8

144 93 5
                                    

"Mau ngapain dulu nih?beli jajan atau main dulu?." Tanya Bulan.

Vinka mengetuk dagu, ia tampak bingung ingin memilih apa. Terdapat banyak wahana seru yang ingin ia naiki dan banyak penjual makanan yang membuat ia tambah kesusahan untuk memilih.

"Lo lama amat mikirnya, biar gue aja yang putusin. Nunggu Lo mikir sampai berapa jam bisa-bisa ni pasar malam udah tutup." Ketus Bulan, sedangkan Vinka yang berdiri di sampingnya cengengesan sambil menggaruk lehernya yang tak gatal.

Gadis yang berusia selisih tiga tahun lebih muda dari Mia berjalan mendekati salah satu stan makanan yang berhasil membuatnya tergiur sedari tadi.

"Mang, ciloknya sepuluh dijadiin dua ya." Ujar Bulan yang dibalas anggukan oleh mang cilok itu. Aroma sedap tercium oleh hidungnya ketika mang cilok itu membuka tutup panci. Dari aromanya saja enak apalagi rasanya, uuh ia jadi semakin tidak sabar untuk menyantapnya.

Mang cilok itu memberikan dua plastik berisikan bulatan cilok itu kepada Vinka dan Bulan. Dengan semangat ia menuangkan saos sambal ke cilok nya. Vinka memelototkan matanya melihat Bulan dengan santai menuang saos yang begitu banyak, "Banyak banget Lo nuang sambelnya, Lo lupa kalau waktu itu pernah masuk rumah sakit gara-gara kebanyakan makan sambel"

"Itu kan udah lama banget, lagian gue juga udah ngelatih lambung gue sama makanan pedas." Ucap Bulan seraya menuangkan saos lagi. Vinka geleng-geleng kepala, susah sekali bicara dengan Bulan yang notabenenya keras kepala. Setelah dirasa cukup, ia menaruh saos dan membayar cilok itu dengan uang pas.

"Naik itu yuk kak, pasti pemandangannya bagus kalau dilihat dari atas." Ajak Bulan menunjuk salah satu wahana yang berukuran besar. Bianglala.

"Ayolah, gue udah lama nih gak naik itu."

Bulan tak bisa menutupi rasa senangnya bergegas memasuki salah satu bin yang kosong. Mia yang melihat bagaimana senangnya Bulan pun tersenyum. Sepertinya ia berhasil membuat Bulan tersenyum kembali seperti sediakala. Menurutnya kebahagiaan Bulan juga merupakan kebahagiaannya. Bulan lah satu-satunya teman yang ia miliki begitupun Bulan yang hanya memiliki Vinka.

Perlahan bianglala itu bergerak pelan. Dari atas ia bisa melihat keseluruhan pasar malam itu. Bintang bintang pun terlihat bercahaya di langit malam dari sini.

"Indah banget ya kak pemandangannya, makasih udah ajak gue ke sini." Bulan menatap teduh wajah Vinka. Ia sangat beruntung bisa bertemu dengannya dan menganggap Vinka sebagai kakaknya.

"Biasa aja lah lagian gue juga pengen ke sini cuma ga ada temen doang yang mau gue ajak, pokoknya gue gak nyesel deh bolos kerja buat ke sini." Memang seharusnya mereka saat ini berada di cafe, melayani pelanggan seperti hari-hari biasanya.

"Parah banget sih kemarin, lo sampai sujud di bawah kaki Pak Hardi hanya gara-gara ingin pergi ke pasar malam." Ia ingin tertawa rasanya mengingat Mia yang memohon sampai segitunya di depan sang atasan.

"Hehe sekalian healing lah, mumpung kemarin si Rini balik dari Semarang."

Bulan menusuk ciloknya lalu kemudian ia tiup. Asap dari cilok yang masih panas itu terlihat. Tampilan cilok milik Bulan hanya terlihat saos tanpa kecap, ia sudah biasa membeli cilok dengan saos sebanyak itu. Vinka yang melihat itu pun dibuat merinding. Setiap kali Bulan makan makanan pedas tak jarang perutnya akan sakit. Sudah tau lambungnya itu rentan dengan makanan pedas tapi masih tetap ngeyel. Mulutnya itu suka tapi tidak dengan lambungnya.

"Lo yakin bakalan kuat? gue yang lihat aja udah ngerasa bakalan pedes banget itu," ia sudah hafal bagaimana Bulan yang setiap kali makan pedas dan berujung sakit perut.

Bulan menarik napas berat, lelah menjawab pertanyaan yang sama keluar dari mulut Vinka, "Kalau gak gue makan emang Lo mau, daripada gak dimakan. Lagipula kalau gue sakit perut bisa lngsung ke toilet atau minum obat." Ujarnya tenang tapi tidak dengan Vinka yang sudah was-was.

BULAN (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang