan Dika. "Terima kasih sudah mengajak aku ke sini. Ini terasa sangat menyenangkan. Aku merasa aku bisa merelakan masa lalu lebih mudah di tempat ini."
Rania tersenyum. "Kami juga merasa senang, Nay. Kita semua butuh waktu untuk merayakan diri sendiri."
Mereka melanjutkan menggambar hingga matahari mulai terbenam. Saat langit berubah warna menjadi oranye dan merah, Naya melihat ke arah laut, teringat kenangan-kenangan yang telah ia lalui. Namun kali ini, dia merasa tidak lagi terikat pada masa lalu itu.
"Naya, mau lihat lukisanku?" Dika mengalihkan perhatian Naya.
"Ya! Aku mau melihat!" Naya bergegas mendekat, melihat lukisan Dika yang menakjubkan.
"Bagaimana?" Dika bertanya dengan antusias.
"Ini luar biasa! Kamu berhasil menangkap keindahan laut!" Naya memuji.
Dika tersenyum lebar. "Terima kasih! Tapi yang terpenting, aku merasa lebih baik setelah menggambar ini."
Naya tersenyum kembali. "Itulah seni, Dika. Kita bisa merelakan banyak hal melalui karya kita."
Saat matahari sepenuhnya terbenam, mereka duduk di tepi pantai, merasakan pasir di bawah kaki mereka. "Hari ini benar-benar luar biasa. Aku merasa lebih siap untuk menghadapi masa depan," Naya mengungkapkan.
"Dan kita akan selalu ada untuk mendukungmu," Rania menambahkan. "Kamu tidak sendiri, Naya."
Naya menatap kedua sahabatnya, merasakan kasih sayang yang tulus dari mereka. "Aku berjanji akan lebih fokus pada masa depan dan menciptakan kenangan baru. Terima kasih telah menemani perjalanan ini."
Malam itu, mereka berbagi cerita dan tawa di bawah sinar bulan. Naya merasa ringan, seolah beban yang selama ini ia bawa mulai terangkat. Dengan dukungan sahabat-sahabatnya, dia tahu bahwa dia bisa menghadapi apapun yang datang.
"Siap untuk membuat kenangan baru?" Rania bertanya dengan semangat.
"Siap!" jawab Naya, senyum lebar di wajahnya. "Mari kita buat hidup kita berwarna!"
Saat perjalanan pulang, Naya merasa harapannya mulai tumbuh. Dia tahu bahwa proses merelakan masa lalu bukanlah hal yang mudah, tetapi dengan setiap langkah kecil, dia semakin dekat untuk menemukan kedamaian dalam dirinya.
"Jangan lupa untuk menghubungi Aldo, ya, Naya," Dika menambahkan dengan nada serius.
"Untuk apa?" Naya bertanya, sedikit terkejut.
"Aku hanya berpikir, jika kamu merasa siap, mungkin ada baiknya untuk berbicara dengannya. Menutup sebuah bab dengan baik bisa membantu kita melanjutkan hidup," Dika menjelaskan.
Naya merenung. "Aku belum tahu apakah aku siap untuk itu. Tapi mungkin, suatu saat nanti."
"Kalau begitu, tidak perlu terburu-buru. Yang terpenting adalah kamu merasa nyaman dengan diri sendiri," Rania menambahkan.
Naya mengangguk. "Kalian benar. Aku akan fokus pada diriku sendiri dulu."
Di dalam hatinya, Naya tahu bahwa merelakan masa lalu adalah langkah pertama menuju masa depan yang lebih cerah. Dia bersyukur memiliki sahabat-sahabat yang selalu mendukungnya, dan hari ini menjadi salah satu kenangan berharga dalam hidupnya.
Ketika mereka tiba di rumah, Naya merasa tenang. Dia tahu perjalanan ini baru saja dimulai, dan dengan setiap langkah yang diambil, dia akan lebih mendekati hidup yang dia impikan—hidup yang penuh dengan seni, cinta, dan kenangan yang indah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Langit Tak Lagi Sama
RandomNaya, gadis remaja berusia 17 tahun, merasa dunianya hancur ketika orang tuanya bercerai dan ayahnya, menikah lagi. Meskipun Fahri masih sering terlihat di kehidupan Naya secara fisik, namun kehadiran emosionalnya terasa semakin jauh. Naya tumbuh me...