Waktu berlalu dengan cukup cepat semenjak mereka semua telah berkumpul lengkap di kota Hofoi. Terhitung ini adalah minggu ketiga, dan Lyra sudah bosan bukan main, sebab rasanya kehadirannya di tempat ini terasa lebih seperti pelatihan untuk menjadi seorang pelaut daripada menjadi utusan terhormat yang dipilih oleh Velatds.
Akan tetapi, rupanya hal tersebut tidaklah terasa bosan seperti apa yang Lyra rasakan, sebab ketika melihat lelaki berambut hitam legam itu akhirnya turun dari menara pengawas di tiang utama, Lyra tak bisa menahan diri untuk tidak langsung tersenyum kala pandangannya ditangkap oleh lelaki tersebut.
Gadis itu abai akan keadaan di sekitar, juga kenyataan bahwa sebenarnya Ilsa berada di sebelah Lyra kini sedang sibuk mendengarkan arahan dari Svein terkait kegunaan dari tali temali yang menggantung kusut di atas sana—yang sebenarnya juga penjelasan itu diarahkan pada Lyra juga, tetapi gadis itu sulit untuk paham.
"Sesulit itukah memasang layar?" tanya Lyra setibanya Belial di hadapan gadis itu.
Belial sendiri tersenyum dan menaikkan sebelah alisnya, tidak langsung menjawab sebab ikat rambutnya masih tersampir di bibirnya. Butuh sepersekian detik hingga lelaki itu selesai mengumpulkan rambutnya dan mengikatnya dengan ikat rambut tersebut. Sembari melilitkan ikat rambutnya tersebut, ia menjawab, "Itu hanya kain kanvas, apa yang kau khawatirkan?"
Lyra terkekeh pelan. "Ukurannya besar, jelas pasti sulit."
"Tidak sesulit itu, jika kau lupa aku adalah seorang Kaitej."
Kening Lyra berkerut, "Kaitej? Kau seorang Kaitej?"
Kini berganti Belial yang terkekeh pelan, embusan angin lembut yang menyapu dermaga rupanya menerbangkan rambut-rambut kecil di dekat pipinya, dan tak mungkin Lyra sanggup untuk berbohong, sebab di hadapannya ini, pria yang jelas bisa dengan mudah Lyra akui telah mencuri hatinya, justru terlihat sempurna—
Seperti patung pahatan.
Oh, terima kasih Zedrand karena telah melahirkan putra di negerimu yang nampak memesona sepertinya. Meskipun Zeadrand masihlah tanah airnya juga, dan Lyra benci akan kampung halamannya, setidaknya Belial menjadi satu alasan kecil yang membuatnya bisa menyukai Zeadrand barang sedikit.
"Tidak, aku bukan seorang Kaitej." Belial sempat melirik ke arah Ilsa yang berada di belakang Lyra, gadis dengan rupa persis seperti Lyra itu sempat melirik ke arah Belial sekilas, jelas mencoba mengawasi gerak-gerik lelaki itu, atau mungkin ada hal yang Ilsa rasa cukup asing.
Bukan hal aneh, Belial adalah utusan Eryndor yang datang paling terlambat dibandingkan yang lainnya. Pihak kerajaan Zeadrand sepertinya tidak terlalu percaya diri untuk hanya mengirim si kembar Noonan sebagai perwakilan mereka, maka ditetapkannya Belial sebagai utusan tambahan.
"Lalu?" Pertanyaan Lyra terlontar dan tertangkap oleh pendengaran Belial, ia kembali memusatkan pandangannya pada Lyra sebelum gadis itu sadar bahwa Belial sempat memerhatikan Ilsa.
"Aku adalah seorang ..." Tetapi rupanya Ilsa masih terus tak sengaja tertangkap oleh perhatian Belial, membuat lelaki itu tanpa sadar tersenyum tipis, senyum yang hampir serupa seringaian tipis, "Azhnat," lanjutnya.
Lyra terdiam sejenak, hingga Belial pun tiba-tiba menyampirkan helai rambut gadis itu ke belakang telinganya, tepat ketika angin lagi-lagi berembus menerbangkan rambut gelap Lyra. "Aku memanglah seorang Azhnat. Bagaimana bisa kau lupa?"
Lyra tersenyum tipis, ia lalu mengangguk.
Sepersekian detik sebelum gadis itu bisa menikmati momen kebersamaannya dengan Belial, seruan pun terdengar dari arah geladak buritan, tempat di mana pusat kemudi dari kapal ini berada.
KAMU SEDANG MEMBACA
ERYNDOR: Tales Of Sentinel Gifts
FantasíaKala keseimbangan mesti dipertahankan, bahkan meskipun mengundang banyaknya kesia-siaan. "Terkadang pula kehancuran ialah wajah dari pengampunan sedangkan penyelamatan tidaklah lebih dari sekadar memperpanjang kerapuhan." Alangkah terkejutnya...