Bab 4.5: Momen RefleksiHari-hari berlalu setelah pameran seni yang sukses, dan Naya merasakan dampak positif yang luar biasa dalam hidupnya. Dia tidak hanya berhasil mengekspresikan dirinya melalui seni, tetapi juga menemukan kembali arti persahabatan yang tulus. Namun, di tengah kebahagiaan itu, Naya merasa perlu untuk merenungkan perjalanan emosional yang telah dilaluinya. Satu sore, Naya duduk di balkon kamarnya, mengamati langit senja yang indah.
"Seperti apa pun warna langit ini, aku merasa seolah itu menggambarkan perasaanku," Naya bergumam pada dirinya sendiri, mengeluarkan buku catatan yang selalu dia bawa. Dia mulai menulis, mencoba untuk merangkum semua pelajaran yang telah dia pelajari selama ini.
"Dulu, aku sering merasa sendirian dalam kegelapan. Namun sekarang, aku tahu bahwa ada cahaya di akhir terowongan itu. Setiap pengalaman yang kuhadapi membentuk siapa aku saat ini," tulisnya.
Saat dia merenungkan setiap kata, kenangan akan masa lalu melintas di benaknya. Dia teringat saat dia berjuang melawan rasa cemas dan ketidakpastian. Naya menutup matanya sejenak, membiarkan semua perasaan itu mengalir.
"Mungkin aku harus berbagi perasaanku ini dengan Rania dan Dika," Naya berpikir, mengingat betapa berartinya dukungan mereka dalam perjalanan ini. Tanpa mereka, dia mungkin tidak akan menemukan kekuatan untuk bangkit.
Segera, dia mengambil ponselnya dan mengirim pesan ke Rania. "Hey, Rania! Bagaimana kalau kita ngumpul di kafe sore ini? Aku ingin berbagi beberapa pemikiran dan momen refleksi setelah pameran kemarin."
Tak lama kemudian, Rania membalas, "Tentu! Aku juga merasa banyak hal yang perlu kita diskusikan. Sampai nanti!"
Setelah bersiap-siap, Naya berangkat menuju kafe tempat mereka biasa bertemu. Suasana kafe yang hangat dan nyaman membuatnya merasa lebih santai. Rania sudah menunggu di meja, tersenyum saat Naya tiba.
"Naya! Senang melihatmu. Kau terlihat lebih ceria!" Rania menyapa dengan penuh semangat.
"Terima kasih, Rania. Rasanya seperti beban telah terangkat setelah pameran. Aku ingin berbagi beberapa pemikiranku tentang semuanya," Naya menjelaskan sambil duduk.
"Wow, aku juga merasakan hal yang sama. Sejak pameran itu, aku jadi lebih yakin dengan diriku sendiri," Rania mengakui.
Naya mengangguk. "Aku benar-benar merasa seperti kami telah melakukan sesuatu yang besar. Tapi, lebih dari itu, aku merasa ada pelajaran penting yang kuperoleh. Seperti bagaimana kita selalu saling mendukung."
Rania menatapnya dengan serius. "Itu benar. Persahabatan kita telah membantu kita melewati banyak hal. Aku merasa lebih kuat dan berani."
Saat mereka berbincang, Dika datang dan menyapa mereka. "Hey, sahabat-sahabatku! Apa yang kalian bicarakan?" dia bertanya, duduk di sebelah Naya.
"Kami sedang merenungkan perjalanan kita selama ini, terutama setelah pameran," Rania menjelaskan.
"Bagus sekali! Aku juga punya banyak pemikiran yang ingin kuungkapkan," Dika berkata, menyesuaikan duduknya. "Setelah mengalami kecelakaan itu, aku jadi lebih menghargai setiap momen. Hidup ini terlalu berharga untuk disia-siakan."
Naya tersenyum mendengar Dika. "Benar! Aku menyadari bahwa kita sering kali terjebak dalam rutinitas dan melupakan hal-hal kecil yang sebenarnya berarti."
"Seperti saat kita menggambar bersama di rumah sakit. Itu adalah momen yang sangat berharga, dan aku merasa terhubung dengan kalian lebih dari sebelumnya," Dika menambahkan, teringat kembali saat-saat itu.
"Dan sekarang kita bisa menggambar bersama lagi di sini, di kafe ini!" Rania berseru, mengeluarkan beberapa pensil warna dari tasnya.
"Sepertinya kita harus melakukan itu! Mari kita menggambar dan mengungkapkan semua perasaan kita," Naya mengusulkan, terinspirasi oleh energi positif di antara mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Langit Tak Lagi Sama
RandomNaya, gadis remaja berusia 17 tahun, merasa dunianya hancur ketika orang tuanya bercerai dan ayahnya, menikah lagi. Meskipun Fahri masih sering terlihat di kehidupan Naya secara fisik, namun kehadiran emosionalnya terasa semakin jauh. Naya tumbuh me...