Hari itu, Sakura menatap layar ponselnya, jari-jarinya mengetik pesan yang penuh harap.
Ia telah lama memikirkan kata-kata ini sejak kembali dari desa Hongjoong. Desa itu, tempat yang pernah menjadi pelarian dari segala kekacauan hidupnya di kota, terus-menerus memanggilnya. Ada ketenangan di sana, dan ada sesuatu yang lebih. Mungkin, ia merindukan Hongjoong."Hongjoong, aku ingin datang ke desamu lagi. Minggu depan, aku bisa mengambil cuti lebih lama. Apa kau di sana?"
Pesan itu terbang ke udara tanpa banyak pertimbangan. Namun, balasan yang datang tak lama kemudian membuatnya terkejut.
"Sakura, kau sebaiknya tidak datang saat ini. Waktunya tidak tepat. Ada masalah besar di sini. Kebun vanila kami sedang dalam konflik berat. Wisata ke sini ditutup paksa, entah sampai kapan. Situasinya buruk, Sakura. Sangat buruk."
Sakura terdiam, membaca pesan itu berkali-kali. Pikirannya terhempas ke dalam jurang kecemasan yang baru. Bagaimana bisa? Desa yang ia kenal penuh damai itu kini berada di tengah badai masalah?
Tangan Sakura bergetar saat ia mengetik balasan. "Masalah seperti apa, Hongjoong? Ceritakan padaku."
Beberapa menit berlalu tanpa ada balasan. Sakura menunggu, hatinya mulai merasakan kecemasan yang tak dapat ia jelaskan. Hingga akhirnya ponselnya kembali bergetar.
"Ada sengketa tanah dengan para pemilik modal besar, Sakura. Mereka ingin menggusur kebun vanila kami untuk proyek resort mewah. Mereka menawarkan harga yang tak masuk akal, tapi kami menolak. Tanah ini milik keluarga kami selama beberapa generasi. Tapi sekarang, mereka menggunakan pengaruh politik dan kekuasaan untuk memaksa kami menyerah. Orang-orang desa tak punya banyak pilihan. Pemerintah berpihak pada mereka. Kami... sedang di ujung tanduk."
Kata-kata itu seakan menghantam Sakura dengan keras. Matanya terpaku pada layar ponsel. Tiba-tiba saja ia merasa marah—bukan hanya pada ketidakadilan yang dialami oleh Hongjoong dan desanya, tapi juga pada ketidakberdayaannya sendiri. Bagaimana ia bisa membantu? Ia hanya seorang wanita kota biasa, tenggelam dalam rutinitas yang sama setiap harinya, berusaha menyelamatkan dirinya dari tekanan pekerjaan.
Namun, jauh di dalam benaknya, muncul sebuah gagasan. Gagasan yang perlahan mengakar kuat. Ada sesuatu yang bisa ia lakukan.
Ia mengetik dengan cepat. "Aku akan ke sana, Hongjoong. Aku ingin membantu."
Balasan datang lebih cepat kali ini, dengan ketegasan yang seolah mengandung kekhawatiran besar. "Sakura, jangan. Ini bukan tempat untukmu sekarang. Masalah ini lebih besar dari yang kau bayangkan."
Tapi Sakura sudah memutuskan. Ia tidak bisa hanya diam, tidak setelah semua yang ia pelajari dari Hongjoong dan kebun itu. Tempat yang memberinya ketenangan, yang mengubah caranya memandang kehidupan. Ia tahu, jika Hongjoong kalah dalam pertarungan ini, segalanya akan berubah. Desa itu, kebun vanila yang penuh kenangan, akan hilang ditelan keserakahan.
Sakura mulai mencari cara, menggunakan koneksi yang ia miliki di kota, menyusuri nama-nama besar yang pernah berhubungan dengannya lewat pekerjaan, hingga akhirnya ia menemukan celah—seorang kolega lama yang kini bekerja di sebuah firma hukum besar yang menangani masalah-masalah lingkungan. Ia tahu, jalan ini mungkin penuh risiko, tapi ia akan berjuang.
Esoknya, ia menghubungi Hongjoong lagi. "Aku sudah memikirkan cara. Aku punya kenalan yang bisa membantu, seseorang yang paham soal hukum dan lingkungan. Aku tidak akan diam, Hongjoong. Aku akan datang, kita selesaikan ini bersama."
Ada jeda panjang sebelum akhirnya Hongjoong membalas, kali ini dengan nada yang lebih lembut, seolah kekhawatirannya mulai mencair di balik rasa terima kasih yang mendalam.
"Sakura, aku tak tahu harus berkata apa. Tapi jika kau ingin mencoba, aku akan menunggumu."
Dan dengan itu, Sakura tahu, hal ini akan lebih besar dari sekadar menemukan ketenangan untuk dirinya sendiri. Ini adalah tentang melawan—melawan demi orang yang ia pedulikan, demi keindahan sederhana yang ingin ia jaga. Vanila itu, tanah itu, lebih dari sekadar kebun bagi Hongjoong. Mereka adalah warisan, bagian dari sejarah, dan sekarang bagian dari hidupnya juga.
Sakura memandang keluar jendela apartemennya, di mana gedung-gedung tinggi menjulang dan lampu-lampu neon berkedip tanpa henti.
Tapi jauh di ujung sana, di tempat yang lebih tenang, seseorang sedang menunggu, dan ia tahu bahwa meski tekanan di sini tak pernah berakhir, di sana, di desa kecil itu, ada harapan.
.
Bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
Vanilla • Hongjoong × Sakura ✔
Fiksi PenggemarSakura, seorang wanita kota yang stres karena pekerjaannya di kantor memutuskan untuk berlibur ke pedesaan dan tinggal di perkebunan vanila. Di sana, dia bertemu dengan Hongjoong, pemilik kebun yang hidup sederhana, namun penuh kebijaksanaan. Perlah...