9

70 47 8
                                    

Bel tanda istirahat sudah berbunyi 5 menit yang lalu. Kini Bulan berjalan di koridor sekolah yang lumayan sepi. Hanya lima atau tujuh orang yang ia lihat sedang berlalu lalang di sini. Semua murid sepertinya sudah mengerumuni kantin dimana tempat para murid mengisi perut kosong mereka dengan makanan.

Saat ingin berbelok, tiba-tiba dari belakang seseorang mendorongnya membuat Bulan tersungkur dengan posisi bersujud.

BRUKK
"Hebat banget ya, gue udah kasih Lo ketenangan selama beberapa hari dan dengan beraninya Lo bikin ulah yang membuat gue makin benci sama Lo." Kini Zalika sudah berada di depan Bulan. Ia menatap gadis itu tajam.
Dibelakangnya ada Alexa dan Gisel

Bulan berusaha menahan perih di bagian sikunya yang tergores dengan lantai. Menatap tenang Zalika seraya menaikkan satu alisnya. Ia tidak mengerti dengan kedatangan mereka secara tiba-tiba apalagi mendengar ucapan Zalika. Seingatnya, ia tidak melakukan apapun yang membuat kakak kelasnya itu sampai melakukan tindakan kasar seperti ini. Melihat sekitar tempatnya berada. Masih sepi. Lalu kembali menatap Zalika.

"Maksud kakak? Aku ngapain emangnya." Ia berusaha untuk berbicara sopan dengan kakak tingkatnya itu. Dulu, ibunya selalu menyuruh Bulan untuk berbicara sopan dengan seseorang yang lebih tua dan Bulan pun mematuhinya. Di dalam hatinya, rasanya Bulan ingin muntah menyebut Zalika dengan panggilan kakak. Ia merasa panggilan itu sangat tidak cocok dengan mereka yang suka menindas adik kelasnya.

Bulan tahu, jika selama ini mereka selalu menyuruh-nyuruh dan mengambil sesuatu yang bukan hak mereka. Bulan sangat membenci itu. Parahnya lagi, Zalika menutup mulut semua guru untuk tidak ikut campur urusan ia dan kedua temannya di sekolah.

"Gue mau tahu, umpan apa yang Lo kasih ke Bu Mila sampai-sampai dia ngasih kepercayaannya buat cewek kayak Lo."

"Menurut gue sih lebih baik Zalika yang mewakili sekolah ini buat ikut olim kimia dibandingkan Lo." Sahut Alexa.

Bulan tersenyum tipis, ia mengerti sekarang, "Oh jadi Lo gak terima gitu kalau gue yang dipilih?."

Zalika menatap Bulan sinis, "Sepintar apa sih lo? Paling ni sekolah bakal kalah kalau lo yang wakili. Lagian gue juga pastinya lebih pintar dari lo."

"Pintar menutup mulut semua guru dengan kekuasaan bokap Lo di sini, nyuruh-nyuruh murid yang lebih muda dari Lo buat beliin apa yang Lo mau, mengancam guru dengan membawa-bawa pekerjaaan mereka sebagai guru di sini. Deketin salah satu guru laki-laki yang udah punya istri hanya karena ia tampan. Juga nutupin kasus yang sangat fatal yang terjadi sebelum gue ada di sini. Pinter banget ya?." Bulan menyebutkan semua kebusukan Zalika dan teman-teman nya. Sementara orang yang dibicarakan Bulan saat ini sedang gemetaran tidak tenang di tempatnya. Belum lagi teman-temannya terkejut dengan apa yang dikatakan Bulan yang memang benar apa adanya, "Sebenarnya sih masih banyak lagi, cuma gue capek nyebutin satu-satu saking banyaknya."

Kedua tangan Zalika tampak terkepal kuat sampai kuku-kukunya memutih. Bulan tersenyum kecil. Gadis itu sudah tau apa yang akan dilakukan Zalika setelah ini. Merasa kemarahan nya sudah sampai ke puncak, Zalika melangkah maju dan menjambak rambut Panjang Bulan dengan kuat. Kali ini Bulan tidak diam saja, kedua tangan nya ikut terangkat menjambak kuat rambut Zalika. Kedua teman Zalika berusaha menjangkau tangan Bulan yang berada di kepala teman mereka. Dengan cepat, Bulan menendang kaki mereka satu per satu dengan tangan yang masih setia di kepala Zalika.

"Bulan." Panggil seseorang yang berada tak jauh darinya. Dia menghampiri mereka yang masih saling jambak-menjambak.

Dari toilet ia tak sengaja mendengar suara keributan. Tapi Fiona berusaha mengacuhkan dan melanjutkan kegiatan mencuci tangannya. Saat ia keluar dari dalam toilet, manik matanya melihat empat gadis yang tampak beradu argumen. Dan saat ia lihat baik-baik ternyata itu Bulan dan ketiga gadis yang tak ia kenal. Sampai kemudian Zalika mulai menjambak Bulan dan dibalas oleh Bulan. Ia salut dengan keberanian yang ada dalam diri Bulan. Mungkin gadis itu pantas masuk ke dalam circle nya-pikir Fiona dengan tatapan kagum. Fiona berpikir apakah Bulan akan menang, sedangkan kedua temannya seperti berusaha membantu Zalika membuat dia menghampiri Bulan berniat untuk membantunya. Menurutnya tiga lawan satu itu sangat tidak adil, apalagi teman satu bangkunya itu yang melawan tiga orang sendirian. Tidak! Ia tidak akan membiarkan Bulan terluka.

BULAN (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang