Anyelir pernah terlibat hubungan satu malam dengan Biru, yang kemudian membuatnya memutuskan untuk melarikan diri. Sampai dua tahun berlalu dan Anyelir kembali bertemu dengan Biru yang tiba-tiba telah memiliki seorang putri kecil--Nay. Nay yang hera...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Rabu pagi yang dingin.
Kegiatan Anyelir masih sama seperti hari-hari kemarin. Dengan hari ini, kemeja floral yang lengannya ia lipat sampai siku dan overall coklat serta boots yang dikenakan, Anyelir bertandang ke peternakan sapi miliknya, siap untuk bekerja. Jam 6 pagi, Pak Budi, pekerja yang membantunya di kandang sudah datang lebih dulu. Biasanya, Pak Budi akan membersihkan kandang dan sapi-sapi, kemudian menyiapkan mesin pemeras susu, dan memulai memeras susu lebih dulu disusul dengan Anyelir yang datang belakangan membantunya. Namun pagi itu, saat Anyelir tiba di kandang, dia menemukan Pak Budi belum melakukan tugasnya seperti biasa. Kandang dan sapi-sapi sudah tampak bersih, tetapi mesin belum terdengar menyala.
"Selamat pagi, Mbak An." Pak Budi yang sedang jongkok itu kemudian berdiri, menyadari keberadaan Anyelir pun menyapanya lebih dulu.
Anyelir yang pagi itu mengepang rambut panjangnya ke samping serta menambahkan ikat kepala motif bunga di kepalanya, menjawab dengan anggukan seperti biasa. Kemudian menatap pada sebuah alat pemeras susu yang sejak tadi bersama dengan Pak Budi.
"Ada apa, Pak?" tanya Anyelir.
"Mbak, iki mesine kaya'e rusak. Ra gelem nyala, wis tak coba ngetokno wiwit tadi." Pak Budi menjelaskan dengan bahasa jawa yang membuat kening Anyelir mengernyit dalam. Dia sedikit kesulitan memahami.
Baiklah, Anyelir memang sejak kecil tinggal di Jawa. Tepatnya ketika dia kelas 3 SD, keluarganya pindah dari Jakarta ke Jogja. Anyelir melanjutkan sekolah di Jogja. Namun hanya sampai tamat SD karena setelahnya, dia memilih home schooling sebab merasa tidak bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan baru dan kurang nyaman berbaur dengan teman-temannya. Kemudian SMA, Anyelir masih sekolah di Jogja, tetapi di sekolah internasional yang sehari-hari menggunakan bahasa inggris. Itu pun tidak banyak teman dan tidak ada teman yang masih berkomunikasi dengannya sampai sekarang. Sampai kuliah sarjana, dia mengikuti kakak lelakinya yang melanjutkan magister di London. Barulah selesai kuliah dia memutuskan tinggal sendiri di salah satu pedesaan yang terletak di Kabupaten Malang ini. Itu pun dia tidak bersosialisasi karena tetangga satu-satunya yang dia miliki hanyalah Biru.
Baru enam bulan belakangan ini, tepatnya setelah dia kembali dari Swiss, Anyelir yang membutuhkan tenaga kerja untuk peternakannya mempekerjakan warga lokal yang berbalikan dengannya, bahasa Indonesia Pak Budi tidak begitu lancar.
"Ini, Mbak, mesinnya tidak mau menyala, sudah saya coba sejak tadi." Mengerti Anyelir yang tidak paham, Pak Budi menjelaskan kembali, dengan bahasa indonesianya yang baku.
Barulah, Anyelir mengangguk-angguk. Dia ikut memeriksa mesin itu. Namun sayangnya, Anyelir tidak begitu paham dengan mesin dan kelistrikan. Dan sepertinya Pak Budi pun demikian.
"Tetangga saya ada yang bisa perbaiki mesin-mesin seperti ini. Kalau Mbak An mau, nanti saya bisa panggilkan. Tapi sekarang ini, sapi-sapinya bagaimana? Kalau tidak diperas sekarang, bisa membengkak dan kesakitan."