16. Cakrawala Biru

18 5 8
                                    

"Annia?"

Gadis itu menoleh, mengedikkan kedua alisnya sebelum akhirnya kembali fokus membuka lembaran buku yang tengah ia baca. Rui memandang hal itu aneh, sebab lihatlah di mana gadis itu kini berada.

Pertama, Rui sekarang berada di atas geladak utama, itu artinya, ya, baik Rui maupun Annia sedang berada di atas kapal. Kedua, ini malam hari, bahkan tengah malam.

Keadaan di pelabuhan ini jelas lebih sepi daripada ketika mentari masih tergantung. Itulah yang Rui dapati sekarang, dan hal ini cukup aneh sebab bukankah biasanya pelabuhan selalu ramai tanpa henti?

"Kau datang terlambat," ucap Svein berjalan mendekat, dia baru saja keluar dari kabin kapten. Lelaki itu sibuk mengikat rambutnya rendah.

"Oh ya? Lalu di mana yang lainnya?"

Svein mengedikkan kepalanya ke arah kabin kapten, diangguki oleh Rui. Sebelum lelaki itu melangkah, ia sempat menoleh ke arah Annia yang sedang duduk seorang diri dengan buku bacaannya di tiang haluan. Ya, tiang yang menjulur ke depan dari haluan kapal, tiang yang biasanya digunakan untuk mendukung layar depan.

"Apa yang dia lakukan di sana?" tanya Rui.

"Membaca?" Svein membalasnya enteng, membuat Rui akhirnya menghela napas dan langsung meninggalkan lelaki Akrar tersebut.

"Dia datang bersama Zalika, jadi kurasa dia sedang menungguinya?"

Rui mengabaikan ucapan Svein dan hanya mengedikkan kedua bahunya, lanjut berjalan menuju kabin kapten, itu hanyalah ruangan biasa yang berada di atas geladak buritan, memang dikhususkan untuk kapten. Dari luar, jelas dua tangga berdampingan membingkai pintu masuk ke kabin tersebut, kedua tangga itu terhubung ke geladak buritan, tempat roda kemudi dan lain sebagainya berada.

Rui sempat menengadah dan melihat langit malam ini tampak begitu cerah, angin berembus menggerakkan tali temali rumit yang bergelantungan menemani layar yang terikat di atas sana. "Omong-omong," Rui membalikkan badannya, netranya membulat terkejut sebab Svein ternyata berdiri tepat sekali di belakangnya, membuat lelaki itu langsung menangkap wajah Svein yang bereskpresi sayu tersebut.

Reflek Rui melangkah mundur, jelas terkejut bukan main.

"Apa?" tanya Svein.

"Bagaimana teknis keberangkatan kita nantinya? Maksudku, ini sudah hampir dua bulan semenjak aku tiba di sini, dan, ya, tambahan pelatihan sudah berjalan cukup lama, dan itu juga kemungkinan kita akan berangkat pekan depan. Ugh, kau mengerti maksudku?"

Svein menatap Rui tanpa ekspresi, ia mengangguk. Anggukannya itu jelas bermakna bahwa lelaki itu mengerti apa yang Rui maksud, tapi itu sama sekali tidak membuat Rui merasa senang, lega, ataupun puas.

"Kau bisa tanyakan itu di dalam. Aku memanggilmu untuk memahami rangkaian peta yang sedang kita buat."

"Peta?"

Kali ini, nampaknya Svein sudah malas untuk menjelaskannya lebih lanjut, ia langsung menyeret lengan Rui dan membawanya memasuki kabin kapten dengan pencahayaan remang-remang dari beberapa lampu minyak yang tergantung rendah di langit-langit ruangan.

Terdapat Ilsa, Teo, dan Zalika di ruang tersebut. Mereka semua serempak menoleh untuk mendapati kedaatangan Rui dan Svein yang berdiri di ambang pintu. Svein melangkah mendekat, ia lalu membungkuk memperhatikan peta yang berada di hadapan Zalika.

Gadis Yafen itu duduk dengan kening yang sibuk berkerut, pena di tangannya sibuk bergerak membentuk garis-garis tidak beraturan, yang ternyata setelah Rui berjalan mendekat, barulah ia sadar bahwa Zalika sedang merangkai bentuk dari sebuah daratan.

ERYNDOR: Tales Of Sentinel GiftsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang