"Niza, bangunlah," ucap Yin, menepuk pipi Niza pelan. Gadis itu bergumam pelan sebelum akhirnya membuka matanya.
Kereta masih melaju tanpa kendala, tapi Yin dan kedua temannya justru seolah sudah bersiap untuk turun dari kereta. Apakah mereka sudah tiba di Bostra?
"Kita sudah tiba di Bostra. Sekitar setengah jam lagi kereta akan tiba di stasiun. Bersiaplah." Kawan Niza yang berambut ikal memberitahukan.
Niza mengerjapkan matanya beberapa kali. Jendela di sebelahnya tertutup tirai, gadis itu membukanya sedikit dan mendapati cahaya dari mentari terbit telah berpencar ke segala arah. Sudah pagi hari, sesuai dengan jadwal kedatangan kereta mereka ke Kota Bostra.
Lebih dari 12 jam Niza duduk, ia merasa badannya pegal dan kaku bukan main. Gadis itu perlahan berdiri, membenarkan roknya lalu meraih tasnya yang ia letakkan di bagasi atas.
Kawan Niza yang berambut ikal menarik tirai jendela, scahaya lampu pun seketika terkalahkan oleh sinar mentari. Niza merapikan ikatan rambutnya, ia lalu kembali duduk dan menerima sebotol air minum yang Yin tawarkan untuknya.
"Ini dia Kota Bostra. Aku tak menyangka akan datang ke tempat ini, apalagi untuk Festival Siyeviyer," celetuk Yin, senyumnya teramat cerah.
Niza tersenyum, ia menyerahkan kembali botol milik Yin tersebut.
"Kudengar Velatds selalu hadir dalam pesta, bukankah itu berarti beliau akan menyaksikan penampilan kita?" Kali ini kawan Niza yang berambut kepang yang berujar.
Yin berseru tertahan, "Jangan ingatkan aku hal itu, kalau tidak aku bisa salah tingkah dan mengacaukan acara!"
Mereka pun tertawa. Benar apa yang dikatakan Yin, jika mereka mengingat siapa-siapa saja yang mungkin menyaksikan penampilan mereka nanti, mereka pasti akan kalah oleh rasa gugup dan berakhir mengacaukan acara.
"Sayang sekali kau akan seorang diri, Niza. Kau pasti akan gugup seorang diri," ucap Yin, nampaknya ia khawatir.
Niza tersenyum tipis, disentuhnya gagang pedang yang ia sandarkan ke dekat jendela. "Aku tidak akan gugup seorang diri. Pedangku mungkin juga akan gugup."
"Oh, pedang! Aku hampir lupa akan hal itu. Niza, cepat tunjukkan pada kita pedangmu itu!" Yin berseru antusias, ia bahkan berdiri dari tempat duduknya. Wajahnya semakin berseri-seri.
Niza terkekeh mendengar respons antusias dari Yin. Ini memang kali pertama Yin melihat pedang miliknya—oh, tentu saja mereka hanya tahu bahwa pedang ini hanyalah digunakan sebagai properti.
Dengan gerakan pelan, Niza mengambil pedang miliknya, ia mengangkatnya sedikit hingga ketiga teman-temannya itu bisa melihatnya dengan jelas.
"Tunjukkan pedangmu, Niza. Bukan pelindungnya." Kawan Niza yang berambut ikal nampaknya gemas ingin melihat tampilan pedang itu secara keseluruhan.
Niza mengangguk, ia tarik pedang miliknya.
Sebenarnya Niza telah salah mengambil pedang di rumahnya. Ini pedang milik ayahnya, pedang yang entah apakah tertinggal atau sengaja pria itu tinggalkan di rumahnya. Niza sama sekali tidak tertarik untuk menyentuh atau menggunakannya, tetapi begitulah nasibnya jika penyimpanan pedang miliknya berdampingan dengan pedang ini.
"Niza, apa itu ukiran naga?" Kawan Niza yang berambut ikal perlahan memudarkan senyumnya, ia lebih terkejut melihat ukiran naga pada pedang milik Niza.
"Naga? Bukankah pedang yang memiliki ukiran biasanya dimiliki bangsawan?" Yin kini berceletuk, membuat Niza buru-buru menutup kembali pedangnya dan diletakkannya bersandar di dekat kakinya.
"Tari pedang kan memang merepresentasikan pedang milik kekaisaran, tentu saja aku harus menggunakan pedang yang serupa."
"Oh, begitukah? Benar juga."
![](https://img.wattpad.com/cover/367496400-288-k661729.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
ERYNDOR: Tales Of Sentinel Gifts
FantasíaKala keseimbangan mesti dipertahankan, bahkan meskipun mengundang banyaknya kesia-siaan. "Terkadang pula kehancuran ialah wajah dari pengampunan sedangkan penyelamatan tidaklah lebih dari sekadar memperpanjang kerapuhan." Alangkah terkejutnya...