Anyelir pernah terlibat hubungan satu malam dengan Biru, yang kemudian membuatnya memutuskan untuk melarikan diri. Sampai dua tahun berlalu dan Anyelir kembali bertemu dengan Biru yang tiba-tiba telah memiliki seorang putri kecil--Nay. Nay yang hera...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Kembali pada kehidupan normalnya, kegiatan pagi Anyelir adalah berkutat dengan sapi-sapinya. Membantu Pak Budi untuk memeras susu. Juga, mengontrol Mbak Arum yang mengurusi soal pakan ternak. Selain itu, Anyelir juga sudah mencatat saran dari Biru mengenai pakan yang mungkin harus dievaluasi lagi agar produksi susu sapi-sapinya lebih maksimal. Termasuk juga memastikan soal mesin vakumnya apakah sudah benar-benar berfungsi dengan benar dan tidak terjadi masalah lagi. Sibuk mengurusi pernikahannya dan juga kelahiran ponakan baru, Anyelir hanya tahu perkembangan peternakannya melalui para pekerja. Belum sempat untuk terjun langsung memeriksanya sendiri.
Pagi ini, setelah menyinggahi Mbak Arum yang sudah mulai bekerja dan berdiskusi soal konsentrat pakannya, Anyelir menuju kadang sapinya. Mendengar suara mesin menyala dan juga melihat sapi-sapinya sedang diperah. Pak Budi ada di sana. Sedang berdiri di depan salah satu kandang tengah mengusap-usap seekor sapi yang tidak sedang laktasi.
"Selamat pagi Pak Budi." Anyelir menyapa lebih dulu.
Pak Budi yang menyadari kehadirannya langsung bersikap. Menyapa balik Anyelir dengan senyum ramahnya seperti biasa. Meski, Anyelir sedikit melihat raut yang berbeda pada pria tua itu hari ini.
"Aman semuanya, Pak?" tanya Anyelir memastikan.
"Anu, Mbak." Raut Pak Budi tampak sedikit gelisah. "Si Noni ini loh, Mbak. Kayaknya sudah tidak lama lagi dia."
Mendekat pada sapi tertuanya yang ia beri nama Noni, Anyelir ikut memerhatikan. Usia Noni sudah memasuki 15 tahun. Sapi betina itu juga sudah pensiun untuk berproduksi susu sejak lima tahun yang lalu, bahkan dari sebelum Anyelir serius mengelola peternakan ini. Lagi pula, Noni pun sepertinya memang sudah tidak sanggup. Usianya sudah tua dan seharusnya, Anyelir memiliki pilihan untuk menjual Noni ke pemotongan. Sayangnya, Anyelir tidak tega membiarkan sapi itu dijual ke pemotongan. Alhasil, meski sudah tidak berproduksi, Noni tetap di rawat di kandangnya.
Akhir-akhir ini, Pak Budi melaporkan soal kondisi Noni yang tidak bagus. Berat badannya menurun dan tidak nafsu makan. Matanya sudah mulai katarak, serta kulitnya sudah mulai longgar dan bulunya yang rontok. Noni juga sudah tampak kehilangan minat pada sekitarnya. Sudah banyak tanda-tanda dari Noni yang seperti usianya tinggal sebentar lagi.
"Kayaknya sudah harus dipisahkan dia Mbak dari yang lain. Takutnya kalau memang sudah mau mati, sapi yang lain ikut stres," ujar Pak Budi lagi.
Anyelir menarik napasnya sejenak. Noni adalah sapi yang sudah tinggal di sini lebih dulu dari pada dirinya. Ibaratnya, Noni adalah tuan rumah di sini. Dia juga sapi yang pertama kali Anyelir kenali dan pelajari. Melihat Noni yang tampak sudah akan menemui ajalnya, tidak dipungkiri Anyelir ikut bersedih.
"Ya sudah, Pak. Nanti Noni di pindah aja," putus Anyelir. Solusi terbaik dari yang bisa diambilnya.
Pak Budi pun mengangguk. Siap menjalankan perintah sang bos. Anyelir pun kembali berkeliling. Memeriksa kondisi sapi-sapinya.