Anyelir pernah terlibat hubungan satu malam dengan Biru, yang kemudian membuatnya memutuskan untuk melarikan diri. Sampai dua tahun berlalu dan Anyelir kembali bertemu dengan Biru yang tiba-tiba telah memiliki seorang putri kecil--Nay. Nay yang hera...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Sudah hampir tengah malam, Biru belum juga memejam. Kepalanya yang berbaring di atas lengannya yang terlipat itu terarah pada pemandangan dua perempuan yang berbeda generasi, tidak lain adalah istri dan anaknya yang sudah pulas sejak beberapa jam yang lalu. Nay yang berada di tengah-tengah mereka, juga Anyelir yang berbaring di sudut. Keduanya sama-sama memejam, berbaring miring menghadap Biru dengan posisi yang serupa.
Senyum pria tak dapat menahan untuk terulas.
"Bahkan gaya tidurnya pun sama," gumam pria itu, memerhatikan keduanya.
Bagaimana bukan hanya wajah dan beberapa mimik ekspresi antara Nay dan Anyelir yang begitu mirip, beberapa perilaku mereka pun sama. Termasuk, gaya tidur keduanya. Hanya sedikit berbeda versi di mana Nay lebih lasak dan Anyelir yang tidur lebih tenang.
Masih memandangi kedua perempuan tersebut, Biru masih tak menyangka, dirinya benar-benar sudah menikah. Bukan sekedar pernikahan untuk tanggung jawab demi seorang anak. Pernikahannya dengan Anyelir sudah lebih jauh dari pada itu. Tidak ada lagi kehidupan masing-masing dan hanya perlu berkomunikasi soal Nay. Tidak ada pisah rumah, juga keintiman yang tidak pernah Biru duga akan ada dalam hubungannya dengan Anyelir.
Mereka sudah bersatu.
Bukan sekedar satu kartu keluarga.
Jika ditanyakan bagaimana perasaan Biru atas hubungannya dengan Anyelir saat ini, jujur saja, dia masih belum memiliki jawaban yang pasti. Biru hanya mengikuti arus ke mana hubungannya dan Anyelir mengalir. Namun yang pasti, arus itu tidak lagi di dalam sungai yang berbeda. Mereka benar-benar sudah menjadi satu. Meski tak dipungkiri, Biru masih tak bisa mencernanya dengan benar.
Dulu, baginya, Anyelir itu sangat jauh. Mereka memang bertetangga. Beberapa kali Biru juga melihat keberadaannya. Namun, dia tahu sejauh apa jaraknya dengan wanita itu. Mereka berasal dari latar belakang yang sangat jauh berbeda.
Perbedaan yang sampai sekarang masih sering Biru pikirkan.
Memang tidak seburuk yang dia kira. Keluarga Anyelir ternyata tidak menentang mereka. Biru diperlakukan dengan baik, diterima dengan baik. Begitu juga dengan Nay. Meski sampai saat ini dia tidak tahu bagaimana cara berkomunikasi dengan orang tua Anyelir, terkhusus dengan ayah perempuan itu yang tidak terjadi percakapan dengannya. Setidaknya, Biru masih dianggap keberadaannya. Dia tidak diasingkan. Bahkan perlakuan mereka kepada Nay dan Jayendra yang baru lahir pun sama. Nay di sayangi kakek neneknya.
Namun, meski begitu, meski Biru dan Nay diterima dengan baik di keluarganya, perbedaan itu masih tak bisa disingkirkan begitu saja. Terlebih, masalah ekonomi.
Sebenarnya, sudah lama Biru memikirkan permasalahan ini. Bahkan sebelum mereka seintim sekarang. Apalagi kini, di saat mereka sudah benar-benar menyatu. Persoalan nafkah. Meski Anyelir tak pernah bertanya, meski rencana awal Biru adalah hidup masing-masing, pria itu tetap memikirkannya. Bagaimana pun, Anyelir adalah istrinya dan Biru adalah seorang suami yang berkewajiban memberikan nafkah pada istrinya, pada keluarganya. Biru tidak pernah berniat untuk mangkir dari tanggung jawabnya soal nafkah. Hanya saja, dia tidak tahu, harus berapa yang ia kasih untuk Anyelir di saat wanita itu sudah memiliki segalanya tentang materi.